Memahami Filsafat Kebudayaan Ernst Cassirer di Balik Makna Tari Bonet Etnis Dawan Timor Indonesia serta Relevansinya terhadap Kemajuan NTT

Penulis: Frederikus Suni

Tari Bonet suku Dawan Timor Barat Indonesia. Gambar: Kompasiana


TAFENPAH.COM - Filsuf Ernst Cassirer berupaya untuk memahami keberadaan orang lain melalui penggunaan simbol-simbok kebudayaan. Karena pada dasarnya manusia adalah makhluk sosial. Artinya: makhluk yang hidup dan dalam unsur-unsur kebudayaan itu sendiri.

Di balik unsur-unsur kebudayaan, kita pun lebih mudah memahami kehidupan di tengah keberagaman atau pluralisme.

Sebelum saya mengajak pembaca untuk mendalami tema tulisan di atas, alangkah baiknya kita melihat bersama bagaimana kehidupan pluralisme yang ada di Indonesia. 

Indonesia merupakan negara terluas ke-15 dunia sekaligus negara di kawasan Asia Tenggara yang memiliki jumlah penduduk terbesar ke-4 dunia per pertengahan tahun 2024.

Data statistik tersebut, secara garis besar ikut memberikan lanskap atau potretan tentang bagaimana kekayaan alam, sumber daya manusia, budaya, suku, bahasa, agama, karakter, ideologi, tingkat pendidikan, dan berbagai aspek kehidupan lainnya.




Salah satu aspek vital/penting yang akan kita bahas dalam tulisan ini adalah yang berkaitan dengan kebudayaan, lebih spesiknya adalah saya ingin mengulas dinamika, makna, dan filosofi di balik Tari Bonet suku Atoin Meto (kelompok etnis Dawan Timor Barat) yang tinggal di wilayah perbatasan Indonesia dan Timor Leste, tepatnya di provinsi Nusa Tenggara Timur.

Wilayah paling selatan Indonesia ini, jauh sebelum kedatangan bangsa-bangsa Barat, khususnya Portugis pada abad ke-16 (1501 M - 1600 M) dan Belanda pada abad ke-17 (1601 M - 1700 M), secara kepercayaan/religi dan kebudayaan, kehidupan Atoin Meto/suku Dawan lebih condong kepada kepercayaan animisme. Aliran ini mempercayakan di balik setiap benda yang ada di semesta ini memiliki roh/jiwa.

Aliran kepercayaan inilah yang menjadi fondasi Atoin Meto dalam mendesain kehidupan hariannya, terutama ketika mereka membangun ekosistem komunikasi lintas budaya.

Berbicara tentang nilai-nilai kebudayaan, tentunya setiap kebudayaan yang ada di nusantara memiliki kekayaan makna.

Ketika kita sampai di persoalan makna, tentunya hal ini berkaitan dengan pengalaman fenomenologi atau cerita historis seputar perjalanan hidup Atoin Meto, terutama bagaimana kelompok etnis terbesar di daratan pulau Timor ini melihat bagaimana mereka membangun komunikasi yang baik dengan budaya lain.

Untuk memahami lebih jauh terkait pesan-pesan moral di balik Tari Bonet Suku Dawan Timor NTT, alangkah lebih komprehensifnya, teman-teman pembaca dapat melihat sekaligus merefleksikannya melalui artikel yang saya publikasi pada tahun 2023 dengan tema "Memahami Makna Tari Bonet Etnis Dawan Timor, Nusa Tenggara Timur."

Setelah teman-teman membaca makna tari Bonet Dawan Timor, Nusa Tenggara Timur di atas, saya pun kembali menyajikan beberap intisari dari topik tersebut, di antaranya;

- Tari Bonet melambangkan semangat persatuan
- Tari Bonet mencerminkan bagaimana kekompakkan itu sangat penting dalam kehidupan
- Tari Bonet merupakan perayaan nilai-nilai leluhur Atoin Meto
- Tari Bonet merepresentasikan kekayaan budaya suku Dawan Timor
- Tari Bonet melambangkan identitas Atoin Meto ketika menerima tamu/orang asing/pendatang.

Membedah Filsafat Kebudayaan Ernst Cassirer

Filsuf Ernst Cassirer merupakan pemikir besar bangsa Eropa, khususnya di awal pertengahan abad ke-20. Zaman itu kehidupan sosial termasuk nilai-nilai kearifan lokal bangsa Eropa, terutama masyarakat Jerman terkontaminasi dengan sistem politik Adolf Hitler yang anti ras.

