Konsep Ataraxia Aliran Epicureanisme: Pendekatan Hidup Sederhana untuk Mencapai Ketenangan Pikiran dan Bagaimana Relevansinya terhadap Kesibukan Manusia di Era Teknologi?

Penulis: Frederikus Suni 

Konsep hidup Ataraxia dari ajaran filsuf Epicurus untuk mencapai ketenangan hidup. Digital Imaging Frederikus Suni/Tafenpah.com

TAFENPAH.COM - Di tengah kesibukan manusia modern, ada kerinduan terdalam dari setiap orang untuk mendapatkan ketenangan hidup. 

Ketenangan hidup dalam ajaran filsuf Epicurus disebut Ataraxia.

Konsep ini kemudian berkembang, seiring dengan bertambahnya murid Epicurus yang menamakan diri mereka sebagai Epicureanisme.

Kelompok ini kemudian mendalami pemikiran-pemikiran mendalam dan reflektif dari filsuf Epicurus. Salah satunya adalah Ataraxia.




Aspek fundamental dari Ataraxia adalah bagaimana kita meminimalisir perasaan kecemasan, ketakutan dan berbagai faktor eksternal yang menghambat perkembangan diri.

Lalu, konsep diri ideal atau sempurna itu yang seperti apa?

Pertanyaan besar ini akan membawa kita dalam pemikiran reflektif. Karena dengan pemikiran mendalam, kita mampu berdialog dengan diri sendiri.

Kegiatan berdialog atau berkomunikasi dengan diri sendiri, memang jauh lebih sulit, ketimbang kita bercakap-cakap dengan orang lain dalam keseharian hidup.

Apalagi, kita menjalani kehidupan di abad ke-21 ini, tentunya tantangan dan kompleksitas permasalahan yang kita hadapi sangat menguras energi.

Akibatnya, kita terasing dari diri kita sendiri. Keterasingan dari diri sendiri menyebabkan kekosongan.

Artinya; ketika pikiran kita lagi mengambang, kosong/tak terisi, alias tidak konsentrasi dengan kehidupan kita, di situlah letak persoalannya.

Di mana, kita akan mudah untuk melakukan kegiatan atau tindakan yang bertentangan dengan hati nurani.

Seperti; Kita mudah tersinggung dengan perkataan orang lain, kita pun ikut menjelekkan orang lain, kebiasaan iri dengan kesuksesan sesama, mudah terprovokasi hingga kita menyakiti diri sendiri.

Kendati demikian, filsuf Epicurus dalam paham/ajaran Ataraxia-nya mengajak kita untuk lebih bijaksana dalam melihat dan merasakan setiap momen terkecil yang kita lalui sebagai bagian yang tak terpisahkan dari semesta.

Artinya; masalah hidup akan selalu ada dalam setiap perjalanan hidup kita. Tinggal bagaimana kita menyikapinya.

Berikut adalah beberapa pendekatan sederhana dari Epicurus untuk kita yang sedang menjalani kehidupan di era kebisingan informasi.

Sadar atau pun tidak, setiap saat kita selalu berperang dengan diri sendiri. Terutama bagaimana kita menyikapi setiap informasi yang datang dan pergi dalam keseharian.

Pertama; Hiduplah Sederhana

Kesederhanaan hidup merupakan pintu menuju kepada ketenangan batin.

Sebagai pendekatan kontekstualnya adalah saya atau kamu yang sedang membaca tulisan ini, tentunya kita terbiasa dengan hal-hal spektakuler.

Apalagi saat ini, kita terjebak di antara kebutuhan akan validasi diri dari orang lain.

Kebutuhan akan validasi atau pengakuan diri dari orang lain memang sangat penting, namun akan jauh lebih bernilai, apabila kita menerima keadaan diri.

Menerima diri bukan berarti kita sepenuhnya terbebas dari distorsi atau gangguan dari pihak eksternal/luar.

Namun, kita diajak untuk lebih menghargai hal-hal terkecil dalam hidup.

Persoalan hal kecil apa saja yang penting dalam setiap momen kehidupan kita, sepenuhnya menjadi tanggung jawab etika dan moral setiap individu.

Kedua; Menyadari Ketidakmampuan Kita

Saya yakin bahwasannya setiap dari kita memiliki keterbatasan. Dalam keterbatasan kita selalu berjuang untuk memperbaiki diri.

Kendati demikian, ada kecenderungan yang biasanya kita lakukan yakni memaksakan diri.

