Memaknai Tradisi Lol Ton Masyarakat Dawan Timor NTT dalam Perspektif Komunikasi Kebudayaan

Penulis : Frederikus Suni 


TAFENPAH.COM - Memaknai setiap kisah perjalanan kebudayaan nusantara, khususnya masyarakat suku Dawan Timor provinsi Nusa Tenggara Timur, sama halnya kita sedang menabung investasi pengetahuan di tengah perkembangan teknologi informasi dan komunikasi.

Kemajuan teknologi informasi dan komunikasi di abad ke-21 juga memainkan peran penting dalam setiap aspek kehidupan manusia.

Sebagai makhluk sosial, tentunya kita selalu terhubung dengan orang lain, termasuk cerita kebudayaannya.

Salah satu cerita yang berasal dari tradisi keseharian Atoin Meto (Suku Dawan Timor) adalah upacara penyembahan kurban kepada alam semesta.




Dalam bahasa Dawan Timor NTT, upacara penyembahan kurban atau hewan peliharaan dinamakan ritual LOL TON.

Lol Ton Masyarakat Dawan Timor NTT. Tafenpah.com



Secara etimologi atau akar kata, LOL artinya; menyembelih.

Sedangkan, TON artinya; Tahun.

Jadi secara harfiah, LOL TON dalam terjemahan TAFENPAH adalah ritual penyembahan/penyembelihan hewan kurban yang diadakan suku Dawan Timor NTT setiap tahun.




Tradisi tahunan ini bertujuan untuk meminta restu kepada penguasa alam, termasuk Sang Pencipta atau Tuhan yang kita imani.

LOL TON sebagai Komunikasi antara Masyarakat Dawan Timor NTT dan Leluhurnya

Makna yang jauh lebih kompleks adalah Lol Ton juga merupakan bagian dari komunikasi kebudayaan antara Atoin Meto dengan leluhurnya.

Pengejawantahan atau perwujudan komunikasi yang tersirat di balik Lol Ton, mengandaikan leluhur Atoin Meto merupakan bagian integral atau tak terpisahkan dari semesta.

Dalam artian, saat ini leluhur suku Dawan Timor NTT meski berbeda alam, tapi melalui perantaraan mereka, semesta akan merestui kehidupan kelompok Dawan yang masih berproses di dunia ini.

Teologikal ini tidak berpatokan pada ajaran iman Katolik Roma. 

Melainkan Perspektif Komunikasi ini adalah bagian dari dukungan moril leluhur Dawan Timor yang cintanya tak pernah berkesudahan terhadap anak cucunya yang hingga saat ini dan nanti masih berjuang dalam meretas kerasnya hidup.


Jauh sebelum masyarakat Dawan Timor NTT bersentuhan dengan kebudayaan luar, termasuk ajaran Katolik dan Kristen Protestan maupun Islam hingga kepercayaan lainnya, leluhur Atoin Meto sudah menghidupi atau mempraktekkan tradisi tersebut dalam kehidupannya.

Artinya; perkembangan ajaran Katolik dan lainnya tidak menghilang kepercayaan animisme warga setempat.

Karena masyarakat Dawan selalu menyakini, di balik peristiwa - peristiwa besar yang terjadi dalam kehidupan, pasti ada hubungannya dengan alam semesta.

Untuk itu, cara terbaik untuk tetap menjaga silaturahmi antara masyarakat Dawan Timor beserta leluhur dan alamnya adalah melalui tradisi Lol Ton.

Kekayaan dari makna simbolik tersebut, juga didalami oleh para pakar antropolog hingga filsuf Yunani dan Barat zaman kontemporer.

Salah satu filsuf kebudayaan berpengaruh abad ke-20 yang mendalami sekaligus merefleksikan peristiwa kebudayaan dunia adalah Ernst Cassirer.

