Kumpul Kebo: Penyelewengan Terhadap Hukum Kodrati dan Norma Perkawinan Kristiani
Penulis: Petrus Lanang | Editor: Frederikus Suni
Kumpul Kebo: Penyelewengan Terhadap Hukum Kodrati dan Norma Perkawinan Kristiani. Sumber/foto: Freepik
Kupang, Tafenpah.com - Panggilan untuk hidup bersama sebagai pasangan suami istri tentunya adalah sebuah anugerah yang patut disyukuri sebagai seorang beriman katolik. Tentunya bahwa dibalik semua itu ada tujuan ilahi yang diperuntukan kepada manusia.
Tak terpungkiri bahwa semuanya itu tertuju kepada panggilan Allah untuk menjadi rekan kerja-Nya. Untuk menjadi rekan kerja-Nya, maka setiap orang atau pasangan dipanggil untuk menaati hukum ilahi/kodrat, hukum gereja dan juga hukum sipil. Tentunya semuanya ini lebih kepada nilai-nilai atau tanggung jawab yang harus diemban setiap pasangan nantinya.
Berhadapan dengan realitas saat ini, hidup bersama
sebagai pasangan suami-istri diwarnai dengan pengingkaran, penundaan dan
penolakan untuk melaksanakan komitmen hidup bersama dalam sakramen perkawinan
(bdk. Dok. Hidup bersama pasangan tanpa nikah 8). Masih banyak pasangan yang
bertindak diluar hukum. Mereka hidup bersama namun tanpa menikah atau diluar
nikah. Hal ini yang dalam kalangan masyarakat dikenal dengan kumpul kebo.
Mereka memilih untuk hidup bersama namun untuk mengakui atau melegalkan hal tersebut
masih merupakan suatu yang masih dilematis, belum ada komitmen dari pasangan
untuk mengkukuhkan perkawinan mereka.
Pandangan gereja katolik bagi pasangan kumpul kebo
Dalam Kateksimus gereja katolik kumpul kebo adalah
hubungan bebas antara laki-laki dan perempuan yang tinggal bersama Bagi gereja
Katolik, tindakan kumpul kebo merendahkan martabat pernikahan, merusak konsep
keluarga, melemahkan nilai kesetiaan dan melawan hukum moral (bdk. KGK 2390). Umumnya
pandangan mengenai kumpul kebo adalah sesuatu yang berdampak negatif dimana
pasangan tersebut tidak bertanggung jawab terhadap pemberian Allah atas
perkawinan tersebut dan lebih paranya lagi menghilangkan makna perkawinan yang
adalah suatu yang suci dan harus disempurnakan atau disucikan dihadapan Allah
dan sesama melalui sakramen perkawinan.
Melalui pemahaman ini maka tentunya bahwa gereja
Katolik menolak prilaku atau praktik kumpul kebo ini. Penolakan akan praktik
ini tentunya juga memiliki dasar yakni pada ajaran-ajaran iman gereja.
Pendasaran yang terkait penolakan ini dapat diambil salah satunya yakni kitab
suci.
Dalam kitab suci praktik kumpul kebo ini disebut
sabagi dosa. Dalam perjanjian lama, kitab kejadian 20:14 kumpul kebo disebut
sebagai perbuatan zinah. Tak jauh dari itu kitab imamat menegaskan, bila
seorang laki-laki berzina dengan istri orang lain yakni berzina dengan istri
sesamanya manusia, pastilah keduanya dihukum mati, baik laki-laki maupun
perempuan yang berzina itu. Dalam perjanjian baru, misalnya injil Matius
ditegaskan kembali apa yang telah di tulis dalam hukum taurat mengenai larangan
untuk berbuat zinah, yang mana hal ini lebih luas pemahamannya. Perzinahan
tidak hanya dilihat sebagai hubungan fisik, melaikan juga secara psikis (Mat.
5:27-32).
