Seminaris Berakar Pada Literasi, Data Paguyuban Gembala Utama Mencemaskan Perkembangan Gereja Katolik Indonesia

Penulis: Frederikus Suni 

Menurunnya tingkat literasi Seminaris Indonesia. Sumber gambar; Freepik (Frederikus Suni/TAFENPAH.COM)

TAFENPAH.COM - Paguyuban Gembala Utama selaku mitra Komisi Seminari Konferensi Waligereja Indonesia (Komisi Seminari KWI) menyajikan data seputar menurunnya minat baca dan tulis di kalangan Seminaris atau calon Imam/Pastor Gereja Katolik, terkhususnya di Seminari St. Yohanes Don Bosco Samarinda, Kalimantan Timur.

Penemuan tersebut juga merepresentasikan kekhawatiran di antara para pemangku kepentingan Gereja Katolik Indonesia.

Bagaimana tidak, citra Seminaris (calon Imam/Pastor Katolik) di mata masyarakat dari zaman dulu hingga saat ini, terbilang paling tepat/baik/efektif/sempurna, jika kita meninjaunya dari berbagai perspektif.




Salah satu kelebihan dari Seminaris adalah pemahaman yang cukup bahkan lebih di bidang literasi, selain musik, dan lainnya.

Kendati demikian, indikasi menurunnya minat literasi di antara para Seminaris, sejatinya bukan menjadi kesalahan para formator/pendamping dari berbagai Imam Diosesan dan pastor dari berbagai Ordo - Kongregasi Katolik.

Namun, persoalan tersebut berangkat dari dampak negatif disrupsi teknologi.

Di mana, perubahan secara besar-besaran yang terjadi akibat perkembangan teknologi merangkak sekaligus memasuki batas-batas keniscayaan manusia, termasuk ranah afeksi setiap orang.

Selain faktor tersebut, kebiasaan Seminaris untuk menghabiskan sebagian besar waktu luangnya tidak dengan efektif.

Justru para Seminaris berselancar di jagad media sosial untuk menikmati berbagai tayangan.

Akibatnya, minat baca menurun. Apalagi persoalan mereka menikah kata, merangkai lalu menjadikan kalimat yang efektif.

Terpisah dari dua persoalan utama di atas, tentunya masih ada begitu banyak faktor penghambat atau menurunnya tingkat literasi membaca dan menulis dari  Seminaris.

Semakna dengan statement dari Paguyuban Gembala Utama (PGU) yakni; data di atas tidak cukup untuk men-judge para Seminaris.

Namun, sebagai calon Imam/Pastor Katolik, kompleksitas persoalan di atas benar-benar sangat mengkhawatirkan Gereja Katolik sejagad.

Pasalnya, kemajuan dan perkembangan Gereja Katolik dari zaman para Rasul hingga saat ini adalah kekuatan literasinya.

Hal demikian terjawantahkan dalam berbagai penulisan teks-teks kuno, kemudian dikompilasikan ke dalam berbagai pandangan hidup menggereja.

Ide/gagasan dari Gereja Katolik juga ikut mengubah wajah dunia, baik dari segi ilmu pengetahuan, teknologi, kesehatan, psikologi, filsafat, kemanusiaan, alam ciptaan dan lainnya.

Kontribusi dari Gereja Katolik sudah menjadi hal biasa dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.

Untuk tidak memutuskan ide/gagasan cemerlang dari Gereja Katolik, Seminaris perlu melatih diri, bijak dalam memanfaatkan waktu, serta kembali pada spiritualitas membaca dan menulis. Selain, memperdalam spiritualitas atau semangat pelayanan mereka yang termanivestasi dalam diri pendiri Ordo maupun Kongregasi.

Karena di sanalah, para Seminaris akan kembali menemukan kecintaan mereka terhadap bidang literasi.

Saya sangat mengapresiasi langkah yang sudah diambil oleh Paguyuban Gembala Utama, terutama pelatihan 3M (Membaca, Menulis, dan Mengedit) kepada para Seminaris di Seminari St. Yohanes Don Bosco Samarinda, Kalimantan Timur.


Solusi yang saya tawarkan juga ini berkaitan dengan pengalaman saya sendiri, terutama pengalaman membaca dan menulis jurnal harian hingga refleksi, sewaktu saya masih bergabung dengan Kongregasi Serikat Sabda Allah atau yang lebih dikenal Societas Verbi Divini (SVD).

Di mana, setiap hari saya dan teman seangkatan selalu menuliskan pengalaman suka maupun duka ke dalam jurnal harian serta merefleksikan segala hal baik maupun tidak baik yang kami alami sepanjang hari.

Kegiatan tersebut, terkesan sangat sederhana dan rasanya kita sedang diajak untuk membuang-buang waktu.

Akan tetapi, dampak positifnya adalah secara tak langsung membentuk kepribadian kami untuk menjadi pribadi yang peduli dan cinta terhadap bidang literasi, selain mempererat relasi bersama dengan Tuhan.

Tak hanya itu, saya bisa menulis sesuatu yang memberikan pemahaman baru kepada orang lain, terutama pembaca TAFENPAH sendiri.

Tulisan ini tidak bermaksud untuk mendikte apalagi memberikan stigma buruk terhadap kehidupan Seminaris saat ini. Namun, saya menjadikan tulisan ini sebagai renungan sekaligus metode kesadaran baru bagi kita untuk terus mencintai budaya literasi, apalagi Anda yang saat ini sebagai Calon Imam/Romo/Pastor Katolik.

Sumber; Majalah Hidup, edisi terbitan 13 Maret 2025, halaman 10.

Ikutin juga akun Instagram saya @frederikus_suni

YouTube;
Perspektif Tafepah 
TikTok;
@tafenpah.com



TAFENPAH.COM
TAFENPAH.COM Salam Literasi. Perkenalkan saya Frederikus Suni. Saya pernah bekerja sebagai Public Relation/PR sekaligus Copywriter di Universitas Dian Nusantara (Undira), Tanjung Duren, Jakarta Barat. Saya juga pernah terlibat dalam proyek pendistribusian berita dari Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi) ke provinsi Nusa Tenggara Timur bersama salah satu Dosen dari Universitas Bina Nusantara/Binus dan Universitas Atma Jaya. Tulisan saya juga sering dipublikasikan ulang di Kompas.com. Saat ini berprofesi sebagai Mahasiswa Ilmu Komunikasi di Universitas Siber Asia (Unsia), selain sebagai Karyawan Swasta di salah satu Sekolah Luar Biasa Jakarta Barat. Untuk kerja sama bisa menghubungi saya melalui Media sosial:YouTube: Perspektif Tafenpah||TikTok: TAFENPAH.COM ||Instagram: @suni_fredy || ������ ||Email: tafenpahtimor@gmail.com

Posting Komentar untuk "Seminaris Berakar Pada Literasi, Data Paguyuban Gembala Utama Mencemaskan Perkembangan Gereja Katolik Indonesia "