Cahaya Kasih di Tengah Luka: Gereja Katolik sebagai Pembela Perempuan Korban Kekerasan

Penulis : Maria Eufrasia Rabi Naben (Mahasiswi Universitas Widya Mandira Kupang)

Maria Eufrasia Rabi Naben, Program Studi Pendidikan Matematika, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Katolik Widya Mandira Kupang. TAFENPAH/TAFENPAH.COM


TAFENPAH.COM - Gereja Katolik merupakan kekuatan moral dan sosial dalam menghadapi krisis kekerasan terhadap Perempuan di Indonesia. 

Fakta empiris menunjukkan bahwa kekerasan terhadap perempuan bukan isu kecil: data Komnas Perempuan pada tahun 2024 mencatat 445.502 kasus kekerasan terhadap perempuan, yang berarti hampir naik 9,77% dibanding tahun sebelumnya (401.975 kasus). 

Sebagai pembelah Perempuan gereja menjalankan dua peran utama. 

Pertama, peran profetis: menyerukan kritik terhadap budaya patriarki, ketidakadilan struktural, dan praktik kekerasan yang kerap dilegitimasi oleh tradisi atau relasi kuasa. 




Gereja dipanggil untuk berani bersuara, memihak pada korban, dan menegaskan bahwa cinta kasih tidak dapat berjalan berdampingan dengan kekerasan. 

Kedua, peran pastoral: menyediakan ruang aman, pendampingan rohani, konseling, serta dukungan praktis bagi perempuan yang mengalami kekerasan. Banyak paroki dan lembaga Katolik telah mengembangkan rumah aman atau layanan pendampingan yang membantu korban menemukan kembali harga diri dan keberanian untuk bangkit.

Gereja Katolik memandang perempuan sebagai pribadi yang memiliki martabat yang sama dengan laki-laki karena keduanya diciptakan menurut gambar dan rupa Allah (Imago Dei). 

Martabat ini mutlak dan tidak boleh direndahkan oleh budaya, tradisi, atau relasi kuasa. Dalam ajaran Gereja, perempuan bukan sekadar objek domestik atau sosok pelengkap dalam keluarga, melainkan pribadi utuh yang memiliki kebebasan, intelektualitas, potensi spiritual, dan hak untuk berkembang. 

Melalui figur Maria Bunda Allah, Gereja melihat perempuan sebagai simbol kekuatan, kesetiaan, dan kasih yang mampu mengubah dunia. Karena itulah Gereja menekankan bahwa segala bentuk perlakuan yang merendahkan perempuan adalah bertentangan dengan kehendak Tuhan.

Pandangan Gereja yang menempatkan perempuan sebagai pribadi berharga membuat Gereja memiliki tanggung jawab moral yang besar untuk membela mereka ketika mengalami kekerasan. 

Kekerasan terhadap perempuan, baik fisik, seksual, psikologis, maupun ekonomi, bukan hanya bentuk kejahatan sosial, tetapi juga dosa yang melukai martabat manusia. Kekerasan adalah bentuk dominasi yang menghina kesetaraan yang diajarkan oleh Injil. 

Ketika seorang perempuan diperlakukan secara kasar atau direndahkan, hal itu berarti merendahkan martabat ciptaan Allah. Oleh sebab itu, Gereja berkewajiban menolak segara bentuk pembiaran dan bersuara tegas melawan struktur budaya atau praktik sosial yang menormalisasi kekerasan.

Lebih dari sekadar mengecam, Gereja dipanggil untuk secara aktif hadir bagi perempuan korban kekerasan melalui pendampingan rohani, konseling, perlindungan fisik, hingga advokasi hukum. Ajaran Gereja menekankan bahwa Kristus selalu berpihak pada mereka yang lemah, tertindas, dan tidak berdaya. Semangat inilah yang menjadi dasar Gereja untuk membela perempuan yang hidup dalam ketakutan, luka, dan kehilangan harapan akibat kekerasan. 