Pemaksaan terhadap diri sendiri menyebabkan depresi dan stres.

Ketika kita berada dalam fase tersebut, kita akan mudah terpengaruh bahkan menyalahkan diri sendiri.

Lebih parahnya adalah kita akan membandingkan diri dengan sesama.

Perbandingan diri sendiri dengan sesama merupakan musuh terberat yang kita hadapi dalam hidup.

Meskipun demikian, kita mulai mencoba untuk mengindentifikasi atau melihat kemampuan apa saya yang kita miliki.

Ketika kita sudah menemukan jawabannya, langkah selanjutnya adalah kita berusaha keras untuk mengasah atau mengembangkan kemampuan tersebut.

Karena usaha tidak akan pernah mengkhianati hasil.

Jika kita memiliki kemampuan atau kecerdasan di bidang teknologi, maka kita harus terus mengembangkannya.

Sebaliknya, jika kita memiliki kemampuan di bidang desain, tarik suara, Jurnalistik, memasak, berkebun, menari, pertukangan, dan aspek lainnya, kita pun harus terus belajar.

Karena kegiatan atau proses tersebutlah yang nantinya membawa kita pada ketenangan batin.

Ketiga; Mensyukuri Segala Hal

Sebagai orang beriman, kita selalu diajarkan oleh pemuka atau tokoh agama kita untuk selalu merendahkan diri atau bersyukur atas setiap pengalaman hidup yang kita lalui sepanjang hari.

Mensyukuri segala sesuatu yang kita alami, entah pengalaman baik ataupun tidak merupakan salah satu pintu menuju pada penghargaan terhadap diri sendiri.

Selain itu, kita pun akan mendapatkan kelegaan hidup.

Karena dalam setiap kepasrahan hidup, ada sumber energi yang kita dapatkan dari semesta.

Mensyukuri keberadaan diri, pencapain diri serta hal baik yang kita dapatkan dari Tuhan atau Semesta memampukan kita untuk lebih menghargai kehidupan.

Demikian ulasan sederhana dari TAFENPAH terkait konsep Ataraxia dari ajaran Epicurus. 

Disclaimer; Tulisan ini tidak bermaksud untuk menggurui pembaca. Namun, tulisan ini sebagai salah satu bentuk kontribusi TAFENPAH untuk mereka yang saat ini berada dalam fase terberat hidupnya. Kirainya dari pembahasan sederhana ini, pembaca dapat menemukan oase/harapan baru dalam memaknai kehidupan.

Dukung kami dengan mengikuti akun media sosial kami di bawah ini 👇 👇 👇 

Instagram: @frederikus_suni

Tiktok: @tafenpah.com

YouTube: Perspektif Tafenpah 





Frederikus Suni Redaksi Tafenpah
Frederikus Suni Redaksi Tafenpah Salam kenal! Saya Frederikus Suni, Mahasiswa Ilmu Komunikasi Universitas Siber Asia || Menekuni bidang Jurnalistik sejak 10 tahun lalu. || Saya pernah menjadi Jurnalis/Wartawan di Metasatu dan NTTPedia. Selain itu, saya juga berkolaborasi dengan salah satu Dosen dari Binus university dan Atma Jaya, terutama Proyek dari Kementerian Komunikasi dan Informatika RI, dalam pendistribusian berita ke Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Timur. Saya juga pernah menjadi bagian dari Public Relation/PR sekaligus Copywriter dari Universitas Dian Nusantara (Undira) Tanjung Duren Jakarta Barat. Saat ini fokus mengembangkan portal pribadi saya TAFENPAH.COM dan juga menjadi kontributor di beberapa website tanah air, Kompasiana, Terbitkanbukugratis, Eskaber, PepNews, Lombokainsider. Tulisan saya juga beberapa kali dipublikasikan ulang di Kompas.com Saya juga menerima jasa pembuatan Website || Media sosial: YouTube: TAFENPAH GROUP || TikTok: TAFENPAH.COM || Instagram: @suni_fredy || Terkait Kerjasama dapat menghubungi saya melalui kontak ������ || WhatsApp: 082140319973 || Email: tafenpahtimor@gmail.com

Posting Komentar untuk "Konsep Ataraxia Aliran Epicureanisme: Pendekatan Hidup Sederhana untuk Mencapai Ketenangan Pikiran dan Bagaimana Relevansinya terhadap Kesibukan Manusia di Era Teknologi?"