Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Menyusuri Dinamika Keluarga Modern: Mengurai Tantangan Cinta dan Kesetiaan

Penulis: José Roman Soares | Editor: Frederikus Suni

 
Jose Roman Soares, Mahasiswa Fakultas Filsafat Unwira Kupang. Sumber: Tafenpah.com


Pendahuluan

Melacak Jejak Cinta Kasih: Tantangan Kesetiaan dalam Dinamika Keluarga Modern

Tafenpah.com - Dunia yang kini bergulir di hadapan kita, tidak lagi seperti masa silam. Di tengah gemuruh dinamika yang merambah ke segala aspek kehidupan, kita menyaksikan transformasi mendalam. Tidak sekadar perubahan dalam kulit kehidupan, seperti pendidikan dan ekonomi, namun lebih jauh lagi, perubahan ini mengakar pada lapisan terdalam kemanusiaan: cinta dalam keluarga.

Karya-karya besar, seperti dokumen Familiaris Consortio, melukiskan bahwa keluarga tanpa sentuhan kasih sayang akan menjadi rapuh dan terhempas dari roda kehidupan. Dalam landasan enseklik Redemptoris Hominis, harmoni keluarga digarisbawahi sebagai landasan yang berpijak pada cinta kasih. Seorang manusia, meski dapat memahami hidupnya, akan terasa hampa tanpa kehadiran, tanggapan, dan pengalaman cinta dalam dirinya (Hardawiryana, 2019). 

Kehidupan berumah tangga yang dibangun oleh sepasang suami istri menuntut kesetiaan dan perasaan sungguh-sungguh untuk merasakan cinta kasih (Ponggohong, 2020). Kesetiaan menjadi pondasi pertumbuhan keluarga, suatu pijakan untuk hidup dalam harmoni.

Namun, saat ini, kehidupan keluarga tak jarang dihadapkan pada tantangan yang membingungkan. Melibatkan diri dalam dinamika zaman, kita menyaksikan fenomena-fenomena menyakitkan seperti perselingkuhan, KDRT, dan perceraian. 

Transformasi ini mengubah tatanan kehidupan keluarga, menggerus kesetiaan dan cinta kasih yang seharusnya bersinar. Di sini, kita harus menatap tajam pertanyaan kritis: Bagaimana kita dapat mengatasi persoalan yang mendera inti cinta dalam keluarga?

Pembahasan

Landasan Agape: Hakekat Perkawinan dalam Gereja Katolik

Dalam konteks kehidupan berkeluarga, cinta kasih muncul sebagai landasan utama untuk membangun nilai-nilai yang mengakar dalam hakekat perkawinan. Perkawinan dalam Gereja Katolik memiliki tiga prinsip utama: monogami, tak terceraikan, dan sakramental. Monogami menandakan bahwa perkawinan ideal adalah antara seorang laki-laki dan seorang perempuan. Tak terceraikan mengartikan bahwa pernikahan tersebut bersifat abadi, hanya dapat terpisah oleh kematian salah satu pasangan. 

Sementara itu, sakramental menekankan bahwa perkawinan disahkan melalui sakramen suci setelah keduanya menerima sakramen pembaptisan.

Hakekat perkawinan, seperti yang dijelaskan dalam Undang-Undang Pasal 1 Nomor 1 tahun 1974, dipandang sebagai panggilan yang diberikan oleh Tuhan untuk saling membahagiakan. Sudah sejak awal penciptaan, laki-laki dan perempuan dipilih secara khusus untuk saling menarik satu sama lain, hidup bersama, dan lebih dari itu, hidup bersama dalam kebersamaan (Kejadian 2:21-24). Keluarga Katolik menekankan bahwa cinta yang dibangun dalam perkawinan harus berakar pada cinta agape, yang berasal dari ketulusan hati dan menjaga janji suci.

Paus Fransiskus: Resep Komunikasi Intens untuk Membangun Kesetiaan dalam Perkawinan Katolik

Dalam kehidupan berkeluarga, kesetiaan menjadi unsur penting dalam membangun hubungan yang kokoh, baik itu dalam persahabatan maupun dalam hubungan keluarga. Kesetiaan memiliki makna berpegang teguh pada janji dan komitmen hidup, menjadi kunci untuk menjaga keutuhan perkawinan. Kesetiaan ini juga ditempatkan dalam konteks cinta yang pasrah, solidaritas, dan penuh simpati serta empati terhadap pasangan (Yohanes Anjar Donobakti & Sinurat, 2016), sebagaimana diungkapkan dalam firman Tuhan (Ibrani 13:5b).

