Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Kisahku di Gereja Tua

Paroki Kristus Raja Haumeni. Dokumen Paroki.
Penulis: Fredy Suni 
Di balik bunyi lonceng Gereja, ada keceriaan, canda tawa, dan sejuta kenangan yang tak bisa dilukiskan dengan kata-kata.

Sebagai anak kampung, kami sekeluarga Paroki Kristus Raja Haumeni memiliki cerita tersendiri. Pesan emoji saja tidak cukup mewakili perasaan masa kecil kami di setiap sudut Gereja tua ini.

Baca juga : Bangga Menjadi Generasi Kampung Haumeni

Dari balik Gereja tua ini, kami berlarian, berteriak bebas di halaman Gereja. Setiap sore, kami berolahraga, berjumpa teman, bermain bola, gasing dan kelereng di depan halaman Gereja.

Gereja tua ini tidak hanya digunakan sebagai sarana beribadah kepada Tuhan Yesus. Melainkan kami gunakan untuk melepas canda tawa, kesedihan, dan bejibun rasa yang terbelenggu di rumah.

Di halaman depan Gereja tua ini kami memiliki kemerdekaan. Adapun pengalaman kami saat bersama dengan Misionaris SVD dari Swiss yakni Pater. Anton Frey SVD. Sosok inspiratif, tegas dan disiplin ini telah mengubah kami untuk menghargai waktu.

Dari balik Gereja tua ini kami mulai mengenal negara Swiss di bagian mana. Kami melatih spiritual kami. Afeksi atau perasaan kami mulai berkembang, seiring ajaran yang disuguhkan oleh Pater Anton Frey SVD.

Pater Anton Frey,SVD.Dokpri


Akan tetapi, sejak tahun 1999 pergolakan Timor Leste di perbatasan, sosok inspiratif ini memilih untuk kembali ke negara asalnya. Tujuannya untuk menghabiskan masa tuanya di sana.

Selepas kepergiaan sosok inspiratif ini, keceriaan, kemewahan, canda tawa anak-anak, orangtua, kakek-nenek mulai berkurang. Gegara aturan demi aturan baru yang bertujuan untuk kebaikan bersama. Tapi, pola pikir kami yang masih belum berkembang. Akhirnya, kami menganggap setiap aturan dari Pastor pribumi sebagai pengekangan.

Satu persatu umat mulai terpecah belah. Ada yang memilih untuk keluar merantau. Dan masih banyak alasan yang tidak bisa dijelaskan dengan logika sehat.

Tatkala di tanah rantau, kami generasi Haumeni merindukan kesunyian, kedamaian di kampung halaman kami. Terutama di halaman depan Gereja tua ini yang telah menyimpan segudang kenangan manis.

Denting piano Timor mulai menghiasi malam di tanah rantau. Rasanya ingin menangis. Gegara Pandemi yang belum berakhir. Emosi kami ikut diobrak-abrik oleh keadaan yang terkadang kurang bersahabat dengan kami anak rantau.

Di balik kerinduan, masih ada harapan untuk kembali mengulangi kisah kebersamaan di halaman depan Gereja tua ini. Rasanya sudah lama banget, kami tak melihat, apalagi duduk diam di dalam Gereja tua ini untuk berdoa.

Berderet-deretan bangku panjang Gereja tua ini masih ada hingga kini. Di setiap deretan bangku panjang nan indah di dalam Gereja tua ini, ada kisah tersendiri dari kami. Terutama kerinduan kami akan sosok Pater Anton Frey SVD.

Hai sobat, apakah kamu juga merasakan hal yang sama seperti yang saya rasakan? Bila ia, mari kita doakan dan selalu berharap, ke depan bangunan bersejarah ini menjadi pusat budaya.

Karena ornamen yang ada dalam setiap batu alam, menyimpan sejuta kenangan pula bagi orangtua kita. Mereka rela memikul pasir, batu alam dari tempat yang sangat jauh, demi mendirikan bangunan Gereja tua ini.

Sebagai pecinta budaya akan warisan misionaris, tentunya kita harus tetap menjaga keaslian Gereja tua ini. Karena eksterior dan interior dari balik batu alam yang mengelilingi Gereja ini memiliki nilai sejarah.

Nilai-nilai sejarah ini akan menjadi berkat, bila pemerintah daerah menaruh harapan yang besar pada peninggalan benda-benda bersejarah. Gereja tua ini bisa disulap menjadi tempat wisata religi bagi wisatwan.

Masalahnya kita masih kesulitan di dana. Sumber daya manusia sangat berkompeten di bumi Haumeni, tapi tiada seorang pun yang berani untuk keluar dari zona nyaman.

Melestarian warisan budaya peninggalan misionaris adalah hal yang paling unik dan akan menjadi berkat bagi masyarakat Haumeni untuk menjaring wisatwan.

Kita selalu berharap, 5-10 tahun mendatang, bumi Haumeni dengan sejarahnya serta peninggalan yang sangat berharga bisa dijadikan sebagai tempat wisata dari pemerintah Desa Haumeni.

Sobat inilah kisahku. Rasanya sudah terlalu lama saya mengembara di tanah rantau. Semoga suatu saat saya bisa pulang dan berbagi ilmu demi kemajuan kampung halaman tercintaku.

Bila saudara-saudaraku yang berasal dari kampung Haumeni pingin nulis dan mau dipublikasikan di website ini, silakan pintu selalu terbuka untukmu saudaraku.

Di sinilah rumah kita generasi kampung Haumeni dalam menciptakan sejarah dan meninggalkan jejak digital di bumi pertiwi.

Salam tafenpah

Frederikus Suni Admin Tafenpah Group
Frederikus Suni Admin Tafenpah Group Hi salam kenal ya!!! Saya Frederikus Suni, biasanya disapa Fredy Suni adalah pendiri dari Tafenpah. Profesi: Mahasiswa Ilmu Komunikasi Universitas Siber Asia (Asia Cyber University). Saya adalah mahasiswa Droup Out/DO dari Sekolah Tinggi Filsafat Teologi Widya Sasana Malang dan Universitas Dian Nusantara (Undira). Saat ini bekerja sebagai Kreator Konten Tafenpah Group | Saya pernah menjadi Wartawan/Jurnalis di Metasatu.com dan NTTPedia.id || Saya pernah menangani proyek dari Kementerian Komunikasi dan Informatika RI || Saya pernah magang sebagai Copywriter untuk Universitas Dian Nusantara (Undira) Jakarta. Saat ini fokus mengembangkan portal yang saya dirikan yakni: www.tafenpah.com || www.pahtimor.com || www.hitztafenpah.com || www.lelahnyahidup.com || www.sporttafenpah.com || Mari, kita saling berinvestasi, demi kebaikan bersama || Terkait kerja sama dan informasi iklan bisa melalui email tafenpahtimor@gmail.com || || Instagram: @suni_fredy || @tafenpahcom || @pahtimorcom || Youtube: @Tafenpah Group

2 komentar untuk "Kisahku di Gereja Tua"

  1. Gereja tua yang sangat menyimpan berjuta kenangan disana, Pesan sya sebagai salh satu pemuda Haumeni semoga kita semua selalu dilindungi dan diberkati oleh Tuhan dimanapun kita berada saat ini🙏

    BalasHapus

Berkomentarlah dengan baik dan sopan ya! | Terima kasih


Diperbolehkan mengutip tulisan dari Tafenpah tidak lebih dari 30%, dengan syarat menyertakan sumber | Mari, kita belajar untuk menghargai karya orang lain | Salam hangat