Di mana, Hitler berpendapat bahwa 'RAS ARYA' unggul dalam bidang apa pun. Realitanya, ras Arya ini hidup dalam kekacauan di tengah konflik politik, ekonomi, pertarungan ideologi kapitalisme dan komunisme yang menyebabkan pecahnya perang dunia ke-2 di awal abad ke-20.

Isu besar tersebut memaksa filsuf Ernst Cassirer untuk memahami manusia berdasarkan simbol. Artinya, pengalaman hidup filsuf Ernst Cassirer yang hidup dalam tiga kebudayaan besar yakni: dirinya lahir di Polandia, besar di Jerman, dan berkarya di Amerika Serikat.

Elaborasi dari pengalaman hariannya sewaktu di Polandia, Jerman, dan Amerika Serikat menyimpan kekayaan makna hidup. Di samping itu, pengamatan indrawinya turut memperkaya pemikirannya terkait dengan konsep manusia simbolik.

Pada kodratnya manusia sendiri yang menciptakan budaya, termasuk penggunaan simbol-simbol kebudayaan. Artinya; manusia adalah produk kebudayaan. Logikanya kurang lebih sama yakni; budaya adalah bagian dari sejarah perjalanan hidup manusia.

Di mana manusia berpijak, di situlah ia berusaha untuk menciptakan simbol-simbol kebudayaannya. Dari simbol kebudayaan, manusia pun berusaha untuk melibatkan dirinya dalam berbagai aktivitas harian.

Aktivitas manusia tidak akan pernah terlepas dari penghayatan tentang bagaimana pesan-pesan etika dan moral yang terkandung di dalam simbol-simbol kebudayaan.

Dari pemikiran dan pengalaman tersebut, saya teringat akan konsep fenomenologis dalam aliran Filsafat Barat yang memandang segala sesuatu berdasarkan pengalaman subjektif.

Kendati pengamatan subjektif (Manusia) terhadap semestanya (objektif) merupakan satu kesatuan yang tidak bisa berjalan sendiri. Namun, di balik peristiwa besar itu, ada sesuatu yang tidak bisa kita sampaikan secara langsung.

Pemikir-pemikir filsafat Kosmologi akan menamakan peristiwa tersebut dengan konsep pengalaman metafisis. Artinya; sesuatu yang tidak kita ketahui dari mana asalnya selalu hidup berdampingan dengan kita. Lebih tepatnya kita memahaminya sebagai satu kekuatan absolut dari penguasa bumi dan langit.

Pemikiran dan konsep tersebut juga berlaku dalam pengamatan filsuf Ernst Cassirer dalam memandang manusia yang hidup dalam satu negara, tapi secara penghayatan berbeda dalam karakter, pemikiran, gaya hidup, dan berbagai aspek sosial lainya.

Perbedaan itu hanya dapat kita mengerti, jika kita memahami simbol-simbol kebudayaan yang berlaku dalam kehidupan budaya sendiri dan orang lain.


Makanya, ada pepatah atau semacam keyakinan klasik dari filsuf Ernst Cassirer yakni: untuk memahami keberadaan sesama, pertama-tama kita harus mendekatinya melaui aspek kebudayaan. Dalam aspek kebudayaan itu, tentunya adalah penggunaan simbol. Di balik simbol itulah manusia memahami makna hidup.


Relevansi Pemikiran Filsafat Kebudayaan Ernst Cassirer, Makna Tari Bonet Etnis Dawan Timor Indonesia Terhadap Kemajuan Nusa Tenggara Timur

Ketika mendengar nama NTT, pemahaman kita hanya tertuju pada keindahan alamnya, terutama kawasan wisata di daratan Flores (Pulau Komodo), Labuan Bajo, eksotiknya Pantai Kolbano dan Oetune yang menyerupai gurun pasir sebagaimana yang terdapat di Timur Tengah, kota toleransi Indonesia dan berbagai hal unik di wilayah terselatan Indonesia itu.

Namun, jauh dari kesan pariwisata tersebut, wilayah NTT juga kaya akan simbol-simbol kebudayaan. Sayangnya, dari sekian banyaknya kekayaan budaya NTT, hanya segelintir kebudayaan di pulau tertentu yang berhasil memikat wisatawan. Sedangkan kekayaan simbol kebudayaan daerah-daerah lain belum sepenuhnya dikelola dengan baik oleh pemerintah kabupaten, kota, dan provinsi NTT.

Untuk itu, Tafenpah yang fokus utamanya pada informasi kearifan lokal budaya NTT, terutama suku Dawan Timor Barat Indonesia selalu berupaya untuk menyajikan berita, informasi, dan hal-hal unik di balik kisah keseharian suku Atoni Meto.