Melalui
salah satu rujukan ajaran iman tersebut, jelaslah bahwa kumpul kebo adalah
dosa, sebab hal tersebut bertentangan dengan kehendak Allah atau hukum
kodrati/ilahi. Untuk menghindari praktik kumpul kebo tersebut pasangan suami
istri diharapkan untuk memikirkan secara matang panggilan hidup bersama mereka
dan perluh melihat aspek kemurnian atau makna dari sebuah perkawinan.
Pernikahan: panggilan
untuk hidup dalam kesucian
Pewahyuan kristen mengakui adanya dua cara yang khas
dalam mewujudkan panggilan manusia secara keseluruhan untuk mencintai, salah
satunya ialah pernikahan (bdk. Familiaris Consortio 22). Hal ini mau menegaskan
bahwa melalui pernikahan pasangan dapat mewujudkan panggilan hidupnya secara
total dan menyeluruh. Tidak ada lagi kemungkinan-kemungkinan untuk membuat
suatu keputusan lain di kemudian hari. Dengan demikian untuk menghindari kumpul kebo
ada baiknya kita mengetahui pandangan gereja mengenai pernikahan.
Dalam katekismus gereja katolik menerangkan arti dari
sebuah pernikahan antara pasangan suami-istri bahwa melauinya kedua mempelai
menyerahkan diri secara timbal balik dan dari sana juga menjadi simbolisasi
penyerahan diri Kristus kepada Gereja-Nya, yang dihadirkan dalam kurban
ekaristi dan menerima ekaristi, supaya mereka hanya membentuk satu tubuh di
dalam Kristus melaui pemersatuan dengan tubuh dan darah Kristus yang sama.
Dalam dokumen Konsili Vatikan II khususnya dalam Lumen
Gentium dikatakan bahwa: “para suami-istri kristiani dengan sakramen perkawinan
menandakan misteri kesatuan dan cinta kasih yang subur antara Kristus dan
Gereja, dan ikut serta menghayati misteri itu,; atas kekuatan sakramen mereka
itu dalam hidup berkeluarga maupun dalam menerima dan mendidik anak saling
membantu untuk menjadi suci ( Lumen Gentium Art. 11).
Pemaparan ini hanya mau memperlihatkan bahwa pernikahan
adalah suatu hal yang sangat penting baik untuk kehidupan pasangan, kehidupan
keluarga, maupun untuk pertumbuhan afeksi anak dan pendidikan mereka. Tak
dipungkiri bahwa melalui pernikahan pasangan menghindari dosa perzinahan,
karena “persetubuhan hanya boleh dilakukan di dalam pernikahan, di luar itu
persetubuhan merupakan dosa berat dan mengucilkan seseorang dari persekutuan
sakramnetal” ( bdk. LGK 2390). Maka, hanya melalui pernikahan pasangan mampu mengembangkan
hidup dan keluarga dengan baik dan mampu meghayati spiritualitas perkawinan
menuju kepada kekudusan.
Kesimpulan
Setiap panggilan
hidup sebagai seorang kristiani adalah menuju kekudusan. Kekudusan yang
dimaksudkan adalah sejauh setiap pribadi menghidupi pilihanya tersebut sesuai
dengan kehendak kodrati/ilahi. Memilih untuk hidup berkeluarga berarti harus
menyadari akan tingginya nilai dan makna panggilan tersebut. Maka, tindakan
kumpul kebo dalam panggilan hidup berkeluarga adalah secara moral bertentangan
dengan hukum yang ada dalam kehidupan masayarakat, bertentangan dengan hukum
kodrat/ilahi, serta bertentangan dengan kehidupan mengereja. Dengan demikian,
agar penghayatan akan panggilan hidup berkeluarga semakin subur perluhlah melihat nilai dan
makna anugerah sakramen perkawinan.
Posting Komentar untuk "Kumpul Kebo: Penyelewengan Terhadap Hukum Kodrati dan Norma Perkawinan Kristiani"
Posting Komentar
Berkomentarlah dengan baik dan sopan ya! | Terima kasih
Diperbolehkan mengutip tulisan dari Tafenpah tidak lebih dari 30%, dengan syarat menyertakan sumber | Mari, kita belajar untuk menghargai karya orang lain | Salam hangat