Eurico Guterres, Sosok Pergerakan Kemerdekaan, Diskriminasi Warga Timor Leste terhadap Kelompok Pro Indonesia di Timor Barat, Balada DPRD NTT dan Realita kehidupan Masyarakat

Penulis : Frederikus Suni 

Eurico Guterres Pejuang pro integrasi kemerdekaan Indonesia. Sumber; Ist

TAFENPAH.COM - Eurico Guterres merupakan salah satu aktor atau tokoh berpengaruh, ketika terjadi pergolakan politik hingga penentuan nasib Timor Timur (Mantan Provinsi Indonesia ke-27), yang kini berdaulat sebagai negara Demokratik Timor Leste, tepatnya pada 20 Mei 2002.

Selama tahun pergolakan politik antara pemerintah Indonesia dengan pasukan pergerakan kemerdekaan Timor Leste, atau yang biasanya kita kenal dengan sebutan Fretilin.

Fretilin merupakan singkatan dari (Front Revolusioner) didirikan oleh Francisco Xavier do Amoral pada tanggal 20 Mei 1974.




Berdasarkan catatan sejarah hingga kesaksian Eurico Guterres melalui podcast di channel Youtube Man of Our Time dengan topik "Pengabdian tanpa akhir Eurico Guterres untuk Merah Putih," tokoh sekaligus politikus pejuang pro integrasi atau kemerdekaan Indonesia dari Timor Timur tersebut yang kini menetap di Kupang (Ibukota provinsi Nusa Tenggara Timur) mengatakan awal berdirinya Fretilin sebagai partai politik di Timor Timur yang tidak setuju dengan pendudukan Portugis dan Indonesia.

Terlepas dari isu politik yang pada akhirnya menyebabkan mantan Presiden BJ Habibie melepas Timor Timur melalui referendum, dalam pembahasan ini, admin TAFENPAH dan channel Youtube Perspektif Tafenpah hanya fokuskan pada aspek psikologis.

Ranah psikologis atau keadaan batin, termasuk situasi dan kondisi kehidupan harian masyarakat Timor Leste yang memilih untuk tinggal dan menetap dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia, tepatnya mereka yang berada di Timor Barat, provinsi Nusa Tenggara Timur.




Eurico Guterres secara lantang dan penuh emosional menuturkan perkataan diskriminatif dari masyarakat Timor Leste terhadap kelompok pro Indonesia, kurang lebih seperti di bawah ini;

"Selama ini warga Timor Leste merendahkan kami dengan mengatakan rasain loh kalian, lari ikut Indonesia. Mau menderita dan mau mati, jilatin aja Indonesia," terang Eurico Guterres melalui channel Youtube Man of Our Time.

Tentu saja, pembicaraan atau omongan tersebut menimbulkan masalah antara sesama warga Indonesia dan Timor Leste.

Namun, saya selalu berusaha untuk menahan kelompok saya bahwasannya kita tidak boleh terpancing dengan pernyataan diskriminatif tersebut.

Kita ikutin aturan atau keputusan pemerintah Indonesia.

Yahdi Jamhur selaku host dalam obralan di Ngopsdul berusaha untuk menggali apa yang telah terjadi hingga peristiwa diskriminatif apa saja yang selama ini dilayangkan masyarakat Timor Leste terhadap kelompoknya Eurico Guterres di daratan Timor Barat, NTT.



Eurico Guterres; Pejuang Aspirasi Warga Eks Timor Timur melalui Jalur Politik, Ekonomi dan Pendidikan 


Perjuanganku bukan Melalui Senjata lagi, Tapi melalui Hak Politik, Ekonomi dan Pendidikan 




Perjuangkan Eurico Guterres dulunya, memang melalui senjata. Akan tetapi, sejak Timor Timur menjadi negara berdaulat, misi perjuangan Eurico Guterres berubah.

Perubahan itu tampak dalam komitmen Eurico Guterres yang tak henti-hentinya memperjuangkan hak politik, ekonomi, dan pendidikan setara bagi warga eks Timor Timur, layaknya masyarakat Indonesia pada umumnya.

Kendati pun demikian, sejauh ini perjuangan Eurico Guterres belum sepenuhnya memberikan apa yang menjadi hak pengikutnya di daratan Timor Barat Indonesia.

Karena situasi dan kondisi bangsa kita terkurung dalam praktek KKN (Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme).

Praktek KKN tersebut mulai terasa dari tingkatan pemerintah kabupaten, kota, provinsi hingga pusat.

Realita ini memicu ketidakpuasan masyarakat terhadap para pemimpin, terlebih mereka yang setiap lima tahun sekali berkamuflase menjadi pribadi sok perhatian, dermawan, peduli rakyat dan berbagai aksi kemanusiaan lainnya.

Namun, setelah terpilih, mereka hanya bekerja untuk kepentingan partai politiknya, keluarga dan golongannya.

Tipu muslihat para pemimpin, kini terang benderang dengan berbagai kebijakan yang sangat merugikan bahkan menyengsarakan rakyat.

Akibatnya, masyarakat bersatu melawan para pemimpin, puncaknya adalah peristiwa demonstrasi besar-besaran di berbagai pelosok negeri.

Kendati pun demikian, kekacauan tersebut hanya bersifat sementara. Karena praktek Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme akan terus berlanjut di setiap pergantian pemimpin di negeri ini.

Akumulasi dari penyimpanan moral di balik praktek Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme adalah terjadinya kesenjangan antara kehidupan pemimpin dan masyarakat.

