Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Apa, Membunuh Karena Kasihan? Mendalami Pernyataan Tentang Eutanasia

Penulis: Petrus Lanang | Editor: Frederikus Suni

Apa, Membunuh Karena Kasihan? Mendalami Pernyataan Tentang Eutanasia. Sumber/foto: Freepik




Preface

Tafenpah.com - Kehidupan adalah sebuah anugerah yang dipercayakan Tuhan kepada manusia. Sadar bahwa hidup adalah anugerah, manusia dituntut agar menyadari nilai luhur hidup sambil mengembangkan rasa tanggung jawab atas hidup tersebut. Sebagai sebuah ‘anugerah’ tentulah bahwa hidup manusia memiliki nilai. 

Namun anugerah dan nilai hidup manusia kian tergerus oleh perkembangan zaman dan teknologi. Nilai-nilai hidup manusia menjadi sering diperdebatkan, karena nilai hidup yang tadinya adalah anugerah menjadi kurang bernilai dan tak dihargai. 

Di era ini, banyak ditemukan persoalan kemanusiaan yang terkait dengan pelangaran hak asasi manusia. Tentunya bahwa tidak menjadi suatu hal yang baru ketika mendengarkan pelanggaran hak asasi manusia seperti perdagangan manusia, diskriminasi terhadap kaum miskin, mutilasi, dan yang menjadi perdebatan masa ini adalah ‘membunuh karena kasihan’ atau yang biasa disebut sebagai eutanasia. Walaupun bermotifkan untuk menyelamatkan penderita dari penderitaan yang tak wajar dan percuma, namun tindakan ini dipandang sebagai keburukan moral, dimana sebagai “pematian sengaja orang yang tak bersalah” (bdk. Evangelium vitae 65). Tentunya bahwa perkembangan ilmu kedokteran ini membawa dampak yang sangat
Menanggapi hal ini gereja katolik melalui kongegasi suci ajaran iman mengeluarkan pernyataan tentang eutanasia yang dikeluarkan tanggal 5-5 1995. Secara tegas gereja mempertahankan nilai hidup manusia. Gereja meyakini bahwa hidup manusia adalah suatu yang sakral dan tak seorang pun dapat memutuskannya. 

Di samping itu gereja mengajak umat yang menamai diri sebagai pengikut Kristus agar setiap orang harus memelihara anugarah kasih-hidup itu sendiri, menumbuhkanya dan membuatnya berguna. Menyadari akan hal tersebut, maka menjadi pertimbangannya yakni tak seorang pun berhak melawan kasih Allah dengan menyerang hidup orang yang tak bersalah; bahwa hidup itu dipercayakan kepada setiap manusia dan dijalani seturut rencana dan kehendak Allah; maka bunuh diri atau melakukan pembunuhan tidak dapat dibenarkan, karena menolak kedaulatan Allah dan penyelengaraan ilahi-Nya yang penuh kasih (bdk.dok.eutanasia 7).  
Arti Eutanasia 
 
Untuk memahami lebih  baik mengenai persoalan ini, terlebih dahulu perlulah kita memahami istilah dari eutanasia. Secara etimologis euthanasia di zaman kuno memiliki arti kematian tanpa penderitaan, tanpa rasa sakit yang berlebihan (bdk. Eutanasia 8). Tentunya berhadapan dengan kemajuan ilmu kedokteran zaman ini, pengertian kuno itu katakan disalah artikan. Kematian tanpa penderitaan, tanpa rasa sakit yang berlebihan diganti dengan mengurangi rasa sakit dengan mengakhiri hidup sebelum waktunya. Dalam bahasa dokumen eutanasia sendiri, istilah ini di persempit, yakni: membunuh karena kasihan. Jadi eutanasia dilihat sebagai metode yang mana dengan maksud sengaja mendatangkan kematian, dengan tujuan menghentikan setiap rasa sakit (bdk. Dok eutanasia 8) . Namun melihat kenyataan ini tentunya bahwa hal tersebut  bertentangan dengan nilai hidup yang secara khusus dilihat sebagai ‘anugerah’ dari Tuhan sendiri. Secara singkat bahwa kematian itu merupakan ketentuan manusia bukan sebagai sebuah takdir. 

