Demonstrasi Indonesia, Akibat Ketidakmampuan Komunikasi Pejabat Publik! DPR Seolah Mencuci Tangan, Polisi Dijadikan Korban

Penulis : Frederikus Suni 

Demonstrasi Indonesia, Akibat Ketidakmampuan Komunikasi Pejabat Publik! DPR Seolah Mencuci Tangan, Polisi Dijadikan Korban. Foto; MetaAI/Tafenpah.com


TAFENPAH.COM - Demonstrasi besar-besaran masyarakat Indonesia yang berlangsung dari Senin, 25 Agustus 2025 hingga kini, Sabtu (30 Agustus 2025), bermula dari ketidakmampuan komunikasi efektif dan efisien para pejabat publik, terutama beberapa anggota DPR RI.

Jauh sebelum insiden tersebut, warga juga geram atau tidak puas dengan kebijakan pemerintah yang menaikkan pajak.

Di mana, per Januari 2025 lalu, pemerintah pusat melalui Kementerian Keuangan menetapkan pajak kepada masyarakat sebesar 12%.

Kendatipun demikian, ada beberapa pengecualian untuk barang - barang penting, seperti; bahan pangan pokok, pendidikan hingga layanan medis.

Meskipun demikian, kekecewaan warga bak api yang hanya menunggu bom Waktunya.

Puncak dari rasa ketidakpuasan masyarakat terhadap kebijakan pemerintah ini terjadi pasca atau setelah beberapa pernyataan/statement kurang etis dan tentunya tidak ada unsur empatinya sekaligus ekspresi yang seolah menertawakan jeritan masyarakat di tengah himpitan ekonomi, pemutusan hubungan kerja/PHK massal dan problematika lainnya, ikut mengobarkan semangat perlawanan rakyat terhadap sistem yang tidak berpihak.




Bagaimana tidak, rakyat dituntut untuk melaksanakan kewajibannya, terutama bayar pajak, sementara gaji DPR RI per hari sebesar Rp 3.000.000,00

Persoalan - persoalan tersebut, memantik kemarahan masyarakat. 

Tak bisa kita hindari lagi, beragam kritik bermunculan sebagai representasi dari ketidakpuasan masyarakat atas apa yang pejabat negara, terlebih anggota DPR RI yang katanya mewakili suara rakyat, justru pada kenyataannya mereka bekerja untuk kepentingan dirinya, golongannya hingga partai politik yang mereka tunggangi.

Bobroknya sistem kerja ini memaksa warga untuk menyuarakan aspirasinya dengan jalan demo.

Demonstrasi sebagai Representasi Ketidakpuasan Masyarakat terhadap Pejabat Publik 

Demonstrasi Akibat Ketidakpuasan Masyarakat Indonesia terhadap pejabat publik. METAAI/TAFENPAH.COM



Potretan Jakarta saat ini yang kian memanas dan tak terkendalikan merupakan cerminan dari rasa ketidakpuasan masyarakat terhadap 580 anggota DPR RI.

Mereka (pendemo) menuntut agar pemerintah pusat di bawah kepemimpinan presiden Prabowo Subianto membekukan atau membubarkan DPR.

Karena keberadaan DPR RI sama sekali tidak menyuarakan aspirasi masyarakat dari berbagai pelosok negeri.

Justru, para anggota DPR RI cenderung tunduk dan bekerja untuk kepentingan partai politiknya.

Jadi, esensi apa yang mereka berikan untuk rakyat! Toh, kehadiran mereka di Parlemen juga sama sekali tidak mengubah tuntutan masyarakat, terlebih pengesahan Undang - Undang Perampasan Aset para koruptor serta berbagai persoalan lainnya.

Muaknya warga terhadap keberadaan 580 anggota DPR RI, terlebih ungkapan provokator dari beberapa oknum, sebagaimana yang kita ketahui bersama, seperti; Ahmad Sahroni dkk yang secara terang-terangan gagal mengejawantahkan pesan komunikasi politiknya dan mengakibatkan blunder.

Meskipun demikian, tuntutan masyarakat kepada presiden Prabowo Subianto untuk membubarkan DPR tampaknya mustahil. 

Karena DPR diatur dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD 1945), khususnya Pasal 20 ayat (1) yang menyatakan DPR memegang kekuasaan membentuk undang-undang. Selain itu, peraturan lebih rinci mengenai tugas dan fungsi DPR diatur dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (UU MD3). 

DPR Cuci Tangan, Polisi Dijadikan Korban 

DPR Cuci Tangan, Polisi Dijadikan Korban. MetaAI/Tafenpah.com


Jika sedari awal, para anggota DPR RI mau bertemu dan berdialog dengan demonstran, mungkin saja ceritanya berbeda.

Akan tetapi, DPR sama sekali tidak menemui para demonstran di Senayan Jakarta Selatan.

Justru mereka (anggota DPR RI) berlindung di balik Kepolisian Republik Indonesia.

Nahasnya, salah satu Driver Ojol, almarhum Affan Kurniawan dilintas kendaraan taktis (rantis) Brimob di kawasan Pejompongan Jakarta Pusat, Kamis (28/8/2025).

Insiden tersebut merupakan puncak dari kemarahan rakyat terhadap Polisi. 

Padahal, yang bertanggung jawab atas insiden meninggalnya driver Ojol seharusnya para anggota DPR RI, bukan Polisi!

Polisi hanya bertugas mengamankan jalannya demonstran, termasuk kelangsungan hidup serta fasilitas umum DPR/MPR RI di kawasan Senang, Jakarta Selatan.

Kendati demikian, kini bermunculan statement beberapa anggota DPR RI yang dengan lantang meminta pertanggungjawaban Kepolisian Republik Indonesia atas insiden meninggalnya driver Ojol.

Anggota DPR RI seolah mencuci tangan dan menjadikan Kepolisian Republik Indonesia sebagai penanggung jawab.

Kocak benar! Ya, itulah citra dari sumber daya manusia perwakilan rakyat di Parlemen Senayan, khususnya DPR RI.

Dalam konteks ini, beberapa oknum DPR RI yang sedang mencari panggung di tengah chaos bangsa dan negara, boleh - boleh saja.

Toh, rakyat juga tahu menilai mana dalang di balik peristiwa besar ini.

Untuk itu, proses pencitraan dari anggota DPR RI untuk saat ini dan ke depannya, mohon kesamping dulu.

Fokus utama yang perlu DPR RI benahi adalah tuntutan warga. Termasuk Undang - Undangan Perampasan Aset para koruptor, penurunan pajak sampai pada transparansi anggaran (gaji).

Selain itu, beberapa anggota DPR RI yang Komunikasi politiknya tidak atau belum sama sekali berempati dengan kehidupan masyarakat perwakilan daerah pemilihannya, mohon untuk mencari jalan keluarnya.

Karena kedamaian bangsa merupakan tanggung jawab bersama. Rakyat akan respek pada pejabat publik, termasuk instansinya, apabila kerjanya benar dan memberikan kesejahteraan bagi seluruh rakyat Indonesia.

Mari, kita jadikan peristiwa tersebut sebagai bahan evaluasi sekaligus sebagai kesempatan untuk melatih kepekaan sosial di tengah masyarakat.




Posting Komentar untuk "Demonstrasi Indonesia, Akibat Ketidakmampuan Komunikasi Pejabat Publik! DPR Seolah Mencuci Tangan, Polisi Dijadikan Korban"