Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Teologi Natal dan Kembalinya Perantau Atoni Pah Meto ke Kuan Bale Biinmaffo, Tanah Perbatasan Indonesia dan Timor Leste

Penulis: Frederikus Suni

Teologi Natal dan Kembalinya Perantau Atoni Pah Meto ke Kuan Bale Biinmaffo, Tanah Perbatasan Indonesia dan Timor Leste. Kolose foto Atoni Pah Meto Jakarta Barat. Tafenpah.com


Tafenpah.com - Perayaan Natal umat Kristen, khususnya umat Kristiani yang jatuh pada tanggal 25 Desember setiap tahun, bukan persoalan gemerlapnya lampu di balik hiasan pohon Natal yang kita jumpai di di berbagai tempat, mulai dari pusat-pusat hiburan dan perbelanjaan kota metropolitan sampai di pelosok nusantara.

Apalagi perkara alunan musik religi Kristen yang makin syahdu dan membawa imajinasi setiap perantau akan canda tawa, sukacita dan pelbagai atmisfer di tengah kehangan keluarga tercinta.

Melainkan Natal itu sebagai ruang refleksi, kontemplasi atau bayangkan akan segala peristiwa kehidupan yang dialami setiap orang, khususnya perantau Atoni Pah Meto/suku Dawan Timor yang saat ini berada di belahan dunia manapun.




Pertama-tama, di sini penulis bukanlah seorang ahli Teolog, namun berdasarkan pengalaman penulis yang hampir 6 tahun menekuni panggilan sebagai Seminaris atau calon Imam (Pastor, Romo) di Seminari Tinggi SVD Surya Wacana Malang, Jawa Timur, penulis pun bisa membagikan refleksi singkat seputar makna teologis di balik perayaan Natal umat Kristen.

Sesuai dengan spiritualitas pendiri Serikat Sabda Allah atau dalam bahasa Latin disebut: Societas Verbi Divini (SVD), Santo Arnoldus Janssen meletakkan karya pelayanannya pada kekuatan Roh Kudus yang termanivestasi dalam diri Yesus Kristus.

Atau lebih jelasnya pembaca juga pasti pernah mendengar istilah bahasa Latin di bawah ini:

"VIVAT DEUS UNUS et TRINUS in CORDIBUS NOSTRIS, yang dalam terjemahan bahasa Indonesia adalah (HIDUPLAH ALLAH TRITUNGGAL DALAM HATI SEMUA MANUSIA).

Berdasarkan spiritualitas Santo. Arnoldus Janssen (pendiri SVD, SSpS, dan SSpSAp) ini, kita sudah dapat memahami intisari di balik peran Roh Kudus dalam kehidupan harian kita, kan?

Jika, ya syukurlah. Namun, jika belum tugas kita adalah terus mencari Roh apa yang telah menggerakkan kita dalam kehidupan ini.

Nah, korelasi dari spiritualitas St. Arnoldus Janssen di atas, tentunya masih dan terus relevan dalam kehidupan kita sampai kapan pun, kecuali tibalah saatnya kita ditelan bumi ini.

Berkaitan dengan Teologi Natal, penulis meramu, sambil merefleksikan kehidupan penulis sebagai perantau.

Sebagai perantau yang berasal dari kampung Haumeni, Kecamatan Bikomi Utara, Kabupaten Timor Tengah Utara, Provinsi Nusa Tenggara Timur, merayakan Natal di tengah keluarga tercinta adalah dambaan penulis, termasuk juga perantau yang lainnya.

Apalagi sebagai bagian dari Atoni Pah Meto/Suku Dawan Timor yang mendiami lembah Bikomi (bagian dari BIINMAFFO: Biboki, Insana dan Miomaffo), semestinya Natal itu kami harus kembali ke kampung halaman.

Karena dalam antropologi Dawan, ada ajaran yang menjadi pedoman hidup kami yakni: "MASI MNAO MUK LO'O ME, NAIKAM MUP NIKAM HIT KUAN BALE."

Dalam terjemahan penulis adalah entah ke mana pun kita merantau atau melangkah, ingatlah keadaan kampung halaman kita.

Persoalan utama di sini adalah penulis dan sesama perantau dari BALE BIINMAFFO tidak memiliki biaya untuk pulang, terutama dalam merayakan Natal bersama keluarga tercinta.

Kalaupun ada yang pulang, itu adalah berkat yang lebih dari perantau yang berasal dari Kefamenanu, tanah perbatasan Indonesia dan Timor Leste.

Mengingat setiap perantau memiliki keterbatasan dalam hal apa pun. Bukankah, begitu sobatku?

Ini bukan pledoi atau pembelaan, sebagaimana pledoi para penguasa yang kita saksikan di layar kaca televisi dan ragam pemberitaan media mainstream belakangan ini.

Namun, ini soal ruang dan waktu. Karena segala sesuatu ada masanya. 

Landasan pemikiran ini juga ditulis para Teologi dalam Kitab Suci, yakni: Kitab Pengkhotbah 3:1 yang berbunyi, "Untuk segala sesuatu ada masanya, untuk apapun di bawah langit ada waktunya."

Topik pembicaraan ini, tentunya akan melahirkan banyak persepsi/pandangan/tafsiran, itu sangat sah-sah saja, kok.

Apa yang penulis tulis di atas adalah bagian dari refleksi penulis, barangkali pembaca punya pandangan, boleh lah nanti kita sharing melalui kolom komentar, ya.

