Tok Tabua Warisan Budaya dan Sastra Lisan Atoin Meto dalam Mencari sekaligus Menentukan Solusi Kolektif, Relevansi Sila ke-4 Pancasila
Penulis : Frederikus Suni
Tok Tabu merupakan sistem sosial masyarakat Dawan Timor NTT yang bertujuan untuk memecahkan setiap persoalan dalam bingkai persaudaraan (kekerabatan), persatuan, dan kebersamaan. Semakna dengan Sila ke-4 Pancasila
![]() |
Tok Tabua Warisan Budaya Atoin Meto dalam Mencari dan Menentukan Solusi Kolektif, Relevansi Sila ke-4 Pancasila. Foto: Frederikus Suni/Tafenpah.com |
TAFENPAH.COM - Tok Tabua merupakan wadah atau semacam perkumpulan di lingkungan Atoin Meto (Etnis atau Suku Dawan Timor NTT) untuk mencari sekaligus menentukan keputusan yang tepat, berguna, berdampak serta memberikan kepuasan untuk seluruh anggota.
Selaras, semakna, setali dengan Sila ke-4 Pancasila; Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan.
Memahami Akar Kata atau Etimologi Tok Tabua
Tok Tabua terdiri dari dua suku kata dalam bahasa Dawan yakni;
Tok artinya; Duduk
Tabua artinya; Bersama
Sederhananya, Tok Tabua kita dapat menerjemahkannya sebagai kegiatan duduk bersama, berkumpul dalam sistem sosial masyarakat Dawan Timor Barat Indonesia, provinsi Nusa Tenggara Timur.
Umumnya, kelompok suku Dawan Timor NTT ketika menemukan persoalan, entah yang berkaitan dengan perselisihan antar suku, golongan, pemerintah, swasta dan berbagi hal yang memicu sengketa, maka langkah yang pertama adalah tokoh adat (Kepala Suku) di setiap kampung/desa hingga wilayah tertentu akan duduk bersama untuk mencari tahu akar permasalahan.
Selama kegiatan tersebut berlangsung, tentunya akan ada banyak pendapat dan masukkan dari setiap orang yang hadir dalam kegiatan tersebut.
Setelah mengumpulkan berbagai informasi, maka tokoh adat akan memutuskan langkah atau solusi yang tepat, guna mengakhiri perselisihan antar pribadi, kelompok, komunitas pemerintah, swasta, agama, dll.
Keputusan yang diambil pun tidak boleh bertentangan dengan asas hidup Atoin Meto yakni; kebersamaan, persatuan, dan persaudaraan.
Karena bagaimanapun juga, Atoin Meto sangat menjunjung tinggi ketiga nila kearifan lokal tersebut.
Sama halnya dalam Sila ke-4 Pancasila. Di mana, para pendiri bangsa pada zaman dahulu, ketika mereka memutuskan sesuatu yang penting dan berkaitan dengan kehidupan seluruh masyarakat Indonesia, pertama - tama mereka mencari dan memberikan solusi yang sekiranya berimbang atau tidak berat sebelah.
Karena keputusan yang tidak adil, hanya melahirkan permasalahan baru.
Untuk itu, antara Tok Tabua dan Sila ke-4 Pancasila selalu memiliki keterhubungan dalam aspek budaya, sejarah, politik, Pendidikan, ekonomi serta bidang kehidupan lainnya.
Tok Tabua dalam Perjalanan Zaman
Kajian tentang sastra lisan Atoin Meto hingga saat ini belum sepenuhnya diketahui oleh masyarakat di luar pulau Timor (tanah leluhur Suku Dawan).
Karena keterbatasan Sumber Daya Manusia yang secara kontinyu mengupas makna historis perjalanan Atoin Meto dalam pusaran waktu.
Berbicara tentang waktu, ingatan kita tidak akan pernah lepas dari pengaruh peradaban zaman.
Setiap zaman selalu menghadirkan sebuah misteri, antara sisi positif dan negatif.
Ibarat kedua sisi mata uang yang kita tidak mungkin menghilangkannya. Karena keduanya memiliki keterhubungan.
Kajian ini juga berkaitan dengan hukum kausalitas (Sebab dan Akibat) dalam disiplin ilmu filsafat Kosmologi.
Di mana, antara imajinasi dan realitas selalu berdampingan dengan kehidupan manusia.
Lebih kontekstualnya ini berkaitan dengan ilmu psikologi yang mengupas masa lalu manusia yang terekam di bawah alam sadar, dan sewaktu-waktu rasio (akal) menampilkannya dalam etika dan moral.
Baik dan buruknya perjalanan setiap orang merupakan dua hal yang selalu menjadi cerminan kekuatan dalam bertindak, berperilaku serta mengaplikasikannya dalam setiap perjalanan hidup.
Tok Tabua bagaikan mutiara yang terpendam dan sangat menginspirasi setiap orang untuk merekonstruksi sejarah peradaban manusia.
Manusia dalam hal ini kita semua memiliki masa lalu. Dari masa lalu, kita belajar untuk menata kehidupan kita yang jauh lebih baik dari sebelumnya.
Untuk itu, Tok Tabua merupakan pedoman untuk kita melakukan segala sesuatu dengan sadar dan tanggung jawab.
Tok Tabua tidak hanya berlaku dalam kehidupan Atoin Meto di daratan Timor (Timor Barat Indonesia dan Timor Leste).
Tetapi, Tok Tabua juga berlaku dalam sejarah perjalanan bangsa Indonesia.