"Untuk mengenal manusia secara utuh. Pertama-tama kita harus mengenal simbol kebudayaannya. Karena manusia adalah makhluk budaya. Artinya makhluk yang hidup dan dalam unsur-unsur kebudayaan itu sendiri," demikian Perspektif atau ajaran dari filsuf Ernst Cassirer.

Sementara filsuf Baruch de Spinoza juga mengatakan manusia merupakan bagian integral dari semesta atau Tuhan.

Antara filsuf Ernst Cassirer dan Baruch de Spinoza memandang alam secara berbeda, namun keduanya memiliki substansi atau esensi yang sama yakni manusia, alam, dan Tuhan adalah satu kesatuan.

Ibaratnya masyarakat Indonesia datang dari latar belakang budaya, bahasa, kepercayaan, cara pandang, karakter, tapi semangat Pancasila berhasil menyatukan perbedaan tersebut.

Seksinya ada slogan yang berbunyi "Unity in Diversity, atau Satu dalam perbedaan."

Terpisah dari slogan di atas, konsep dan makna Lol Ton juga ikut mempengaruhi cara pandang masyarakat Atoin Meto Timor NTT dalam memaknai kehidupannya.


Komunitas JPIC yang diprakarsai oleh ajaran Katolik Roma, terutama Ordo dan Kongregasi keagamaan terbesar dunia ini selalu menjadi acuan atau patokan bagi pekerja LSM, Swasta maupun Pemerintah dalam menjaga keutuhan alam ciptaan.

Apa itu JPIC? JPIC merupakan singkatan dari Justice, Peace, Integrity of Creation yang fokus utamanya adalah bagaimana menjaga alam ciptaan Tuhan untuk kebaikan manusia di muka bumi.

Semangat JPIC ini juga sangat relevan dengan tradisi Lol Ton.

Di mana, masyarakat Dawan Timor NTT sebelum memulai proses tanam - menanam di kebun maupun selesainya musim panen, mereka biasanya meminta restu kepada semesta, guna menjaga dan memberikan keberkahan hasil panen melimpah.

Langkah - Langkah Lol Ton Masyarakat Dawan Timor NTT 

Kegiatan tahunan ini, biasanya diawali dengan pengumuman resmi dari kepala suku atau raja yang memerintah di wilayah atau desa di mana komunitas Dawan tempati.

Informasi tersebut akan disebarluaskan oleh setiap perwakilan suku.

Cara penyampaian informasi ini secara face to face (tatap muka) hingga komunitas lisan maupun pengumuman resmi dari Kepala Desa setempat.

Setiap kepala keluarga wajib membayar biaya. Besaran biaya disesuaikan dengan jenis hewan yang nantinya dikurbankan kepada semesta.

Setelah biaya dikumpulkan, maka mereka akan duduk bersama, semacam musyawarah, guna menentukan tanggal penyembahan.

Tempat penyembahan hewan kurban biasanya di salah satu gunung yang berada di wilayah tersebut.

Misalnya masyarakat Dawan yang ada di desa Haumeni, kecamatan Bikomi Utara, Kabupaten Timor Tengah Utara, provinsi Nusa Tenggara Timur akan melangsungkan kurban di BNOKO HAUMEN.

Selain itu, dilanjutkan dengan Sae Neten (tradisi Napak tilas) menuju FAOT SUBA yang berada di dataran tinggi desa Haumeni.

FAOT SUBA dulunya menjadi salah satu tempat bersejarah perjalanan bangsa Belanda, sebelum mendirikan Ibukota Kefamenanu sebagai pusat administrasi, ekonomi, politik, pendidikan, budaya di Lembah Biinmaffo, kini menjadi Kota Sari, kabupaten Timor Tengah Utara.

Terpisah dari sejarah singkat di atas, beberapa tempat penyembahan hewan kurban, sebagaimana yang TAFENPAH sebutkan di atas, masih ada juga tempat - tempat keramat yang menjadi pusat atau bagian dari tradisi penyembahan Lol Ton.