Memaknai penderitaan sebagai penyatuan dengan sengsara Kristus
Tentunya bahwa untuk menanggapi persoalan eutanasia tersebut, gereja melalui kongegasi suci ajaran iman mengeluarkan pernyataan tentang eutanasia dengan tujuan menjelaskan norma-norma etis yang bersangkutan. Hal ini merupakan lanjutan dari ajaran konsili ekumenis vatikan II yang secara khusus menolak kejahatan melawan kehidupan “seperti sejenis pembunuhan, gnosid, aborsi, eutanasia, atau bunuh diri yang dikehendaki” (Gaudium et spes 27). 

Gereja katolik dalam hal ini melalui konggres suci ajaran iman pernyataan tentang eutanasia memegaskan bahwa tidak ada suatupun dan tak seorangpun dapat memberi hak mematikan kepada manusia yang tak bersalah, entah usia, orang sakit yang tak tersembuhkan, atau orang yang akan sedang meninggal (eutanasia 8). Dengan melakukan hal ini berarti orang tersebut telah melanggar hukum ilahi, melecehkan martabat pribadi seorang manusia. 

Eutanasia walaupun memiliki intensi yang baik, yakni untuk megurangi rasa sakit pada penderita atau lebih ekstrimnya membunuh secara perlahan, namun hal ini tentunya merupakan pelanggaran terhadap martabat manusia karena melakukan “bantuan bunuh diri” kepada sang penderita. Tentunya bahwa bantuan bunuh diri ini merupakan suatu tindakan yang melawan hukum Allah.

Menanggapi hal ini gereja sebagai “teman seperjalanan” dan pengajar iman dan moral mengundang umat beriman untuk tidak hanya menghargai hidup sejauh membawah kesenangan saja, tetapi juga harus menghargai penderitaan sebagai bentuk “partisipasi dalam penderitaan Kristus dan menghubungkan dalam kurban penebusan yang dikehendaki-Nya, seraya taat kepada kehendak Bapa” (eutanasia 10). 

Penutup 

Menghadapi segala bentuk modernitas yang semakin canggih, posisi gereja dalam melihat ‘fenomena’ eutanasia ini adalah lebih kepada menjunjung tinggi martabat dan kehidupan setiap manusia. kehidupan setiap orang adalah hak yang mutlak dan tidak bisa diambil atau dicabut oleh siapa pun dan melalui sarana apa pun. Dengan demikian berhadapan dengan penderitaan seorang tidak diperbolekan dan secara tegas dilarang untuk secara langsung maupun melalui pihak ketiga meminta mengakhiri hidupnya. Gereja dengan demikian mendesak dan menyarankan agar manusia menanggapi dan menghadapi penderitaan  dengan “jalan cintakasih dan belas kasih sejati”. 

Frederikus Suni Admin Tafenpah Group
Frederikus Suni Admin Tafenpah Group Frederikus Suni (Fredy Suni) Mahasiswa Program Studi Ilmu Komunikasi Universitas Siber Asia (Asia Cyber University) | Frederikus Suni pernah DO dari Sekolah Tinggi Filsafat dan Teologi Widya Sasana Malang dan Fakultas Ilmu Komunikasi Universitas Dian Nusantara (Undira) Jakarta || Terkait kerja sama dan informasi iklan bisa melalui email tafenpahtimor@gmail.com || || Instagram: @suni_fredy || @tafenpahcom || @pahtimorcom || Youtube: @Tafenpah Group

Posting Komentar untuk "Apa, Membunuh Karena Kasihan? Mendalami Pernyataan Tentang Eutanasia"