Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Mengagumimu dalam Diam

Penulis: Vence Sanben

Editor: Fredy Suni

Tafenpah.com - Kamu memang seperti pelangi yang warnanya selalu menghiasi langit-langit hidupku. Seperti hasrat hujan yang turun mengguyur bumiku,  menantikanmu untuk menyekaku dengan warna meronamu. Pernakah kamu merasakan itu? Walau egoku selalu bertanya dalam diam, ingin merampasmu pergi bersama agar hari-hariku selalu diisi dengan senyum hangatmu. Membawamu ke ufuk senja untuk mengadu kepada pencipta bahwa “ aku menyukaimu."


Tanggal 8 Februari 2020

Pixels

Kuceritakan tentang diriku. Tentang dia, tentang kami. Tentang sebuah rasa yang terpendam. Tentang setiap detik, tentang hari-hariku bersama sebuah ponsel genggam. Ceritaku dimulai dari awal aku merantau. Pergi ke sebuah tempat, dimana aku ingin mengadu-hidup untuk berjuang dalam mencari nafkah. Entah, itu kusebut pertemuan tanpa sengaja, atau “jodoh” dengan mengawali kata “ perjumpaan."  


Aku tidak mengira hidupku akan berubah drastis tanpa tahu sebab. Hidupku hanya tahu tentang bumiku yang kutinggali. Bukankah lebih mustahil kalau kusebut itu “ takdir”, yang mempertemukan kita tanpa sengaja dan aku pun tahu, hitungan waktu yang hari itu kusadari, sudah memasuki awal tahun. Februari. Aku ingat. Bulan Februari adalah awal aku mengenalmu. Adalah awal aku melangkahkan kakiku dari tanah Timur ke Negeri seberang. Sebuah Negeri yang dikenal dengan budaya khas melayu. Aku tidak persoalkan perihal parasmu, atau eloknya pesonamu. Atau rambut hitam panjangmu yang terurai dan mata idahmu yang Tuhan ciptakan. 


Baca Juga: Pertemuan tanpa mengira


Aku berbicara tentang rasa, sesuatu tentangmu yang membuatku tetap bersarang dalam nadimu. Sesuatu yang mampu menyihirku, entah dari mana mulainya. Bila kamu adalah penyihir yang mampu membuat ruang dan waku berhenti berputar, aku siap menjadi kanvas yang kau pake untuk mengubah kisah ini menjadi drama cinta yang kita lakoni. Bila hari itu tiba, aku siap menjadi nada dalam melodimu, syair dalam bait-bait puisimu. Ah! Aku terlalu berpikir mengada-ngada. 


Aku tahu namau, ketika waktu itu kamu memperkenalkan nama kamu. “ Hai aku Laras “. Kemudian aku memperkenalkan namaku. Seperti biasa reaksimu yang mengesankan, menarik dan indah untuk ditatap. Pipi merah meronamu adalah dambaan terindah untuk dimiliki. Aku terlalu berlebihan untuk memujimu. Tapi kamu layak. Kamu seperti api unggun yang menghangatkan ketika dua sejoli mengadu kasih pada malam berbintang. Bunga yang bermekaran ketika usai hujan kesedihan yang mengguyur taman asmara. 


Tanggal 14 Februari 2020

Pixels

Valentine Day?Itulah hari terindah buatmu. Hari kasih sayang. 

Seperti sayangku padamu yang diam-diam menyukaimu tapi tak mampu kumilki. 

Bukankah menganggumi dalam diam itu lebih nyata dari pada kenyataan yang sia-sia ketika rasa yang syhadu ini terbelenggu dalam kepahitan.


Aku merajut dalam diam. Aku berpikir aku terlalu gila sama kamu. Aku terlalu memprioritaskanmu hingga tidak ada sisa ruang napas untukmu. Bahkan untukku sebagaimana mestinya seorang pria melakoni rutinitasnya setiap hari. Aku mengabaikan waktu-waktuku untuk terus mencari tahu apa yang kamu lakukan setiap hari. Oiya, aku lupa. Lupa karena kamu akan bersama dia malam ini. 


Entah itu siapa, yang jelas dia adalah pengeran yang sering kamu sebut lewat telepon selulerku. Aku tidak peduli siapa dia. Aku hanya peduli padamu ketika lelaki yang kamu sebut-sebut pengeran itu pergi meninggalkanmu. Aku tahu, menyanyagimu adalah hal yang wajar karena aku ikhlas. Ikhlas untuk melepasmu pergi dan ikhlas untuk kamu berhak bahagia. Aku harap kamu hari ini baik-baik saja. Dua hari lalu, terakhir kali kita berbincang lewat telepon . Kita melakukan via panggilan. Kamu mengatakan bahwa kamu baik-baik saja. 


Kemudian Aku mendengarmu berceritra tentang luka lamamu, kisah cintamu yang sempat terjeda. Waktu bahagiamu yang berubah menjadi lagu kesedihan. Tawa dan candamu yang kau puja-puja waktu itu terbelenggu oleh cinta yang terkhianati. Kamu tahu apa rasanya jika pernah dikhianati. Aku ingin kau tahu, semoga itu tidak terjadi padamu lagi. Jika terjadi, aku siap menjadi pengganti hari-harimu yang muram, menjadi seorang badut yang memamerkan senyum palsu. Aku lagi dan lagi, memikirkanmu tanpa henti. Siapakah kau ini, hingga waktuku hanyalah kupakai untuk memikirkanmu. Mungkinkah kamu saat tercipta, sudah ditakdirkan untuk bersarang dalam jiwaku; hingga getol mendengar lagu yang sama dalam beberapa jam terakhir. Lagu milik Judika “ Bagaimana kalau aku tidak baik-baik saja."


