Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

6 Kompetensi Dasar Menjadi Jurnalis Menurut Pemikiran Peter Henshall dan David Ingram

Penulis Frederikus Suni 

Konferensi pers sejumlah wartawan dari media ternama bersama dengan figur publik. Sumber/gambar: M-update.

Tafenpah.com - Menjadi Jurnalis di era digital ini memang susah-susah gampang, sih.

Pasalnya, sejak perkembangan teknologi digital, profesi jurnalis pun dihadapkan dengan pelbagai problem.

Meskipun demikian, profesi jurnalis masih sexy dan akan terus dibutuhkan oleh bangsa Indonesia.

Lantaran, semakin tingginya tingkat pendidikan dan kesejahteraan seseorang, tingkat penalarannya pun kritis terhadap banyak hal.

Begitu pun dengan permasalahan atau peristiwa yang terjadi dalam kehidupan sehari-hari, mulai dari ledakan populasi penduduk, masalah-masalah sosial, ekonomi, budaya, politik dan lainnya sebagainya juga diperlukan konsumsi berita yang valid dan aktual oleh masyarakat.

Untuk mendapatkan berita yang valid, jurnalis adalah aktor utamanya.

Akan tetapi, menjadi jurnalis juga dibutuhkan kemampuan harskill dan softskill di atas rata-rata.

Lantas, apa saja kompetensi dasar yang wajib dimiliki oleh seorang Jurnalis?

Screenshot materi Videografi dan Periklanan Prodi Ilmu Komunikasi Universitas Siber Asia. Tafenpah.com



Ditinjau dari materi kuliah 'Videografi dan Periklanan,' Program Studi Ilmu Komunikasi Universitas Siber Asia yang diajarkan oleh ibu Diovita Hemika Pramadhani, S.Ikom., M.Si, setidaknya ada 6 indikator atau kompetensi dasar untuk menjadi Jurnalis versi Peter Henshall dan David Ingram, di antaranya sebagai berikut:

1. Rasa Ingin Tahu
2. Hasrat atau Keinginan Menulis 
3. Keinginan Berpengaruh
4. Haus Pengetahuan 
5. Ketajaman Berpikir Sistematis 
6. Empati

Sebagai pendekatan kontekstual, saya akan berusaha untuk menjabarkan arti dan makna dari ke-6 kompetensi dasar menjadi jurnalis, sesuai dengan pengalaman saya, ketika saya masih bekerja sebagai Wartawan/Jurnalis di Metasatu.com dan NTTPedia.id 

Konferensi pers sejumlah wartawan dari media ternama bersama dengan figur publik. Sumber/gambar: M-update.


1. Rasa Ingin Tahu

Seorang jurnalis mau tidak mau dituntut untuk melatih bahkan memupuk rasa kepo/rasa ingin tahunya tentang segala sesuatu yang terjadi dalam kehidupan masyarakat.

Lebih spesifiknya adalah sewaktu saya ditugaskan Pemred Metasatu untuk meliput isu-isu seputar politik nasional di Jakarta hingga persoalan humaniora yang terjadi di tengah masyarakat, pertama-tama saya membangun jejaringan atau relasi yang lebih hangat dengan tokoh politik dan juga figur publik, sesuai dengan penempatan objek liputan.

Awalnya, saya merasa kebingungan dengan ritme pekerjaan sebagai wartawan/jurnalis. Apalagi background pendidikan saya adalah mahasiswa drop out dari Sekolah Tinggi Filsafat dan Teologi Widya Sasana Malang dan Universitas Dian Nusantara Jakarta.

Rasa pesimis atau ketidakpercayaan terhadap diri sendiri, apalagi ketika mewawancarai tokoh politik nasional yang sudah memiliki reputasi dan kredibilitas di panggung politik nasional.

Meskipun begitu, Pemred saya selalu memotivasi dan mengarahkan saya untuk lebih percaya diri dalam bekerja.

Jadi, integritas dan profesional saat itu pun dipertaruhkan, terutama eksistensi atau keberadaan saya dan juga media yang telah menaungi saya.

Memang benar adanya, bahwasannya menjadi jurnalis itu tidak mengenal kata 'Pesimis.'

Untuk menyiasati rasa ketidakpercayaan terhadap diri sendiri, saya pun harus memompa diri dengan rasa ingin tahu terhadap segala sesuatu.

