Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Manusia Sebagai Makhluk Yang Membudaya (Sepercik Refleksi atas Ernst Cassirer)

 

Ilustrasi gambar dari kompas.com

Tafenpah.com - Pertanyaan apakah manusia itu? merupakan dasar pencarian filsafat pada umumnya dan filsafat kebudayaan pada khususnya. Filsafat berusaha mencari jawaban atas pertanyaan tersebut. 


Bagi Ernst Cassirer pertanyaan yang menunjuk pada proses pengenalan diri itu merupakan tujuan tertinggi dalam pengkajian filosofis. Bahkan Ernst Cassirer menyebutnya sebagai titik Archimedes yaitu pusat yang tetap dan bahkan tak bergeser dari semua pemikiran filsafat. 


Manusia adalah makhluk yang memiliki kemampuan dan hak istimewa, memiliki tugas menyelidiki segala hal secara mendalam. Ia memikirkan dan bertanya tentang segala hal, setidak-tidaknya ia harus mengenal serta mengerti dirinya sendiri. Setiap orang mempunyai tanggung jawab terhadap dirinya sendiri, meskipun ia tidak perlu mengenal dan mengerti segala hal, namun setidak-tidaknya ia harus mengenal serta mengerti dirinya sendiri secara cukup mendalam untuk dapat mengatur sikapnya dalam hidup. 


Akan tetapi untuk membedakan mana yang baik dan buruk baginya, ia harus memperoleh pandangan yang cukup tepat tentang apakah hakikat sifat manusia itu, kemampuan apa yang dimilikinya dan apa yang dicita-citakannya, apa yang benar-benar membanggakan dan menyempurnakannya.


Pergumulan mengenai pengenalan diri inilah yang merupakan titik awal Ernst Cassirer dalam usahanya membahas tentang manusia dan kebudayaan. Mernurut Ernst Cassirer, pengenalan diri merupakan persyaratan pertama dan utama bagi realisasi diri. Hanya dengan cara demikian, manusia dapat mematahkan rantai yang menambatkan manusia pada dunia luar, agar manusia mampu memperoleh kebebasan pribadi yang sejati. Ernest Cassirer menegaskan bahwa persoalan paling besar di seluruh dunia adalah mengenali diri sendiri.


Dengan mencoba membahas kembali pemikiran-pemikiran para filsuf Yunani, Ernest Cassirer menyebutkan adanya titik balik dalam kebudayaan dan pemikiran Yunani ketika Plato menafsirkan semboyan”Kenalilah Dirimu Sendiri” dengan cara yang sama sekali baru.


Semboyan demikian dikenal sebagai suatu pendekatan yang digunakan oleh Sokrates untuk mendekati manusia. Dalam hal ini tampak bahwa Sokrates mendekati manusia sebagai individu, ini kemudian dikoreksi oleh Plato. Bagi Plato untuk mendekati manusia sebagai individu, memiliki berbagai macam keterbatasan. 


Oleh karena itu untuk memecahkan persoalan tersebut manusia harus membuat rancangan yang lebih luas. Plato menegaskan bahwa dalam pengalaman individual, manusia menghadapi berbagai macam gejala yang beragam, rumit dan saling bertentangan, sehingga jarang untuk mampu dilihat secara jernih.


Maka kemudian Plato menegaskan bahwa manusia seharusnya dipelajari dan didekati dari sudut kehidupan sosial dan politis. Dengan demikian dapat disimpilkan bahwa bagi Plato, manusia pertama-tama merupakan makhluk sosial dan politis. Akan tetapi Ernst Cassirer memberikan kritik dan koreksi atas pemikiran Plato tersebut. Menurutnya kehidupan politik bukanlah satu-satunya bentuk hidup komunal.


Lebih lanjut ia menyebutkan bahwa dalam sejarah keberadaan manusia, negara adalah hasil proses peradaban yang datang kemudian. Jauh sebelum terciptanya ngara sebagai suatu bentuk organisasi sosial, manusia sudah melakuakan berbagai percobaan lain untuk menata dan mengatur keinginan, perasaan dan pemikiran-pemikirannya. Penataan dan sistematisasi seperti demikian terjadi dalam bentuk bahasa, mitos, agama dan kesenian. Bentuk-bentuk tersebut merupakan unsur-unsur dasar dari kebudayaan. 


Oleh karena itu dapat disimpulkan bahwa, bagi Ernst Cassirer, manusia pertama-tama harus didekati dari budaya. Sebab pada kenyataannya manusia adalah makhluk yang membudaya yakni makhluk yang hidup dalam dan melalui unsur-unsur budaya itu sendiri. 


Lebih lanjut Ernst Cassirer menegaskan bahwa ciri utama dan khas manusia bukanlah kodrat fisik atau metafisikanya, melainkan karyanya. Ia harus menciptakan diri dan dunianya. Dengan demikian manusia bukanlah makhluk natural melainkan kultural.


Manusia secara terus-menerus berusaha untuk berada dalam proses menangkap dirinya. Karya serta sistem kegiatan manusiawilah yang membentuk dan membatasi dunia kemanusiaan. Ia harus menemukan dirinya dengan membangun dirinya. 


Bagi Ernst Cassirer, bahasa, mitos, religi, kesenian, sejarah merupakan sektor atau bagian-bagian penting dalam dunia kehidupan manusia. Hal demikian tampak bahwa kebudayaan adalah wadah dari seluruh perilaku dan karya yang dihasilkan oleh manusia. 


Ernst Cassirer meletakkan kebudayaan sebagai usaha manusiawi untuk memahami diri sendiri dan mengatasi berbagai persoalan melalui akal budi dan penggunaan simbol-simbol.


Penulis Tafenpah: Perboyre Bana Alumnus Sekolah Tinggi Filsafat Teologi Widya Sasana Malang



Frederikus Suni Admin Tafenpah Group
Frederikus Suni Admin Tafenpah Group Hi salam kenal ya!!! Saya Frederikus Suni, biasanya disapa Fredy Suni adalah pendiri dari Tafenpah. Profesi: Kreator Digital | Saya adalah mahasiswa Droup Out/DO dari Sekolah Tinggi Filsafat Teologi Widya Sasana Malang dan Universitas Dian Nusantara (Undira). Saat ini bekerja sebagai Kreator Konten Tafenpah Group | Saya pernah menjadi Wartawan/Jurnalis di Metasatu.com dan NTTPedia.id || Saya pernah menangani proyek dari Kementerian Komunikasi dan Informatika RI || Saya pernah magang sebagai Copywriter untuk Universitas Dian Nusantara (Undira) Jakarta. Saat ini fokus mengembangkan portal yang saya dirikan yakni: www.tafenpah.com || www.pahtimor.com || www.hitztafenpah.com || www.lelahnyahidup.com || www.sporttafenpah.com || Mari, kita saling berinvestasi, demi kebaikan bersama || Terkait kerja sama dan informasi iklan bisa melalui email tafenpahtimor@gmail.com || || Instagram: @suni_fredy || @tafenpahcom || @pahtimorcom || Youtube: @Tafenpah Group

3 komentar untuk "Manusia Sebagai Makhluk Yang Membudaya (Sepercik Refleksi atas Ernst Cassirer)"

Berkomentarlah dengan baik dan sopan ya! | Terima kasih


Diperbolehkan mengutip tulisan dari Tafenpah tidak lebih dari 30%, dengan syarat menyertakan sumber | Mari, kita belajar untuk menghargai karya orang lain | Salam hangat