Makan Bersama (Pesta Kebudayaan)

Biasanya setiap kepala keluarga beserta anggota keluarganya ikut meramaikan pesta tahunan atau kebudayaan tersebut di BNOKO HAUMEN.

Kegiatan ini berlangsung dengan penuh sukacita. Tradisi makan bersama ini memiliki makna menjaga silaturahmi antar warga, selain euforia menyambut musim tanam dan panen.

Pesta tahunan ini berlangsung satu hingga dua hari. Tergantung dari keputusan bersama dalam musyawarah.

Sayangnya, seiring dengan perkembangan zaman, pesta kebudayaan Lol Ton tidak semeriah penulis masih kecil.

Karena satu dan lainnya alasan. Pesta tahunan (Lol Ton) hanya dirayakan dengan datang mempersembahkan hewan kurban, makan dan sesudah itu pulang.

Nuansanya perlahan hilang dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi.

Kendati demikian, TAFENPAH mengharapkan setiap pemimpin wilayah, terutama tetua adat dan kepala desa untuk kembali menghidupkan tradisi kumpul bareng sesama warga dalam setiap musim Lol Ton.

Tidak salahnya, sesama warga, terutama yang berada di desa Haumeni, kecamatan Bikomi Utara, Kabupaten Timor Tengah Utara, provinsi Nusa Tenggara Timur meluangkan waktu satu hingga dua hari untuk kembali mengulangi tradisi leluhur Atoin Meto yang kini terlupakan.

Manfaat dari kebersamaan di bawah kaki gunung Haumeni (BNOKO HAUMEN) adalah selain sebagai bagian dari pelestarian Kearifan Lokal Budaya setempat, juga berpeluang untuk mendatangkan wisatawan yang ingin menyaksikan tradisi tersebut.

Demikian tulisan sederhana dari generasi Atoin Meto, terutama masyarakat diaspora desa Haumeni yang merindukan momen masa kecil, di balik tradisi Lol Ton di bawah kaki gunung BNOKO HAUMEN, terutama tradisi menginap, berbagi cerita, sembari merasakan nikmatnya alam semesta di malam perayaan kebuyaaan Lol Ton.


Salam Kebudayaan.

Instagram penulis : @suni_fredy

Tiktok : @tafenpah.com

YouTube : Perspektif Tafenpah 
Admin TAFENPAH
Admin TAFENPAH Salam kenal! Saya Frederikus Suni, Mahasiswa Ilmu Komunikasi Universitas Siber Asia || Menekuni bidang Jurnalistik sejak 10 tahun lalu. || Saya pernah menjadi Jurnalis/Wartawan di Metasatu dan NTTPedia. Selain itu, saya juga berkolaborasi dengan salah satu Dosen dari Binus university dan Atma Jaya, terutama Proyek dari Kementerian Komunikasi dan Informatika RI, dalam pendistribusian berita ke Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Timur. Saya juga pernah menjadi bagian dari Public Relation/PR sekaligus Copywriter dari Universitas Dian Nusantara (Undira) Tanjung Duren Jakarta Barat. Saat ini fokus mengembangkan portal pribadi saya TAFENPAH.COM dan juga menjadi kontributor di beberapa website tanah air, Kompasiana, Terbitkanbukugratis, Eskaber, PepNews, Lombokainsider. Tulisan saya juga beberapa kali dipublikasikan ulang di Kompas.com Saya juga menerima jasa pembuatan Website || Media sosial: YouTube: Perspektif Tafenpah|| TikTok: TAFENPAH.COM || Instagram: @frederikus_suni || Terkait Kerjasama dapat menghubungi saya melalui kontak ������ || WhatsApp: 082140319973 || Email: tafenpahtimor@gmail.com

Posting Komentar untuk "Memaknai Tradisi Lol Ton Masyarakat Dawan Timor NTT dalam Perspektif Komunikasi Kebudayaan "