Usaha tidak pernah mengkhianati hasil, saya mendapatkan kepercayaan diri untuk mengobral dengan tokoh nasional baik secara langsung maupun tidak langsung via pesan WhatsApp.

Rasa ingin tahu juga membawa kenikmatan dalam bekerja.


2. Hasrat atau Keinginan Menulis 

Menjadi jurnalis tidak hanya cakap atau pandai dalam mengumpulkan data di lapangan.

Melainkan seorang jurnalis juga harus menyukai bidang tulis menulis.

Di mana, kegiatan menulis dan menjabarkan data hingga menghasilkan informasi yang valid, informatif, menghibur dan bernilai humanis juga memerlukan pengetahuan yang cukup bagi seorang jurnalis.


3. Keinginan Berpengaruh 

Tulisan yang kita publikasikan itu harus berdampak positif dan mudah dijangkau oleh seluruh lapisan masyarakat.

Untuk itu, bahasa penulisan berita itu meskipun formal, namun jangan terlalu kaku dan membosankan.

Lebih jauhnya, jurnalis itu dikatakan berpengaruh, bilamana ia memiliki kemampuan untuk merangkul semua orang, tanpa harus membeda-bedakan antara satu dan lainnya.

Pasalnya mempengaruhi orang lain, dalam hal ini audience/massa tidak harus berpatokan pada seberapa besarnya ketenaran nama jurnalis, melainkan seberapa besar cinta dan rasa kemanusiaannya dalam bekerja.

4. Haus Pengetahuan 

Calon Jurnalis atau pun jurnalis yang sudah lama bekerja di industri media tidak pernah mengenal kata 'berlelah-lelah atau santai-santai saja.'

Mengingat pengetahuan itu bersifat dinamis. Artinya, kemarin dan hari ini kita menguasai bidang kehidupan tertentu, akan tetapi esok dan lusa, pengetahuan tersebut sudah tidak relevan lagi dengan situasi masyarakat.

Makanya, kemampuan untuk memperbaharui diri atau upgrade diri secara kontinyu itu penting bagi jurnalis.

Memahami kompleksitas permasalahan dan juga ilmu pengetahuan dan teknologi adalah syarat mutlak bagi seorang jurnalis.

5. Ketajaman Berpikir Sistematis 

Berpikir sistematis atau menjabarkan masalah-masalah yang sulit dan besar ke dalam tulisan yang sederhana mampu membawa jurnalis pada profesionalitasnya sebagai aktor atau penjaga demokrasi.

Selain itu, berpikir out of the box atau berpikir di luar padarigma paten sehari - hari dapat membawa jurnalis pada tingkat produktivitasnya.

6. Empati

Jurnalis yang tidak memiliki rasa empati, sama halnya kita menikmati makanan tanpa ada pemanisnya.

Rasa empati juga akan mendekatkan jurnalis dengan masyarakat.

Selain empati juga sebagai sarana untuk memahami diri kita sendiri dalam diri orang lain.

Dalam hal ini, kita akan berbicara tentang pemikiran filsafat Liyan.

Filsafat Liyan adalah disiplin ilmu yang mengedepankan aspek empati (humaniora) dalam keseharian manusia.

Artinya apa yang sedang terjadi atau dialami oleh narasumber, sama seperti yang kita alami sendiri.

Rasa empati juga akan memudahkan kita dalam memperkaya berita kita dihadapkan publik.


Demikian penjelasan singkat tentang 6 Kompetensi Dasar yang harus dimiliki oleh seorang jurnalis, versi pakar Peter Henshall dan David Ingram.


Sumber: Materi kuliah Videografi dan Periklanan, Prodi ilmu Komunikasi Universitas Siber Asia 




Frederikus Suni Admin Tafenpah Group
Frederikus Suni Admin Tafenpah Group Frederikus Suni (Fredy Suni) Mahasiswa Program Studi Ilmu Komunikasi Universitas Siber Asia (Asia Cyber University) | Frederikus Suni pernah DO dari Sekolah Tinggi Filsafat dan Teologi Widya Sasana Malang dan Fakultas Ilmu Komunikasi Universitas Dian Nusantara (Undira) Jakarta || Terkait kerja sama dan informasi iklan bisa melalui email tafenpahtimor@gmail.com || || Instagram: @suni_fredy || @tafenpahcom || @pahtimorcom || Youtube: @Tafenpah Group

Posting Komentar untuk "6 Kompetensi Dasar Menjadi Jurnalis Menurut Pemikiran Peter Henshall dan David Ingram "