Perlu kita pahami, bahwasannya ketidakadilan dari kebijakan pemerintah pusat, provinsi, kota hingga kabupaten tidak hanya dialami oleh kelompok pro integrasi kemerdekaan Indonesia, khususnya Eurico Guterres dkk, tapi seluruh masyarakat Indonesia hingga saat ini dan di tahun - tahun yang akan datang.

Perjuangan hak politik, ekonomi, dan pendidikan bagi seluruh masyarakat Indonesia merupakan tanggung jawab bersama.

Apa yang Eurico Guterres perjuangkan, sama halnya dengan perjuangan masyarakat marginal (kelompok terpinggirkan) di berbagai pelosok negeri.


Balada Kehidupan DPRD NTT, Ibarat Menari di Atas Penderitaan Masyarakat 

Beberapa hari yang lalu, tim dari Kompas.id menyajikan fakta mencengangkan. Bagaimana tidak, tunjangan rumah dan mobil DPRD NTT mencapai Rp. 41,4 Miliar per tahun.

Sementara, ribuan generasi muda di NTT berjuang untuk mendapatkan pendidikan yang layak. Selain, perjuangan setiap kepala keluarga beserta istrinya untuk mendapatkan kehidupan ekonomi yang cukup, demi kelangsungan hidup keluarganya berbanding terbalik dengan kemewahan anggota DPRD NTT yang dalam setahun menerima tunjangan rumah dan mobil dalam jumlah yang sangat fantastis.

Mereka (DPRD NTT) saat ini seperti raja yang hidup di kerajaan. Segala kebutuhan hidup keluarganya menjadi tanggungan pemerintah. Sementara, masyarakatnya setiap hari berjuang untuk mendapatkan sesuap nasi dari cucuran keringat.

Balada Kehidupan antara DPRD NTT dan masyarakatnya, memang agak laen. Tapi, itulah realita atau fenomena yang terjadi di bumi Flobamorata.

Jika pemerintah provinsi, dalam hal ini Gubernur dan Wakil Gubernur beserta stafnya di berbagai kota dan kabupaten memiliki sikap empati sosial, maka anggaran sebesar itu dialihfungsikan untuk kesejahteraan masyarakat, termasuk pendidikan berkualitas yang menjangkau setiap keluarga.

Daripada memanjakan kehidupan DPRD NTT serta seluruh keluarganya, mendingan dana RP. 41,4 miliar diberikan pendidikan gratis.

Manfaatnya akan terasa untuk kemajuan provinsi Nusa Tenggara Timur.

Esensi Ayo Bangun NTT dalam Konteks Apa?

Tagar #ayobangunntt di era kepemimpinan gubernur Emanuel Melkiades Laka Lena dan Johanis Asadoma, sejauh ini memang terdengar indah.

Akan tetapi, realitanya sangat ironis antara tunjangan rumah dan mobil DPRD NTT yang dalam setahun mencapai Rp. 41,4 miliar.

Dalam konteks ini, admin TAFENPAH dan channel Youtube Perspektif mencoba untuk mencari esensi dari semangat 'Ayo Bangun NTT."

Memang, kita harus mengakui bahwasannya sejak kepemimpinan gubernur Emanuel Melkiades Laka Lena dan Johanis Asadoma, ada kemajuan di beberapa bidang.

Namun, jauh daripada kemajuan tersebut, ada derita dan tangisan anak muda, baik yang saat ini tinggal di NTT maupun diaspora yang berjuang untuk mengangkat martabat ekonomi keluarga hingga melanjutkan pendidikannya di tanah rantau.

Mereka yang berada di tanah rantau hidupnya tidak baik-baik saja. Mereka rela meninggalkan kenyamanan di kampung halamannya, guna berjibaku dengan kerasnya kehidupan di berbagai kota metropolitan tanah air hingga mancanegara.

Bahkan ada yang hanya meninggalkan nama untuk keluarganya. Entah karena mereka mengalami kesulitan untuk pulang kampung, diskriminasi majikan atau bosnya di negeri asing serta faktor penghambat lainnya.

Jika seandainya memilih, diaspora NTT tidak akan pergi meninggalkan daerahnya. Namun, karena faktor ekonomi hingga pendidikan, mereka mempertaruhkan nyawa di negeri asing.

Di mana jiwa empati pemimpin? Di mana esensi Ayo Bangun NTT?

Potretan Eurico Guterres hingga balada kemewahan DPRD NTT, memberikan perspektif kepada kita, bahwasannya tangisan, diskriminasi hingga kebijakan pemerintah yang tidak pro rakyat hanya meninggalkan derita dan tangisan.

Apa esensi tunjangan rumah dan mobil DPRD NTT? Sementara masyarakat makan saja harus berjuang, seperti diaspora NTT di negeri asing?

Ayo, tingkatkan kualitas pendidikan dan gratiskan pendidikan melalui anggaran DPRD NTT yang mencapai Rp 41, 4 Miliar daripada hanya untuk kesejahteraan segelintir orang!

Sumber rujukan; Channel Youtube Man of Our Time dan Kompas.id

YouTube Perspektif Tafenpah 

Tiktok ; @tafenpah.com

Instagram ; @suni_fredy  @perspektiftafenpah

@tafenpahtimor



Posting Komentar untuk "Eurico Guterres, Sosok Pergerakan Kemerdekaan, Diskriminasi Warga Timor Leste terhadap Kelompok Pro Indonesia di Timor Barat, Balada DPRD NTT dan Realita kehidupan Masyarakat "