Karena di balik Tok Tabua ada nilai sejarah, warisan budaya dan komitmen bersama, sebagimana yang terjawantahkan dalam Sila ke-4 Pancasila.
Tantangan Tok Tabua di Tengah Gempuran Teknologi Komunikasi dan Informasi
Menjalani kehidupan di era keterbukaan informasi dan komunikasi publik, tentunya memiliki tantangan tersendiri.
Artinya, kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi informasi komunikasi abad ke-21 juga memberikan perspektif yang berbeda dalam kehidupan generasi muda Atoin Meto.
Di mana, makan Tok Tabua perlahan terkikis, kemudian lenyap atau sirna oleh karakter generasi muda Atoin Meto yang sangat Individualistik.
Berdasarkan hasil penelusuran TAFENPAH dari MetaAI, Individualistik kurang lebih seperti di bawah ini 👇 👇 👇
Individualistik adalah istilah yang merujuk pada sikap atau pandangan yang mengutamakan kepentingan, kebutuhan, dan kebebasan individu daripada kepentingan kelompok atau masyarakat.
Dalam konteks sosial dan budaya, individualistik sering kali dihubungkan dengan nilai-nilai seperti:
- Kemandirian*: Individu diharapkan untuk mandiri dan tidak terlalu bergantung pada orang lain.
- Kreativitas*: Individu didorong untuk mengekspresikan diri dan mengembangkan potensi pribadi.
- Persaingan*: Individu sering kali dihadapkan pada persaingan untuk mencapai tujuan dan kesuksesan pribadi.
- Kebebasan*: Individu memiliki kebebasan untuk membuat pilihan dan menentukan arah hidupnya sendiri.
Namun, individualistik juga dapat memiliki dampak negatif, seperti:
- Kurangnya empati*: Fokus pada kepentingan pribadi dapat menyebabkan kurangnya perhatian terhadap kebutuhan dan perasaan orang lain.
- Persaingan tidak sehat*: Persaingan yang berlebihan dapat menyebabkan stres dan konflik antarindividu.
- Kurangnya kesadaran sosial*: Individu mungkin kurang peduli terhadap isu-isu sosial dan kebutuhan masyarakat.
Dalam beberapa budaya, individualistik dianggap sebagai nilai yang positif dan penting untuk mencapai kesuksesan pribadi.
Namun, dalam budaya lain, nilai-nilai kolektivisme yang mengutamakan kepentingan kelompok mungkin lebih diutamakan.
Khusus generasi muda Atoin Meto, sikap hidup Individualistik bukanlah produk budaya.
Melainkan Individualistik lahir karena adanya percampuran budaya. Selain, hukum kapitalisme global, seperti yang pernah filsuf Herbert Marcuse sampaikan dalam ajarannya.
Menurut Herbert Marcuse, lahirnya sikap hidup Individualistik karena alienasi atau usaha pemerintah, dalam hal ini yang dikendalikan oleh kaum pemilik modal untuk menciptakan sistem sosial, dan pada akhirnya sistem tersebut mengasingkan manusia dari dirinya sendiri, alam ciptaan, sesama, dan Tuhan yang mereka imani atau yakini dalam setiap ajarannya.
Selain itu, Herbert Marcuse juga menyoroti teknologi. Kemunculan teknologi tidak hanya memudahkan komunikasi antar pribadi, kelompok dan masyarakat secara luas.
Namun, teknologi juga menciderai sistem sosial masyarakat tertentu, dalam hal ini makna Tok Tabua dalam kebudayaan Atoin Meto.
Nyatanya, saat ini dan mungkin di waktu yang akan datang, antar sesama generasi muda Atoin Meto semakin jauh dari makna Tok Tabua dalam menyelesaikan setiap persoalan yang terjadi dalam kehidupan sehari-hari.
TAFENPAH bukannya tidak optimis, namun melihat komunikasi dan hubungan antar generasi muda Atoin Meto saat ini yang berupaya untuk menjauhi nilai - nilai kebudayaan setempat, memang ke depannya sangat berat dan tidak menutup kemungkinan, makna Tok Tabua akan hilang oleh ambisi, gengsi, Individualistik dalam diri generasi muda suku Dawan Timor NTT.
Oleh karena itu, melalui kajian literatur sederhana ini, TAFENPAH bukannya mendikte, apalagi menggurui pembaca, namun tulisan ini semacam alarm komunitas/kolektif masyarakat Dawan untuk selalu menjaga silaturahmi, Komunikasi, musyawarah, gotong royong, guna menguatkan sistem kekerabatan (persaudaraan), persatuan (Nekaf Mese, Ansof Mese atau Satu Hati, Satu Suara) dalam membangun provinsi Nusa Tenggara Timur ke arah yang lebih baik.
Tulisan ini jauh dari ketidaksempurnaan, untuk itu, sumbangan pemikiran dari tokoh akademisi, antropolog, pemerintah dan seluruh masyarakat Dawan Timor sangat bermanfaat untuk perbaikan tulisan ini ke depannya.
Salam kebudayaan.
YouTube Perspektif Tafenpah
Tiktok; @tafenpah.com
Instagram : @tafenpahtimor
Halaman Facebook; @tafenpahtimor
Posting Komentar untuk "Tok Tabua Warisan Budaya dan Sastra Lisan Atoin Meto dalam Mencari sekaligus Menentukan Solusi Kolektif, Relevansi Sila ke-4 Pancasila "
Posting Komentar
Diperbolehkan untuk mengutip sebagian materi dari TAFENPAH tidak lebih dari 30%. Terima kasih