Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Pertemuan tanpa mengira

Foto oleh;Vence Sanbein

Penulis: Vence Sanbein

Tafenpah.com - Kamu tahu? Jika kasmaran adalah norkotik maka kamu adalah bandarnya. Cinta itu seperti hujan yang datang tanpa mengenal waktu dan kondisi. Di saat itu terjadi, kamu akan merasa bahwa segalanya tentang dirimu akan berubah. 


Hari-hariku selalu dimulai dengan rutinitas kerja. Pagi berganti malam, hari berganti minggu dan bulan berganti tahun. Aku tidak akan pernah tahu bahwa hari-hariku di tanah rantauan ini sudah memasuki lima tahun. Tidak akan pernah tahu bahwa ritme yang kubangun termakan oleh waktu dan kemudian kusadari bahwa sesuatu yang terjadi dalam hidupku menjadi semakin pelik. 


Semuanya semakin rumit ketika kamu muncul. Kamu pun akhirnya datang. Seperti mentari yang menyemangati hari-hariku. Aku dengar kamu meminta nomor hanphoneku di salah satu temanmu, teman sekampung. Kemudian kamu mengirim sebuah pesan text kepadaku. Sebuah nomor baru yang tidak kusangka bahwa itu kamu. Seorang gadis yang pernah kujumpai di Desaku. Seorang gadis pendiam yang berperwakan lugu dan mata binar yang indah bahkan seorang lelaki sepertiku mustahil untuk kudapat. 


Bukankah hal yang mustahil itu nyata, jika cinta yang tidak kamu inginkan akan dipertemukan oleh Tuhan dengan cara yang tidak kamu tahu. Aku dengar kamu mendapat nomorku dari temanku. Yah, satu teman. Temanku dan temanmu. Bukankah ini pertanda bahwa cara kita bertemu dan dan cara kita berjumpa, saling mengenal lebih intens adalah lewat teman sendiri? Bahkan seberapa besar kita mengelak, seberapa besar kita menjauh dan seberapa besar kita menolak; Tuhan akan mempertemukan dengan cara yang mustahil. 


“ Kamu dimana?” Aku kemudian membalas. Seperti biasa, balasan seorang lelaki yang sedang jatuh cinta dalam asmara. Itulah aku, seorang lelaki yang sudah susah payah menjauh dari perihal cinta, kemudian kamu yang dikirim oleh Tuhan seperti permata indah datang menembus benteng pertahananku. Menembus sukma, menjalar nalarku seperti sebuah labirin yang kau taburi dengan wewangian bayang-bayangmu. 


Kau datang begitu saja, membodohiku seperi seorang pengamen yang dipintal dengan lirik lagu-lagu. Kita kemudian saling membalas. Aku merespon kamu dengan antusias, berusaha setiap kalimat yang kukirim adalah doa penghantar harapan pada Tuhan, untuk secepatnya menyatukan kita dalam agenda harianNya. Mencatat bahwa kamu dan aku adalah satu, yang tidak mungkin dipisahkan oleh waktu.


 Aku tersenyum malu bahkan aku sempat menghadapi sebua kaca, menatap diriku dan berkata “ kamu tidak layak” . kamu mengirimku sebuah pesan “ Senang kamu baik-baik saja di sana”. Aku lalu tersenyum lagi sambil menatap kaca, kubalas pesan itu dengan cepat. 


Entah mengapa hatiku berkata, kamulah orangnya. Jumantara wajahmu menyejukan lusinan ritme yang kususun untuk masa depan. Kamu seperti Firefly Squid di laut lepas; yang dikejar oleh ribuan pemangsa darat. Seperti potongan tiramisu yang enak untuk dinikmati. Aku yang bodoh ini kemudian tersenyum menatap harap unuk segera bertemu dengan kamu.


Tapi kenapa kamu harus memilih aku? Memilih seorang lelaki yang pernah gagal dalam hubungan berkali-kali. Karena cinta, karena sesuatu yang seharusnya dulu kumiliki. Karena “ Dia “ dan “ Dia “, yang datang berkali-kali kemudian memporak-porandakan tamengku sebagai lelaki setia. Bukankah itu maksud Tuhan? Sebagai gantinya kamu datang ke dalam hidupku.



Empat bulan kemudian
(four months laters)

Akhir-akhir ini sebuah pesan yang kita saling kirim bukan lagi teman, kamu ataupun namamu. Melainkan satu kata “ Honey “. Secepat inikah kamu masuk dalam duniaku. Menyusup seperti seorang malaikat, seperti percikan cahaya yang menembus sebuah kaca tertutup tanpa melukai. Aku akui beberapa bulan terakhir ini kamu membuatku nyaman. 


