PMKRI Kritik Pemda TTU dan TNI yang Dinilai Memaksakan Pembangunan di Atas Tanah Sengketa

Oleh : Denisius Oki 



PMKRI Kritik Pemda TTU dan TNI yang Dinilai Memaksakan Pembangunan di Atas Tanah Sengketa. Tafenpah/TAFENPAH.COM


TTU, TAFENPAH.COM - Polemik sengketa tanah di wilayah KM 9 kembali memanas. Proses hukum yang tengah berjalan dinilai diabaikan, sementara aktivitas pembangunan oleh Pemerintah Daerah Timor Tengah Utara (TTU) bersama pihak TNI tetap berlanjut. Kondisi ini memicu keresahan masyarakat adat serta menimbulkan dugaan bahwa asas kepastian hukum tidak lagi dijunjung.

Sengketa lahan tersebut resmi didaftarkan ke pengadilan pada 16 Oktober 2025. Warga memilih jalur hukum karena klaim kepemilikan tanah disebut belum pernah diselesaikan secara tuntas oleh pemerintah daerah. Hingga kini, belum ada putusan pengadilan berkekuatan hukum tetap (inkracht) yang menetapkan status tanah tersebut.






Perwakilan Perhimpunan Mahasiswa Katolik Republik Indonesia (PMKRI) Cabang Kefamenanu, Sanctus Yohanes Don Bosco, melalui Presidium Gerakan Kemasyarakatan, Yohanes Niko Seran Sakan menyampaikan bahwa selama proses hukum berlangsung, seluruh aktivitas fisik di atas tanah sengketa semestinya dihentikan.
“Ketika suatu tanah masih berstatus status quo dan sedang dalam proses persidangan, maka seluruh tindakan fisik yang mengubah kondisi tanah wajib dihentikan sementara. Ini prinsip dasar dalam hukum agraria dan hukum perdata,” tegas Niko.

Meski belum ada kejelasan hukum, aktivitas pembangunan oleh Pemda TTU bersama TNI dikabarkan tetap berlangsung. Hal ini memunculkan pertanyaan publik mengenai urgensi dan dasar hukum pembangunan tersebut.

Ia menilai langkah tersebut sebagai bentuk ketidakpatuhan terhadap aturan negara.
“Ini contoh nyata pemerintah tidak mengikuti hukum yang justru dibuat oleh negara sendiri,” ujar Germas PMKRI Cabang Kefamenanu tersebut.


PMKRI Cabang Kefamenanu memaparkan sejumlah regulasi yang menurut mereka dilanggar dalam pelaksanaan pembangunan tersebut:
1. Undang-Undang No. 5 Tahun 1960 tentang Pokok-Pokok Agraria (UUPA)

Menurut PMKRI, UUPA menegaskan bahwa hak atas tanah harus jelas dan sah sebelum dilakukan tindakan hukum apa pun.
“Jika tanah masih dipersengketakan, maka tidak boleh ada pembangunan, pengalihan, atau hibah,” kata Niko.

2. Undang-Undang No. 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja (Pasal 128–140)

Pasal-pasal tersebut mengatur mekanisme penyelesaian sengketa lahan dan, menurut PMKRI, menegaskan bahwa pembangunan tidak boleh dilakukan selama objek sengketa masih dalam proses hukum.
“Jika pemerintah memaksakan pembangunan, itu bukan hanya pelanggaran administratif, tetapi juga pelanggaran asas legalitas,” ujarnya.

PMKRI turut menyoroti ketimpangan perlakuan hukum antara masyarakat dan pemerintah.
“Ketika rakyat kecil bersalah, proses hukumnya cepat. Tapi ketika pemerintah diduga melanggar, semuanya berjalan lamban. Apakah hukum ini alat kekuasaan, atau poros keadilan yang harus menundukkan semua pihak, termasuk pemerintah?” tegas Niko.


PMKRI mengingatkan bahwa pembiaran terhadap dugaan pelanggaran hukum berpotensi memicu konflik sosial.
“Perlawanan masyarakat sering lahir dari akumulasi kekecewaan terhadap pemerintah yang gagal menyelesaikan akar masalah,” terang Niko.

Organisasi mahasiswa ini menilai langkah paling tepat saat ini adalah menghentikan pembangunan hingga ada putusan pengadilan yang sah.

Sebagai organisasi yang mengawal kepentingan publik, PMKRI menyampaikan tiga tuntutan:

1. DPRD TTU diminta turun tangan melakukan pengawasan dan memanggil pihak eksekutif untuk menjelaskan dasar hukum pembangunan.
2. Pengadilan diminta mempercepat proses persidangan tanpa intervensi pihak mana pun.
3. Pemda dan TNI diminta menghentikan seluruh aktivitas pembangunan hingga ada kepastian hukum.

"Lebih baik mencegah daripada membiarkan," ujar Niko.

Masyarakat Tidak Menolak Pembangunan, Hanya Menuntut Prosedur yang Benar

PMKRI menegaskan masyarakat adat tidak menolak pembangunan itu sendiri, tetapi menolak pelaksanaan yang dianggap tidak mengikuti prosedur dan mengabaikan suara warga.

“Kami berharap pemerintah tidak melahirkan konflik baru. Hentikan sementara pembangunan sampai pengadilan memutuskan. Jika hukum ditegakkan adil, masyarakat akan tenang. Jika diabaikan, maka potensi perlawanan tidak bisa dihindari,”tutup Niko.
TAFENPAH.COM
TAFENPAH.COM Salam Literasi. Perkenalkan saya Frederikus Suni. Saya pernah bekerja sebagai Public Relation/PR sekaligus Copywriter di Universitas Dian Nusantara (Undira), Tanjung Duren, Jakarta Barat. Saya juga pernah terlibat dalam proyek pendistribusian berita dari Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi) ke provinsi Nusa Tenggara Timur bersama salah satu Dosen dari Universitas Bina Nusantara/Binus dan Universitas Atma Jaya. Tulisan saya juga sering dipublikasikan ulang di Kompas.com. Saat ini berprofesi sebagai Mahasiswa Ilmu Komunikasi di Universitas Siber Asia (Unsia), selain sebagai Karyawan Swasta di salah satu Sekolah Luar Biasa Jakarta Barat. Untuk kerja sama bisa menghubungi saya melalui Media sosial:YouTube: Perspektif Tafenpah||TikTok: TAFENPAH.COM ||Instagram: @suni_fredy || ������ ||Email: tafenpahtimor@gmail.com

Posting Komentar untuk "PMKRI Kritik Pemda TTU dan TNI yang Dinilai Memaksakan Pembangunan di Atas Tanah Sengketa"