Namun, tidak dapat dipungkiri bahwa cinta kasih dan kesetiaan dalam keluarga saat ini mengalami tantangan dan degradasi. Sikap kurang percaya, curiga, dan sikap-sikap merusak lainnya mengancam nilai-nilai kehidupan keluarga. Munculnya fenomena seperti perselingkuhan dan perceraian menjadi gejala merosotnya nilai-nilai cinta kasih dan kesetiaan dalam perkawinan, khususnya dalam keluarga Kristen (Kayan, 2022).

Untuk mengatasi tantangan ini, Paus Fransiskus menyarankan peningkatan komunikasi yang intens antara suami dan istri. Komunikasi yang baik memungkinkan keduanya lebih memahami kebutuhan satu sama lain. Dalam dialog, kata-kata yang bersifat apresiatif dan saling menghormati menjadi kunci. Selain itu, menghindari rasa curiga, merasa diri paling benar, dan menangani masalah dengan baik menjadi hal yang penting.

Pengendalian sikap emosional, ketahanan terhadap kritik, serta rendah hati untuk menerima masukan dari pasangan juga menjadi langkah-langkah krusial untuk membangun kesetiaan dan cinta kasih dalam keluarga (sanyospwt.com, 2023). Dengan demikian, upaya-upaya ini diharapkan dapat menghadirkan keharmonisan dan keutuhan dalam kehidupan berkeluarga di era modern yang penuh tantangan.

Penutup

Panggilan untuk menjalani kehidupan bersama dalam wadah keluarga bukanlah suatu panggilan yang ringan. Dalam perjalanan ini, terdapat berbagai persoalan dan tantangan yang tak terelakkan. Apa yang telah disampaikan sebelumnya mengenai problematika serta solusi yang diutarakan masih belum merangkum seluruh esensi solusi yang mutlak. Namun, di sini perlu disadari bahwa dalam merintis keluarga, segalanya dimulai dari cinta kasih dan kesetiaan (Kayan, 2022). Tanpa dua elemen tersebut, keberlangsungan hubungan dalam keluarga menjadi sebuah tanda tanya besar, karena tanpa fondasi yang kokoh.

Menghadapi realitas zaman yang terus berkembang dengan segala kompleksitas dan tantangannya, keluarga-keluarga perlu meneguhkan komitmen agar tidak tergoyahkan oleh godaan yang dapat merusak ikatan rumah tangga. Janji suci untuk hidup bersama sampai akhir hayat, di depan Tuhan dan sesama, bukanlah janji yang dapat dianggap sepele. Janji tersebut memerlukan perjuangan dan keteguhan hingga maut memisahkan.

Daftar Pustaka

Hardawiryana, R. (2019). FAMILIARIS CONSORTIO. Jakarta: Departemen Dokumentasi.

Kayan, W. (2022). NILAI CINTA KASIH DAN KESETIAAN KATOLIK DI STASI MEWET DALAM SERUAN APOSTOLIK AMORIS LAETITIA, JURNAL AGAMA, PENDIDIKAN, DAN BUDAYA. APB: Jurnal Agama, Pendidikan dan Budaya, 3(1), 87-96.

KBBI. (n.d.). KBBI web.

Ponggohong, F. (2020). “Kasih Kristus Adalah Dasar Hubungan Suami Dan Isteri”, Menurut Efesus 5: 22-33 Dan Implikasinya Bagi Jemaat GMIM Baitani Minanga Wilayah Belang. Educatio Christi, 1(2), 213-219.

Togatorop, A. (2023). Perkawinan Beda Agama: Suatu Etis Teologis tentang Pernikahan menurut UndangUndang Pernikahan Agama Kristen dan Islam. Journal of Religious and Socio-Cultural, 4(1), 26-36.

Yohanes Anjar Donobakti , Y., & Sinurat, R. (2016). Kesetiaan Dalam Perkara Kecil Sebagai Jalan Kekudusan. Logos, 13(1), 74-104

(2023, Desember 1). Retrieved Desember 1, 2023, from sanyospwt.com: https://sanyospwt.com/tag/amoris-laetitia/
Frederikus Suni Admin Tafenpah Group
Frederikus Suni Admin Tafenpah Group Frederikus Suni (Fredy Suni) Mahasiswa Program Studi Ilmu Komunikasi Universitas Siber Asia (Asia Cyber University) | Frederikus Suni pernah DO dari Sekolah Tinggi Filsafat dan Teologi Widya Sasana Malang dan Fakultas Ilmu Komunikasi Universitas Dian Nusantara (Undira) Jakarta || Terkait kerja sama dan informasi iklan bisa melalui email tafenpahtimor@gmail.com || || Instagram: @suni_fredy || @tafenpahcom || @pahtimorcom || Youtube: @Tafenpah Group

Posting Komentar untuk "Menyusuri Dinamika Keluarga Modern: Mengurai Tantangan Cinta dan Kesetiaan"