Gereja tidak boleh bersikap netral; keberpihakan kepada korban adalah bentuk konkret dari cinta kasih Kristiani. Gereja dipanggil bukan hanya merawat luka, tetapi juga mendorong perubahan sosial yang memungkinkan perempuan hidup dalam keadilan dan keamanan.

Dalam konteks masyarakat yang masih sering menyalahkan korban atau menutupi kasus kekerasan demi menjaga “keharmonisan keluarga”, suara Gereja menjadi sangat penting. 

Gereja harus menjadi tempat yang aman bagi perempuan untuk didengar tanpa dihakimi, diterima tanpa stigma, dan dibantu tanpa syarat. 

Melalui khotbah, pendidikan iman, dan kegiatan pastoral, Gereja dapat membentuk umat agar memahami bahwa kekerasan terhadap perempuan bukanlah urusan pribadi sebuah rumah tangga, melainkan persoalan moral yang menuntut tanggung jawab bersama. 

Dengan keberpihakan yang jelas dan tindakan yang konsisten, Gereja dapat menjadi pelita di tengah gelapnya penderitaan perempuan korban kekerasan, menunjukkan bahwa kasih Kristus tetap menyala, bahkan di tengah luka terdalam.

Ajaran Gereja Katolik menekankan bahwa setiap manusia diciptakan menurut gambar dan rupa Allah, sehingga memiliki martabat yang tidak bisa diganggu gugat. Kekerasan terhadap perempuan bukan sekadar pelanggaran sosial atau hukum, tetapi juga penghinaan terhadap martabat ciptaan Tuhan. 

Dengan memahami prinsip ini, Gereja dipanggil untuk aktif melindungi mereka yang berada dalam posisi rentan, menjadi suara yang membela, dan menghadirkan kasih yang konkret melalui tindakan nyata. Gereja tidak hanya hadir dalam liturgi dan homili, tetapi juga dalam pendampingan yang menyentuh kehidupan nyata perempuan yang terluka.

Pada akhirnya, keberpihakan Gereja terhadap perempuan korban kekerasan adalah wujud nyata dari panggilan iman untuk menjaga martabat setiap manusia. Gereja tidak boleh berhenti pada seruan moral, tetapi harus hadir melalui tindakan konkret yang memerdekakan dan memulihkan. 

Di tengah meningkatnya kekerasan terhadap perempuan, Gereja dipanggil menjadi pelita yang menolak pembiaran, membela yang terluka, dan menegaskan bahwa setiap perempuan layak dihormati serta dicintai tanpa syarat. 

Dengan komitmen ini, Gereja sungguh menghadirkan cahaya kasih di tengah luka.
TAFENPAH.COM
TAFENPAH.COM Salam Literasi. Perkenalkan saya Frederikus Suni. Saya pernah bekerja sebagai Public Relation/PR sekaligus Copywriter di Universitas Dian Nusantara (Undira), Tanjung Duren, Jakarta Barat. Saya juga pernah terlibat dalam proyek pendistribusian berita dari Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi) ke provinsi Nusa Tenggara Timur bersama salah satu Dosen dari Universitas Bina Nusantara/Binus dan Universitas Atma Jaya. Tulisan saya juga sering dipublikasikan ulang di Kompas.com. Saat ini berprofesi sebagai Mahasiswa Ilmu Komunikasi di Universitas Siber Asia (Unsia), selain sebagai Karyawan Swasta di salah satu Sekolah Luar Biasa Jakarta Barat. Untuk kerja sama bisa menghubungi saya melalui Media sosial:YouTube: Perspektif Tafenpah||TikTok: TAFENPAH.COM ||Instagram: @suni_fredy || ������ ||Email: tafenpahtimor@gmail.com

Posting Komentar untuk "Cahaya Kasih di Tengah Luka: Gereja Katolik sebagai Pembela Perempuan Korban Kekerasan"