Hari-hari ponsel kita tidak pernah berhenti, saling mengirim pesan, melakukan panggilan sampai pada tahap aku mengutarkan perasaanku. Aku seperti budak ( Budak Cinta). Bukan, tapi kita. Kamu dan aku. Kita seperti saling merindu. Aku sibuk merindukanmu dan kamu sebaliknya. Bukankah pantas jika dua orang yang sudah jatuh cinta harus saling merindu. Walau kata orang bahwa kamu tidak akan selamanya memiliki dia. 


Walau kata orang bahwa aku tidak layak. Ah, aku tidak akan berpikir kata siapa dan mereka. Aku tidak akan bosan walau hari-hariku terekam dalam ponsel milik kita bersama. Hasratku seperti hasratmu; yang menggebu dan aku sampai tak bisa berkata. Seperti hasrat purba yang lebih tua dari manusia, yang berangsur-angsur tak mengenal kata lelah, bosan, bahkan seandainya suatu saat kita akan menua bersama. Memintal benang kerinduan perjalanan hidup kita. Mungkin kita akan ceritakan pada anak-cucu kita tentang perasaan cinta yang berhak mereka milki. 


Akan ada tanggal dan waktu untuk kita bertemu. Walau jarak yang jauh kutempuh, walau samudera yang luas kulewati akan kuberanikan diriku, hingga pada akhirnya rindu yang sama-sama kita sandingkan akan bersenandung selamanya di genggaman hati kita


Desember akhirnya tiba. Satu tahun kita jadian, sudah saatnya untuk kita rasakan bersama dalam pertemuan. Bertemu untuk saling menatap, bertemu untuk saling mengobrol dan bertemu untuk saling mengadu kasih. Aku membeli tiket pesawat untuk ke “ Denpasar” , mengorbankan waktuku dan berkompromi dengan atasanku untuk cuti dalam beberapa hari kemudian. Walau alasan yang kugunakan tidak tepat. Itu tidak menjadi masalah, walau mereka dan siapa yang kubohongi. Walau orang-orang terdekatku. Aku tidak peduli. Aku tidak peduli, apa kata dunia tentang kita. Yang kupeduli hanyalah dua kata ini  “ kamu dan perasaan ini."  


Sore akhirnya tiba. Senja yang siap kembali keperadunnya seperti mengucapka kata “ selamat “, ketika pesawat yang kutumpangi mendarat di salah satu bandara di pulau itu. Kemudian aku membuka kaca pesawat, bersamaan pula kamu mengirimiku sebuah pesan “ Honey udah nyampe ya? “ aku tersenyum. kamu mengirimiku pesan lagi dan lagi. “ jangan lupa jaga mata. Aku kangen kamu “. Aku tersenyum ceria. Pipi meronaku dan hangatnya hatiku seakan memulihkan perjalanan panjangku. Aku kemudian membalas. Sepertinya aku tidak sabar, karena malam yang panjang dan bintang-gemintang akan bertaburan menyambut kita. 


Aku tidak sabar untuk merangkulmu, menghangatkanmu dan menghiburmu. Dan aku tidak sabar kamu akan membawaku ke pelosok-pelosok terpecil nan indah di pulau itu. Seperti negeri dongeng yang tertulis dalam lusinan buku-buku para penyair tentang Negeri Cinta. Tentang kamu dan aku. Tentang kita. Tentang pertemuan ini, untuk kita abadikan bersama, menyambut hari tua kita bersama. Malam itu kamu bahagia, dan aku juga. Karena kutahu perasaan kitalah yang menyatukan kita. Sebuah awal yang tak kita perkira bahwa kita akan bertemu, entah itu dengan cara apapun dan sebuah akhir yang harus kita perjuangkan. Seberat apapun itu, aku percaya bahwa aku dan kamu tercipta untuk menjadi “ SATU”. 


Kamu tahu? Jatuh cinta itu ibarat kamu tenggelam dalam dunia fiksi. 

Kamu akan sulit untuk keluar, bahkan lupa bahwa hari-harimu hanya dipenuhi dengan kasmaran. Seperti sebuah Utopia dalam negeri Dongeng.


Penulis

Vence Sanbein

Pernah menamatkan diri di  pendidikan SMA Seminari Lalian

Pernah di Biara SVD Nenuk

Menyelamatkan Pendidikan SI ( Jurusan Agribisnis di Unimor)


Frederikus Suni Admin Tafenpah Group
Frederikus Suni Admin Tafenpah Group Frederikus Suni (Fredy Suni) Mahasiswa Program Studi Ilmu Komunikasi Universitas Siber Asia (Asia Cyber University) | Frederikus Suni pernah DO dari Sekolah Tinggi Filsafat dan Teologi Widya Sasana Malang dan Fakultas Ilmu Komunikasi Universitas Dian Nusantara (Undira) Jakarta || Terkait kerja sama dan informasi iklan bisa melalui email tafenpahtimor@gmail.com || || Instagram: @suni_fredy || @tafenpahcom || @pahtimorcom || Youtube: @Tafenpah Group

Posting Komentar untuk "Pertemuan tanpa mengira"