Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Kebangkrutan Otentitas Makna Seksualitas

Penulis: Frater Ari Tefa | Editor: Frederikus Suni


Fr. Ari Tefa. Tafenpah.com

Kupang, Tafenpah.com - Perkembangan paradigma berpikir mengantar manusia pada suatu horison baru yang lebih dewasa dan meninggalkan hal-hal mistik yang dianggap sebagai penghalang kebebasan manusia. Hal ini seturut pandangan kaum eksisitensial yang menyatakan bahwa manusia akan bebas jika tidak ada Tuhan. Adanya Tuhan membuat manusia tidak otentik dalam hal ini tidak bebas. 


Tuhan yang pada awalnya menjadi tolak ukur dalam penilaian moral ditinggalkan dan bahkan dituduh sebagai penghalang kemanusiaan. 


Pandangan ini kemudian melahirkan pola hidup dan lifestyle baru yang sangat antroposentris.


Proyek pembebasan yang ingin membebaskan manusia dari belenggu abad pertengahan yang bercorak Teosentris menuju antroposentris menuai hasil yang mengagungkan. 


Manusia dapat berpikir sendiri sebagaimana semboyan Imanuel Kant sapere aude (beranilah berpikir sendiri)  membuat manusia tampil dengan pelbagai pandangan dan mengklaim bahwa pandangan itu benar. 


Rasio manusia kembali dibangunkan dan ditempatkan pada kursi paling tinggi yang dipercaya dapat menuntun manusia pada jalan kebenaran dan dapat membuat manusia jauh lebih baik dari kemarin (zaman sebelumnya). 


Hal ini juga memberikan pengaruh pada pandangan seksualitas yang pada mulanya dipandang suci dan tabu menjadi tawar dan relatif. 


Hal inilah yang kemudian melahirkan berbagai permasalahan sosial dan rumah tangga yang membuat manusia resah dan mendambakan angin segar yang dapat membebaskan dari kegelapan zaman yang sedang dialami.


Seksualitas pada awalnya adalah sesuatu yang dihargai dan dijunjung tinggi, karena di dalamnya manusia mengambil bagian dalam karya penciptaan, di mana manusia menjadi rekan kerja Allah dalam kokreasi. 


Seksualitas yang dulunya memiliki dimensi teologis menjadi tawar dan bangkrut karna perkembangan pemikiran manusia yang berusaha menghapus Tuhan dalam perziarahan hidupnya. Hal inilah yang kemudian memunculkan dan menerbitkan berbagai masalah sosial dan rumah tangga seperti perceraian, aborsi, dan pergaulan bebas. Secara tak sadar manusia telah jatuh dalam sebuah zaman yang pada akhirnya membuat manusia sendiri menderita.


Perubahan pola pikir ini membuat manusia meihat tubuhnya hanya bernilai biologis. Tubuh manusia akhirnya diobyektifasi untuk kesenangan dan untuk rekeasi. Apa yang bernilai hari ini dan di sini, itulah yang menjadi orientasi hidup manusia. 


Manusia seakan lupa akan dunia sana (surga) dan hanya berfokus pada dunia sini. Kaum humanis yang berusaha membebaskan manusia dari dunia balik kubur dan mengkarkanya di dunia sini, membuat manusia kemudian mengabaikan dan melupakan tujuan (telos) sebenarnya dari perziarahan hidup manusia. 


Manusia seakan telah memahami konsep Aristoteles bahwa tujuan manusia adalah mencapai kebahagiaan, namun faktanya mereka tidak memahami kebagaiaan seperti apa yang patut diperjuangkan. Hal ini yang turut mewarnai makna seksualitas menjadi tawar dan bangkrut.


Sikap hedonisme yang menempatkan kesenangan sebagai sentrum kehidupan dan karya manusia mewarnai sikap pragmatis yang menjadikan tubuh sebagai objek pemuas yang benilai guna. Apa yang baik adalah apa yang membawa kenikmatan dan kebahagiaan bagi manusia. 


Di siniah orang melupakan dan meninggalkan moralitas dalam kereta kehidupannya. 


Kenikmatan dan kebahagiaan menjadi idelisme yang ingin dicapai dan diusahakan. Tidak peting apakah itu benar secara moral atau tidak. 


Sebeb nilai kebenaran direduksi dalam kebahagiaan dan nilai guna. Hal inilah yang membuat manusia merelatifkan semua nilai fundamental kehidupan yang awalnya menjadi sentrum dan patokan dalam bertindak. Seksuaitas adalah suatu kegiatan yang dinilai baik sejauh mendatangkan kebagiaan dan kegunaan. 


Di sinilah segala seuatu dihalalkan dalam melakukan sex yang sesungguhnya adalah sesuatu yang mulia. 


Namun di sini penulis mau mengajak pembaca sekaian untuk kembali melihat apa makna sesunggunya dari seksualitas yang sudah mejadi tawar dan bangkrut kaena himpitan perkembangan pemikiran dan zaman. Yang paling pertama adalah seksuaitas tidak hanya sebatas bernilai biologis, namun di dalamnya terungkap dimensi teologis yang menyatukan manusia dengan Allah. 


Kecendrungan manusia adalah sering mereduksi makna seksualtas hanya sebatas bernilai biologis dan melupakan aspek teologis. 


Inilah yang kemudian membuat Paus Yohanes Paulus tergerak untuk mengarahkan manusia akan suatu pemahaman akan makna seksualitas yang tidak hanya memiliki dimensi biologis dan psikolgis, tetapi selebihnya bermakna teologis. Melalui karyanya Teologi Tubuh yang awalnya adalah katekese-katekese, Paus mengajak manusia untuk menghormati martabat tubuh manusia yang luhur sebagai gambar dan citra Allah.


Seksualitas adalah ciri martabat manusia yang membedakannya dari makluk lain. Karena di dalamnya terkndung aspek kehendak bebas dan rasionalitas manusia. 


Di dalam seksualitas juga terungkap hubungan saling memberi dan menerima. Laki-laki memberi benih kehidupan  dan perempun menerima benih itu dan dipelihara  di dalam rahimnya atau yang dikenal dengan kokreasi. Manusia kemudian terpenggil untuk menjadi rekan kerja Allah dalam mewujudkan karya penciptaan Allah, selain untuk kesejahtran  manusia itu sendiri.


Seksualias yang adalah ciri martabat manusia mengandung di dalamnya ungkapan kasih yang paling intim dan ekslusf. Tubuh manusia adalah sakramen yang menyingkapkan realitas ilahi yang tidak kelihatan, sebab manusia adalah gambar dan rupa Allah yang paling mulia dan istimewa dibandingkan dengan ciptaan lain. 


Maka sebagai penghargaan terhadap martabat tubuh manusia, seksualias harus ditempatkan pada tempat yang mulia dan merupakan sebuah rahmat yang bermakna dalam hidup manusia.


Frederikus Suni Admin Tafenpah Group
Frederikus Suni Admin Tafenpah Group Frederikus Suni (Fredy Suni) Mahasiswa Program Studi Ilmu Komunikasi Universitas Siber Asia (Asia Cyber University) | Frederikus Suni pernah DO dari Sekolah Tinggi Filsafat dan Teologi Widya Sasana Malang dan Fakultas Ilmu Komunikasi Universitas Dian Nusantara (Undira) Jakarta || Terkait kerja sama dan informasi iklan bisa melalui email tafenpahtimor@gmail.com || || Instagram: @suni_fredy || @tafenpahcom || @pahtimorcom || Youtube: @Tafenpah Group

Posting Komentar untuk "Kebangkrutan Otentitas Makna Seksualitas"