Menggugat Pendidikan Indonesia dalam Cengkeraman Oligarki Politik
Penulis : Christhoforus R. Tefa ((61122063), José Roman Soares, Yoseph M. Nepa
Mahasiswa Fakultas Filsafat Unwira Kupang
![]() |
Konspirasi antara elite berkuasa dan partai politik berdampak besar pada melemahnya demokrasi dan menyingkirkan kepentingan masyarakat kecil. Dalam situasi ini, pendidikan kaum tertindas yang diusung oleh Paulo Freire, seorang pedagog dan filsuf asal Brazil, menjadi jalan pembebasan melalui penyadaran kritis (conscientization), yang menolak pendidikan sebagai alat penindasan. Menurutnya Pendidikan harus menjadi kekuatan revolusioner yang membela kaum marginal dan menghidupkan kembali semangat perjuangan demi terciptanya keadilan sosial yang sejati.
PENDAHULUAN
Oligarki politik secara khusus dalam konteks historis sistem pemerintahan bangsa Indonesia telah lama hilang dalam panggung perpolitikan Indonesia sejak tumbangnya rezim Soeharto pada Mei 1998. Tetapi dalam praktiknya akar-akarnya belum sepenuhnya hilang melainkan kembali tumbuh dalam sistem pemerintahan di Indonesia saat ini.
Hal ini tampak dalam setiap kebijakan pemerintah yang tidak memihak pada kepentingan masyarakat. Dengan ini sistem demokrasi yang kita anut semakin dipenjara. Oligarki yang pada kodratnya adalah pemerintahan di tangan segelintir orang bertentangan dengan hakikat demokrasi yang memihak pada kepentingan bersama. Oligarki menyebabkan masyarakat semakin teralenasi.
Tendensi untuk berkuasa, mencari keuntungan pribadi, menepati janji kampanye politik semata dan takut kehilangan kekuasaan adalah cara kerja oligarki. Pendidikan di Indonesia adalah salah satu bidang yang tidak luput dari cengkeraman oligarki politik yang kita rasakan saat ini.
Dalam dunia pendidikan Indonesia saat ini, oligarki secara eksplisit tampak dalam kebijakan pemerintah yang memangkas biaya pendidikan demi menggolkan program makan bergizi gratis yang merupakan bagian dari janji kampanye politik semata.
Biaya pendidikan yang semula digelontorkan untuk anggaran belanja pendidikan sebesar Rp 33,5 triliun dipangkas oleh Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah (Kemendikdasmen) sebesar 23,95%, atau sebesar Rp 8,03 triliun dari anggaran belanja awal sebesar Rp33,5 triliun untuk menunjang program makan bergizi gratis (Kompas.com, 11/02/25).
Pemotongan anggaran ini berdampak pada infrastruktur pendidikan dan kesejahteraan para guru terutama guru honorer. Ironisnya anggaran pendidikan semula saja tidak mampu menuntaskan persoalan pendidikan di Indonesia apalagi dipangkas angagrannya.
Hal ini semakin memperkeruh persoalan pendidikan di Indonesia menjadi lebih pelik. Terbukti ketika kita menyaksikan dan mendengar banyak jeritan anak-anak di pelosok-pelosok tanah air karena tiadanya gedung sekolah atau mungkin hanyalah sebuah gedung yang hampir reyot.
Betapa menderitanya mereka ketika harus mengenyam pendidikan. Hal yang sama juga turut dirasakan para tenaga pendidik yang mengeluh karena minimnya gaji yang mereka terima tidak (Kemendikdasmen) sebesar 23,95%, atau sebesar Rp 8,03 triliun dari anggaran belanja awal sebesar Rp33,5 triliun untuk menunjang program makan bergizi gratis (Kompas.com, 11/02/25). Pemotongan anggaran ini berdampak pada infrastruktur pendidikan dan kesejahteraan para guru terutama guru honorer.
Ironisnya anggaran pendidikan semula saja tidak mampu menuntaskan persoalan pendidikan di Indonesia apalagi dipangkas angagrannya. Hal ini semakin memperkeruh persoalan pendidikan di Indonesia menjadi lebih pelik. Terbukti ketika kita menyaksikan dan mendengar banyak jeritan anak-anak di pelosok-pelosok tanah air karena tiadanya gedung sekolah atau mungkin hanyalah sebuah gedung yang hampir reyot.
Betapa menderitanya mereka ketika harus mengenyam pendidikan. Hal yang sama juga turut dirasakan para tenaga pendidik yang mengeluh karena minimnya gaji yang mereka terima tidak setimpal dengan dedikasi mereka. Bahkan diantara mereka mungkin ada yang tidak menerima upah dari usaha dan kerja keras pengabdian mereka.
Karena itu Pemangkasan anggaran ini sangat tidak efisien karena menimbulkan kesenjangan pendidikan di Indonesia yakni kurangnya akses pendidikan di terutama di wilayah 3T (Tertinggal, Terdalam, Terluar).