Memahami filsafat kebudayaan filsuf Ernst Cassirer, termasuk bagaimana kita memahami kekayaan simbolik di balik makna Tari Bonet suku Dawan Timor Barat, sejatinya memudahkan kita untuk melihat peta perjalanan provinsi Nusa Tenggara Timur dalam kacamata kekayaan budaya.

Fenomenologi ini memang berkaitan dengan kearifan budaya (local wisdom). Karena di dalam kearifan lokal budaya NTT pada umumnya terdapat kesadaran pikiran, perasaan, kebersamaan, religius, rekonsialiasi seluruh masyarakat yang berada di FLOBAMORA (Flores, Sumba, Timor, dan Alor) untuk memperjuangkan kemajuan NTT dari aspek/bidang apa pun.

Maju dan berkembangnya wilayah NTT tidak akan pernah lepas dari cara hidup serta pemikiran warganya yang selalu berpedoman pada nilai-nilai kearifan lokal dari mana mereka lahir, bertumbuh, dan berproses menjadi manusia ideal dalam aspek ilmu pengetahuan, politik, budaya, ekonomi, pariwisata, gaya hidup, dll.

Pemikiran filsafat kebudayaan filsuf Ernst Cassirer yang di dalamnya memuat kekayaan makna Tari Bonet suku Dawan Timor Indonesia, terutama bagaimana penghayataan kelompok suku Atoin Meto yang selalu berusaha untuk memperjuangkan kesetaraan, kebersamaan, penghargaan terhadap pribadi, baik individu maupun kelompok, kekompakkan hingga perilaku-perilaku positif sebagaimana yang terkandung di dalam kelima Sila Pancasila menjadi dasar kuat bagi kita untuk menjalani kehidupan tanpa adanya diskriminasi, apalagi membangun sekat-sekat sosial.

Untuk itu, hipotesa saya adalah tulisan ini secara garis besar mengajak kita untuk bersafari/berwisata ke labirin kehidupan manusia, di mana roh dari kehidupan pluralisme adalah bagaimana kita menghargai orang lain bukan karena ia mempunyai status. Tapi, lebih daripada itu adalah bagaimana kita menjalani kehidupan bersama orang lain selalu berpegang teguh pada prinsip positivisme. Artinya; nilai-nilai kemanusiaan lebih penting dari apa pun.

Mari, kita merajut kebersamaan dalam kacamata kearifan lokal budaya dari mana kita lahir dan dibesarkan. Karena di sanalah kita akan menemukan sejuta makna inspirasi hidup.

Disclaimer: Esay ini menggunakan ciri penulisan populer yang didasarkan pada pengalaman empiris penulis. Meskipun tulisan ini tidak sekomprehensif, namun setidaknya memberikan pandangan terkait bagaimana wilayah NTT, khususnya kelompok suku Dawan Timor Barat Indonesia memiliki kekayaan makna di balik penggunaan simbol-simbol kebudayaannya.

Intagram Penulis: @suni_fredy
Tiktok : @tafenpah.com
Youtube: Perspektif Tafenpah



TAFENPAH.COM
TAFENPAH.COM Salam kenal! Saya Frederikus Suni, Mahasiswa Ilmu Komunikasi Universitas Siber Asia ||Menekuni bidang Jurnalistik sejak 10 tahun lalu. ||Saya pernah menjadi Jurnalis/Wartawan di Metasatu dan NTTPedia.Selain itu, saya juga berkolaborasi dengan salah satu Dosen dari Binus university dan Atma Jaya, terutama Proyek dari Kementerian Komunikasi dan Informatika RI, dalam pendistribusian berita ke Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Timur.Saya juga pernah menjadi bagian dari Public Relation/PR sekaligus Copywriter dari Universitas Dian Nusantara (Undira) Tanjung Duren Jakarta Barat.Saat ini fokus mengembangkan portal pribadi saya TAFENPAH.COM dan juga menjadi kontributor di beberapa website tanah air, Kompasiana, Terbitkanbukugratis, Eskaber, PepNews, Lombokainsider.Tulisan saya juga beberapa kali dipublikasikan ulang di Kompas.comSaya juga menerima jasa pembuatan Website ||Media sosial:YouTube: Perspektif Tafenpah||TikTok: TAFENPAH.COM ||Instagram: @suni_fredy ||Terkait Kerjasama dapat menghubungi saya melalui kontak ������ ||WhatsApp: 082140319973 ||Email: tafenpahtimor@gmail.com

Posting Komentar untuk "Memahami Filsafat Kebudayaan Ernst Cassirer di Balik Makna Tari Bonet Etnis Dawan Timor Indonesia serta Relevansinya terhadap Kemajuan NTT"