Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Coretan Mahasiswa Kelas Karyawan | Tafenpah

Coreran mahasiswa kelas karyawan | Tafenpah


Tafenpah.com- Satu dari sekian banyak persoalan keluarga yang kurang mampu adalah persoalan biaya pendidikan anak-anaknya.


Terlahir dari keluarga miskin, bukan akhir dari perjalanan hidup. Melainkan, pergolakan tersebut harus dijadikan setiap orang sebagai motivasi dalam meraih kehidupan yang lebih baik.


Tahun 2019, saya memutuskan untuk keluar dari Seminari Tinggi SVD Surya Wacana Malang, Jawa Timur.


Peristiwa ini bukanlah satu-satunya kegagalan dalam kehidupanku. Karena masih banyak kegagalan yang saya alami dan akan terus terjadi sepanjang perjalanan.


Inilah realitas hidup. Saya dan kamu mungkin saja ingin menolaknya. Tapi, kita pun tidak akan pernah terhindar darinya.


Sebab, dalam kehidupan, tentunya ada persoalan dan jalan keluar (solusi).


Kembali lagi di peristiwa kegagalan menjadi seorang Imam atau Pater/Romo dalam iman Kristiani, saya pun dihadapkan dengan persoalan batin.


Karena saya dan keluarga harus berhadapan dengan berbagai cibiran yang berdatangan. Entah, cibiran itu datang dari keluarga besar, sahabat, kenalan, dan lain sebagainya.


Namun, satu hal yang saya sesali adalah stigmatisasi atau anggapan miring dari keluarga besarku.


Bukannya mereka mendukungku. Malah, mereka adalah aktor dibalik pergolakan batin saya dan kedua orangtuaku.


Memang benar, maju dan berkembangnya setiap orang, itu tergantung pada persatuan keluarga besarnya. Selain diri kita sendiri.


Inilah konteks di mana generasi Timor, Nusa Tenggara Timur harus menerima konsekuensi, bila gagal menjadi Pastor.


Krisis Indentitas

Tafenpah

Pasca keluar dari Seminari SVD Malang, di saat yang bersamaan pula, saya memutuskan untuk tidak melanjutkan kuliah di Sekolah Tinggi Filsafat Teologi (STFT) Widya Sasana Malang.


Karena persoalan biaya. Di mana, saya tidak ingin membebani kehidupan perekonomian keluargaku yang morat-maret.


Lalu, saya pun masuk dalam siklus kebimbingan. Ya, saya bimbang akan perjalanan masa depanku.


Segala sesuatu yang tampak indah bagi orang lain, belum tentu seindah pandanganku.


Karena saya pun tidak tahu untuk berbuat apa. Ibarat, motor yang bertenagakan listrik dan tiba-tiba mati di tengah jalan.


Belum lagi, mereka (kenalan dekat) yang dulunya saya masih Frater tampaknya baik banget.


Tetiba satu per satu hilang, lenyap, dan sirna dari kamus kehidupanku, ikut membuat duniaku mati.


Krisis identitas ini rupanya belum berakhir. Karena di dunia kerja, saya juga dihadapkan pada stigmatisasi latar belakang pendidikan.


Di mana, hanya memegang Ijazah SMA, saya sulit untuk mendapatkan kesempatan yang lebih, ketimbang pelamar kerja yang bermodalkan Ijazah S1, S2, S3.


Hari itu pun, saya sadar bahwasannya pendidikan itu sangat penting di republik ini. Karena kemampuan saja tidak cukup, jika belum ada Ijazah Sarjana.


Bekerja Sambil Kuliah

Tafenpah

Saya bersyukur, karena setapak demi setapak, saya mulai menerima keadaan diriku.


Lalu, saya pun memilih untuk melanjutkan pendidikan di salah satu Universitas Swasta yang berada di Jakarta Barat, tepatnya Universitas Dian Nusantara (Undira), dengan mengambil Program Studi Ilmu Komunikasi.


Sayangnya, lagi dan lagi saya gagal. Karena peristiwa kematian adik bungsu saya.


Saya pun dilanda kesedihan. Begitu pun rentetan perjalanan saya semakin bertambah, seiring bertambahnya usia.


Jika ingin memilih, saya mau kembali ke masa kecil. Karena di fase kehidupan itu, segalanya tampak indah dan begitu bahagia.


Coretan-coretan kesialan yang saya alami di atas, mendorong saya untuk berhenti kerja sebagai Humas dan Copywriter Universitas tersebut.


Kesadaran

Tafenpah

Kisah perjalananku di atas, bukanlah sebuah pledoi atau pembelaan diri terhadap keadaan apa pun. Namun, itu sebagai sesuatu yang tak terkatakan.


Atau dalam dunia Filsafat disebut "Metafisik," yang berarti sesuatu yang sulit dilihat, namun kita hanya bisa merasakannya dan tak perlu dikatakan.


Dari sinilah, saya pun memutuskan untuk kembali mendaki karir sekalian meniti pendidikan.


Karena bagaimana pun juga, pendidikan itu adalah investasi.


Kita pun tidak tahu, kapan nilai investasi itu dirasakan. Namun, kita juga selalu percaya bahwasannya dalam momentum yang tepat, di situlah kita akan merasakan manfaat dari investasi pendidikan tersebut.


Mohon maaf ya, karena saya hanya berbagi pengalaman, yang sekiranya bermanfaat bagi pembaca, terutama mahasiswa kelas karyawan di mana pun.


Semangat menolak menyerah.


Penulis: Fredy Suni





Frederikus Suni Admin Tafenpah Group
Frederikus Suni Admin Tafenpah Group Frederikus Suni (Fredy Suni) Mahasiswa Program Studi Ilmu Komunikasi Universitas Siber Asia (Asia Cyber University) | Frederikus Suni pernah DO dari Sekolah Tinggi Filsafat dan Teologi Widya Sasana Malang dan Fakultas Ilmu Komunikasi Universitas Dian Nusantara (Undira) Jakarta || Terkait kerja sama dan informasi iklan bisa melalui email tafenpahtimor@gmail.com || || Instagram: @suni_fredy || @tafenpahcom || @pahtimorcom || Youtube: @Tafenpah Group

Posting Komentar untuk "Coretan Mahasiswa Kelas Karyawan | Tafenpah"