Padahal hal yang paling urgen untuk menunjang keberlangsungan pendidikan adalah ketersediaan fasilitas pendidikan dan kesejahteraan guru. Jika kedua aspek ini pincang maka tujuan pendidikan untuk menghasilkan generasi unggul hanyalah sebuah slogan kosong tanpa makna.
ISI
Konspirasi Politik Dan Nasib Pendidikan Indonesia
![]() |
| Menggugat Pendidikan Indonesia dalam Cengkeraman Oligarki Politik. Mahasiswa Fakultas Filsafat Universitas Katolik Widya Mandira (UNWIRA) Kupang. Foto: Yoseph M. Nepa/TAFENPAH. TAFENPAH.COM |
Oligarki politik telah merugikan sistem pendidikan di Indonesia. Sistem oligarki yang melibatkan segelintir elite dalam usaha untuk meraup keuntungan dan kekuasaan menyebabkan suara-suara rakyat tidak didengarkan. oligarki cenderung mengakibatkan efek negatif pada kepentingan bersama (bonum commune) karena menganggap sepi partisipasi masyarakat dalam menentukan kehidupan bangsa.
Dalam diskursus politik Indonesia saat ini, nampaknya oligarki tidak berdiri sendiri melainkan ditopang oleh partai politik sehingga adanya konspirasi politik antara oligarki dan partai politik. Partai politik yang dulu menjadi oposisi dari elite yang berkuasa dan memainkan peranan kunci dalam menyampaikan suara rakyat, kini telah dirangkul oleh pihak yang berkuasa demi mewujudkan suatu program ambisius yakni makan bergizi gratis sehingga tiadanya oposisi untuk mengkritik kebijakan pemerintah yang meyeleweng atau tidak menjamin kesejahteraan masyarakat karena telah terjebak dalam suatu sistem yang memberikan kenyaman dan keuntungan.
Fungsi dari partai politik sebagaimana yang tertuang dalam Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2011 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2008 tentang Partai Politik adalah sebagai penciptaan iklim yang kondusif bagi persatuan dan kesatuan bangsa Indonesia untuk kesejahteraan masyarakat; penyerap, penghimpun, dan penyalur aspirasi politik masyarakat dalam merumuskan dan menetapkan kebijakan negara. Tetapi jika partai politik turut membelot dan mengikuti elite yang berkuasa demi kepentingan tertentu maka masyarakat akan semakin tersisihkan dan suara mereka tidak lagi didengarkan.
Nasib pendidikan Indonesia tidak menentu ketika berada di tangan segelintir orang yang berkuasa dan sokongan partai politik. Akibat dari konspirasi oligarki dan partai politik maka muncullah kesenjangan-kesenjangan yang tidak diinginkan rakyat yakni pengambilan kebijakan yang tidak memihak pada rakyat. Salah satu contohnya adalah mempersulit akses pendidikan di Indonesia dengan memangkas anggaran pendidikan.
Kekhwatiran tentang situasi demokrasi Indonesia yang termakan oleh konspirasi politik diungkapakan oleh Romo Franz Magnis Suseno yang mengatakan bahwa Indonesia memiliki cacat dalam sistem demokrasi karena tidak adanya kiri dalam politik. Kiri dalam arti bahwa harus ada partai yang memihak atau mewakili suara orang-orang kecil yang terbungkam seperti kaum petani, buruh dan termasuk suara-suara mereka yang tidak mampu dalam membiayai pendidikan anak-anak mereka dan menginginkan akses pendidikan yang layak dan murah. Meskipun tidak ada partai kiri di indonesia, fungsi partai politik sebagai representasi suara rakyat sebagaimana yang tertuang dalam amanat undang-undang setidaknya telah mewakili suara-suara rakyat kecil.
Namun, apabila partai politik telah dirangkul menjadi sekutu penguasa maka fungsi mereka sebagai representasi suara rakyat sesuai amanat undang-undang kehilangan maknanya sekaligus memperkuat apa yang diungkapakan Romo Magnis. Oleh karena itu program makan bergizi gratis yang merupakan kongkalikong oligarki politik perlu dilawan karena memperumit akses pendidikan terutama bagi kaum-kaum marginal dimana suara mereka sering diabaikan. Lagi pula program makan bergizi gratis belum menjamin dan memberikan kesejahteraan dan kepuasaan bagi masyarakat. Asumsi ini terbukti dari serba-serbi kontroversi yang mewarnai program makan bergizi gratis seperti: keracunan makanan yang dialami siswa di sejumlah tempat, daging mentah yang ditemukan dalam kotak makanan, makanan yang ditemukan telah mubazir, menu makan yang tidak memenuhi syarat nilai gizi dan beragam persoalan lainnya yang menghiasi program ini.