“ Andai aku bisa memutar waktu, aku tak ingin mengenalmu dan mengapa ada pertemuan itu yang membuat aku mencintaimu."


Waktu semakin merangkak pergi. Malam valentine berganti pagi. Tapi aku masih menantikan kamu, berharap mengirimiku sebuah pesan text. Jika bisa, aku ingin memutar waktu kembali, mengubah keadaanmu menjadi hal yang terindah, menjadi orang yang sederhana untukmu, mencintaimu dengan luar biasa tanpa tahu alasan dan menyakitimu dengan mustahil. Ahh! Sudikah aku harus seperti ini. Senyum palsu adalah alasanku untuk hidup. 


Mencintai tanpa tahu keberadaanmu adalah urusanku. Membulatkan tekadku untuk berkorban tanpa dipeduli adalah sebuah kerelaan. Meski ini tak adil. Dan meski ini sepihak tapi bagiku semuanya akan baik-baik saja. Aku tak ingin memohon lebih, pada pencipta bahwa aku harus memaksa kamu untuk pergi dari genggaman lelaki keparat itu. “Keparat”. Kataku. Inikah diriku yang menghakimi mereka( Dua Hati) yang sudah bersatu. Aku harus akui bahwa kamu dan dia bak sekeping mata uang logam yang tidak bisa dipisahkan. Dan aku seperti sebuah dadu yang kau lempar seenaknya saja dan kemudian ditonton oleh masa sebagai sebuah permainan. Jika cinta adalah permainan maka kamu adalah trofinya (Piala). 


Musim berganti 

Hilang kabar? Aku justru terpuruk. Aku lebih terpojok bahwa hati ini tak mampu melepas kamu pergi. Jika ragamu yang pergi, maka ijinkanlah rohmu mendekapku agar aku tahu bahwa kamu pernah sekali mengijinkaku memasuki Duniamu.


Pagi kembali. Dan malam pun datang. Seperti berlomba untuk menghiburku. Dan terkadang pagi yang kunanti untuk bisa berharap; kamu mengirimiku sebuah pesan walau sekedar bertanya. “ Bagaimana denganmu hari ini” . ataukah “ Kamu sudah makan?”. Tapi, yang kunanti hanyalah malam-malam yang panjang dan pagi yang membosankan tanpa ada pesan text yang masuk. Apakah sudah saatnya melepasmu pergi? Bukankah aku yang dungu ini, mencintaimu sepihak, merelakan hatiku untuk kau isi adalah sebuah ketidak-adilan tanpa memikirkan perasaan?Memang, jika kau yang bukan bernama “Laras” itu, aku tidak akan sebodoh ini untuk belajar mendengarkan hening dan belajar  untuk menjadi setia . 


Jika bukan kamu yang bernama “ Laras” itu, maka aku tidak pernah patah hati untuk menjadi patuh, luka untuk belajar memberi, dan menunggu adalah belajar untuk merelakan. Sudalah; aku siap kuapakan diriku nanti. Jika apa yang akan kujadikan, bukan salahmu tapi salahku. Jika apa yang kuapakan, bukan salahmu tapi salahku melihatmu dengan cara yang berbeda. Berbeda karena kau yang tercipta untuk menjadi pemikat bukan penikmat. Berbeda karena kau yang terlahir untuk menjadi kamu tetapi bukan untuk menjadi kita. Semua karena perbedaan. Perbedaan itu indah. Seperti langit dan bumi, seperti gunung dan samudera, seperti api dan air, seperti udara dan hujan. Masing-masing memiliki kelebihan dan kekurangan. Tetapi lahir dari ibu yang sama bernama “ Rahim” , oleh ayah yang sama bernama “ Semesta." 


Namun kita dibentuk oleh mereka yang berbeda “ Manusia”. Sudalah! Kamu pergi, aku akan tinggal. Jika kelak, aku menua bersama sang waktu dan mati; aku punya permohonan pada pencipta bahwa walau tidak disatukan di bumi ini, tetapi bumi lain menanti kita bersama hingga tiba waktunya akan aku katakan “ Aku mencintaimu tanpa batas waktu."



Vence Sanbein
2014- Tamat dari SMA Sta. Maria Imaculata Lalian
2014-2015- Pernah di Biara SVD Nenuk-Atambua
2021- menyelesaikan SI (Agribisnis)

Frederikus Suni Admin Tafenpah Group
Frederikus Suni Admin Tafenpah Group Frederikus Suni (Fredy Suni) Mahasiswa Program Studi Ilmu Komunikasi Universitas Siber Asia (Asia Cyber University) | Frederikus Suni pernah DO dari Sekolah Tinggi Filsafat dan Teologi Widya Sasana Malang dan Fakultas Ilmu Komunikasi Universitas Dian Nusantara (Undira) Jakarta || Terkait kerja sama dan informasi iklan bisa melalui email tafenpahtimor@gmail.com || || Instagram: @suni_fredy || @tafenpahcom || @pahtimorcom || Youtube: @Tafenpah Group

Posting Komentar untuk "Mengagumimu dalam Diam "