Oke, lanjut! Setelah kita melihat bersama pemikiran Santo Arnoldus Janssen, Kitab Pengkhotbah, dan juga renungan penulis, saat ini kita melihat lebih dekat makna Teologis bagi perantau Etnis Atoni Pah Meto di bawah ini!


Natal Lebih Daripada Perayaan Simbolik Etnis Atoni Pah Meto

Hal penting yang ditekankan penulis adalah persoalan Natal itu bukanlah perayaan simbolik.

Memang, pada dasarnya Natal ini mengingatkan kita akan kelahiran Sang Juru Selamat yakni Yesus Kristus.

Sebagai umat Nasrani/Katolik sekaligus etnis Dawan Timor, sejak masuknya penyebaran injil di tanah Timor dari koloni Portugal dan Belanda, kepercayaan setempat kita sudah mengakui adanya Tuhan yang kita kenal dengan UIS NENO (penyebutan Tuhan dalam bahasa Dawan Timor - NTT).

Salah satu simbol ini kita bisa temukan dalam ketiga cabang kayu Uim Leu (rumah adat) yang kita sebut dengan 'HAU MONEF.'

Di mana, posisi UIS NENO atau Tuhan itu berada di tengah dan lebih tinggi dari kedua cabang yang ada di sebelah kiri dan kanan.

Lebih jelasnya, silakan baca tulisan penulis DISINI.


Masih pada ruang diskusi seputar makna Teologi Natal bagi perantau etnis Dawan.

Sebagaimana yang telah penulis sampaikan pada sub judul di atas, bahwasannya Natal itu lebih daripada perayaan simbolik.

Artinya, tugas utama kita dalam memaknai Teologi Natal tidak seharusnya kembali ke kampung halaman.

Karena kita juga bisa merayakan Natal dengan merenungkan atau merefleksikan kisah perjalanan hidup kita, termasuk pengalaman yang paling menyenangkan maupun pengalaman yang tidak menyenangkan selama kita di tanah rantau.

Sampai pada titik atau fase ini, kita akan menemukan insight atau masukan baru dari bisikan Roh Kudus.

Roh yang selalu menggerakkan kita dalam mensyukuri apa pun telah kita lalui.

Kita harus bangga dan apresiasi pada diri sendiri, karena kita sudah berjuang dalam menemukan versi terbaik diri kita.

Terlepas dari apakah kita sudah mencapai apa yang kita butuhkan atau belum, itu bukan menjadi persoalan!

Karena kita semua butuh proses untuk mencapai apa yang kita cita-citakan.

Hipotesa atau kesimpulan dari penulis adalah Teologi atau makna Natal tidak hanya persoalan perayaan simbolik. Lebih daripada itu kita harus mensyukuri apapun yang telah terjadi dalam hidup kita di tanah rantau. Karena kita sudah berani mengambil resiko untuk pergi jauh dari kampung halaman tercinta.

Keyakinan pada bimbingan Roh Kudus akan memampukan kita untuk bangkit dari setiap persoalan hidup.

Natal sebagai Ruang Pembaharuan Diri


Sebagai perantau, kita sudah merasakan pahit dan manisnya tinggal di negeri asing.

Akan tetapi, apakah kita pernah menyempatkan diri untuk bertanya pada diri sendiri, sudahkan kita bersyukur dengan pengalaman tersebut?

Tentunya setiap orang punya cara untuk mensyukuri setiap peristiwa yang telah dialaminya.

Karena kita dikarunia Tuhan dengan kemampuan yang berbeda-beda. Perbedaan itu tidak seharusnya menciptakan ruang pemisah di antara kita.

Justru sebaliknya kita harus saling suport dalam kondisi apapun. Apalagi sebagai perantau Atoni Pah Meto.

Kalau refleksi dari penulis itu sangat sederhana sih, yakni semoga kelahiran Tuhan Yesus di Hari Natal tahun ini membawa perubahan baru dalam meniti karir sesuai dengan passion yang penulis jalani saat ini.

Senada atau sama halnya dengan mereka yang sudah berkeluarga, sekiranya kelahiran Tuhan Yesus dapat menerangi keluarga yang sedang dilanda persoalan dan berkat Roh Kudus mereka kembali dipertemukan dengan keluarga tercinta.

Layaknya keharmonisan keluarga kecil dari Nazaret, Santo. Yosef dan Bunda Maria selaku orang tua dari Yesus Kristus.

Selamat mempersiapkan batin jelang Hari Raya Natal 2023. Semoga sukacita Natal dapat membawa perubahan dan semangat baru bagi kita semua tanpa terkecuali.

Instagram penulis @suni_fredy
Youtube: Tafenpah Group

Jatingan Tafenpah Group




















Frederikus Suni Admin Tafenpah Group
Frederikus Suni Admin Tafenpah Group Frederikus Suni (Fredy Suni) Mahasiswa Program Studi Ilmu Komunikasi Universitas Siber Asia (Asia Cyber University) | Frederikus Suni pernah DO dari Sekolah Tinggi Filsafat dan Teologi Widya Sasana Malang dan Fakultas Ilmu Komunikasi Universitas Dian Nusantara (Undira) Jakarta || Terkait kerja sama dan informasi iklan bisa melalui email tafenpahtimor@gmail.com || || Instagram: @suni_fredy || @tafenpahcom || @pahtimorcom || Youtube: @Tafenpah Group

Posting Komentar untuk "Teologi Natal dan Kembalinya Perantau Atoni Pah Meto ke Kuan Bale Biinmaffo, Tanah Perbatasan Indonesia dan Timor Leste"