Pendidikan Kaum Tertindas Sebagai Jalan Pembebasan
![]() |
| Digital Imaging: Frederikus Suni.TAFENPAH.COM |
Fenomena Indonesia gelap yang pernah terjadi adalah sebuah pertanda kemurungan pendidikan karena sistem oligarki yang berkuasa dan apabila tidak diselamatkan dan dibiarkan akan menyebabkan disrupsi pada bidang pendidikan. Pendidikan kaum tertindas adalah jalan untuk menyibak era kemurungan intelektual di Indonesia.
Ketika pendidikan dikuasai oligarki, manusia cenderung dijadikan sebagai homo economicus yang menjadikan manusia layaknya alat yang digerakan dan diarahkan untuk memenuhi kebutuhan pasar atau dengan kata lain pendidikan tidak lagi menjadi jalan untuk mencapai kesetaraan dan keadilan tetapi dijadikan sebagai tempat manusia diperbudak. Pendidikan yang sejatinya adalah upaya untuk memanusiakan manusiawi direduksi maknanya pada dimensi alat untuk menindas dan mencari kepentingan pribadi. Perbudakan itu hadir melalui kebijakan yang tidak memihak pada kesejahteraan masyarakat tetapi demi kepentingan tertentu. Dalam situasi seperti ini kita mendambakan pembebasan. pendidikan adalah jalan menuju pembebasan itu.
Pendidikan kaum tertindas yang digagas oleh Paulo Freire adalah representasi dari suara-suara terbungkam yang mendambakan kebebasan. Paulo Freire dalam bukunya Pendidikan Kaum Tertindas, menawarkan suatu pendidikan yang berbasiskan pada penyadaran “conscientization”. istilah “conscientization” merujuk pada upaya pendidikan untuk memahami konfrontasi sosial, politik dan ekonomi serta mengambil langkah untuk melawan unsur-unsur yang menindas. Tujuan dari Pendidikan ini adalah pembebasan manusia dari perbudakan oleh karena ulah penguasa.
Dengan demikian pendidikan mampu menemukan hakikat terdalam sebagai usaha untuk memanusiakan manusia dengan turut memperjuangkan kehidupan masyarakat yang tertindas dan menyentuh realitas hidup manusia yang terdiskreditkan.
Pendidikan yang sejati adalah pendidikan yang memiliki spiritualitas untuk turun ke jalan dan memperjuangkan hak-hak masyarakat yang tersingkirkan dan dikekang oleh penguasa bukan sebaliknya pendidikan yang terjebak dan terkungkung di dalam ruang kelas dan bangku kuliah.
Maka, Pendidikan harus menjadi api revolusi yang membakar semangat generasi muda untuk terus berjuang melawan penindasan demi menyongsong masa depan Indonesia yang lebih baik. Pendidikan adalah titik tolak perjuangan dan pembebasan.
PENUTUP
Oligarki politik masih mencengkeram sistem pemerintahan Indonesia bahkan menyusup sampai pada dunia pendidikan melalui kebijakan yang tidak memihak pada kepentingan rakyat seperti pemangkasan anggaran pendidikan demi janji politik makan bergizi gratis.
Terwujudnya oligarki politik dalam sistem pemerintahan saat ini bukan tanpa fondasi atau dukungan melainkan ditopang kuat partai politik sehingga membentuk suatu jaringan kerja sama dalam menyukseskan program makan bergizi gratis yang menguntungkan kedua pihak tetapi di sisi lain merugikan banyak.
Konspirasi antara elite berkuasa dan partai politik berdampak besar pada melemahnya demokrasi dan menyingkirkan kepentingan masyarakat kecil. Dalam situasi ini, pendidikan kaum tertindas yang diusung oleh Paulo Freire, seorang pedagog dan filsuf asal Brazil, menjadi jalan pembebasan melalui penyadaran kritis (conscientization), yang menolak pendidikan sebagai alat penindasan. Menurutnya Pendidikan harus menjadi kekuatan revolusioner yang membela kaum marginal dan menghidupkan kembali semangat perjuangan demi terciptanya keadilan sosial yang sejati.
DAFTAR PUSTAKA
Djokopranoto, Richardus. Filosofi Pendidikan Indonesia. Jakarta: Obor, 2011.
Freire, Paulo. Pendidikan Kaum Tertindas. Yogyakarta: Narasi, 2019.
Hardirman, F. Budi. Dalam Moncong Oligarki-Skandal Demokrasi di Indonesia. Yogyakarta: kanisius, 2013.
Paji, Johan. Melawan oligarki. Akademika,Vol. 14, NO.1. Agustus-Desember 2018.
Watimena, Reza. A. A. Demokrasi: Dasar Filosofis dan Tantangannya. Yogyakarta: Kanisius, 2019.
.jpeg)
.jpeg)
.jpeg)
Posting Komentar untuk "Menggugat Pendidikan Indonesia dalam Cengkeraman Oligarki Politik"
Posting Komentar
Diperbolehkan untuk mengutip sebagian materi dari TAFENPAH tidak lebih dari 30%. Terima kasih