Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

ArtScience Museum Membuka Portal ke Bunia Baru yang Luar Biasa

 Frederikus Suni


ArtScience Museum Membuka Portal ke Bunia Baru yang Luar Biasa. Sumber gambar Pixels


Tafenpah.com - Sebuah perjalanan menuju dunia berbeda menanti para pengunjung di pameran seni kontemporer besar terbaru ArtScience Museum, New Eden: Mitologi Fiksi Ilmiah yang Diubah. Memulai penayangan perdananya secara global pada 21 Oktober, pameran ini akan menyingkap perspektif baru tentang genre fiksi ilmiah dengan menghadirkan 24 seniman dan kolektif perempuan dari Asia, yang karyanya terinspirasi oleh sejarah dan budaya kawasan ini.


Dikuratori oleh ArtScience Museum, New Eden memadukan narasi yang ditemukan dalam genre fiksi ilmiah sastra dan sinematik Barat, dengan ide-ide yang berakar pada tradisi spiritual Timur yang telah berevolusi selama ribuan tahun. Pameran ini menemukan keselarasan antara gagasan spekulatif dalam fiksi ilmiah dan konsep-konsep yang tertanam dalam kerangka spiritual Asia seperti Buddhisme, Hinduisme, Taoisme, dan Shintoisme, di samping sistem kepercayaan Asia Tenggara yang beragam.


Pameran ini juga bertentangan dengan genre fiksi ilmiah yang secara historis didominasi oleh Barat dan cenderung didominasi oleh pria, dengan mengedepankan suara bervariasi dari para wanita, termasuk Cao Fei, Patty Chang, Lee Bul, Mariko Mori, Moon and Jeon, Sputniko! dan The House of Natural Fiber.


Menampilkan hampir 70 karya seni kontemporer, artefak bersejarah, dan cuplikan film, New Eden menyoroti hubungan antara imajinasi fiksi ilmiah dengan filosofi dan mitologi Asia. Dengan konsep fiksi ilmiah populer seperti alam semesta paralel, perjalanan antardimensi, dan transendensi yang berakar kuat pada filosofi Asia, New Eden menarik garis di antara tradisi budaya ini, menunjukkan bahwa beberapa kiasan fiksi ilmiah kemungkinan besar berasal dari Asia.

"New Eden meluncurkan sebuah pameran di ArtScience Museum yang mengeksplorasi fiksi ilmiah. Meskipun fiksi ilmiah telah menjadi topik yang menarik dalam dunia seni dalam beberapa tahun terakhir, jarang sekali fiksi ilmiah didekati dari sudut pandang Asia dan melalui karya wanita. 


New Eden mengubah narasi ini. Pameran ini merupakan pameran interdisipliner besar yang menggali persinggungan antara fiksi ilmiah dan filosofi spiritual Asia melalui praksis kreatif para seniman dan kolektif perempuan Asia. Pameran ini bergerak di antara mitologi kuno, seni kontemporer, dan sinema pascamodern, merayakan dunia impian, visi masa depan, dan realitas fantastis para seniman Asia, yang menunjukkan bahwa perempuan dan aspirasi alternatif menyerukan masa depan yang lebih inklusif," ujar Honor Harger, Wakil Presiden ArtScience Museum, Marina Bay Sands.

Dikuratori oleh Gail Chin, Joel Chin, Adrian George dan Honor Harger dari ArtScience Museum, New Eden: Mitologi Fiksi Ilmiah yang Diubah terbentang dalam delapan bab.


Bab I: Paradox of Paradise


Bab pembuka pameran ini membahas penggambaran utopia dalam fiksi ilmiah. Pengejaran surga dapat ditelusuri kembali ke teks-teks agama kuno, yang menyinggung lokasinya sebagai tempat terpencil di bumi, alam surgawi, atau bahkan di planet lain. 


Salah satu contoh utopia mistis adalah negeri dongeng Shangri La, yang menjadi subjek karya seni di galeri ini. Seniman Tiongkok kelahiran Amerika, Patty Chang, membedah 'Shangri-La', sebuah mitos surga di Timur yang pertama kali digambarkan dalam novel James Hilton tahun 1933, Lost Horizon.


Dalam upaya untuk mempromosikan pariwisata, Zhongdian, sebuah kota pedesaan di Tiongkok diubah namanya menjadi Shangri-La pada tahun 2001. Chang memutuskan untuk mengunjungi Shangri-La, melakukan perjalanan nyata ke tempat imajiner. Videonya, Shangri-La, yang direkam di lokasi, mendokumentasikan pengalamannya. 


Perjalanannya menggemakan narasi novel Hilton, dimulai dengan turun ke sebuah tempat pegunungan yang indah dan bertemu dengan para biksu yang terpencil di pegunungan. Namun seiring berjalannya Shangri-La, Chang meruntuhkan batas antara fiksi dan kenyataan, membawa lensanya ke masalah dunia nyata yang dihadapi Zhongdian. 


Mountain (Shangri-La) adalah karya seni tiga dimensi yang memukau, bercermin, dan dapat diputar perlahan seperti roda doa untuk memantulkan cahaya dan memancarkan 'energi' ke ruang sekitarnya. Karya-karya ini merefleksikan hubungan yang saling terkait antara ekonomi pariwisata, fantasi utopia, dan gagasan eksotisme.


Bab II: Kata dan Dunia


Konsep fiksi ilmiah populer seperti alam semesta paralel dan perjalanan antar dimensi merupakan gagasan yang juga ditemukan di dalam jantung filosofi dan spiritualitas Asia. Galeri ini menarik hubungan antara Asia dan Barat, meneliti kemunculan fiksi ilmiah sebagai sebuah genre sepanjang abad ke-19 dan ke-20, serta tradisi spiritual Buddha, Taoisme, Jainisme, dan cerita rakyat Asia Tenggara. Umat manusia selalu membayangkan gerbang menuju alam yang jauh dan belum dijelajahi, dan memulai perjalanan mistis yang memperluas batas-batas pengetahuan. Di Barat, ide-ide ini diwujudkan dalam fiksi ilmiah, yang dieksplorasi di galeri ini melalui garis waktu yang dimulai dari masa kini dan kembali ke masa lalu hingga abad ke-19, dengan fokus pada literatur dan film pilihan.


Tradisi Timur disajikan melalui koleksi artefak yang berasal dari Asian Civilisations Museum yang mengeksplorasi konsep-konsep seperti transendensi, portal ke dunia surgawi, dan dimensi paralel.


Ide tentang dunia paralel adalah salah satu konsep yang paling banyak dieksplorasi dalam fiksi ilmiah dan kepercayaan Asia. Dalam fiksi ilmiah, dunia paralel terletak di samping dunia kita dan saling terkait dalam beberapa cara. Menjelajahi dunia paralel ini sering kali menggambarkan bagaimana dunia yang berbeda terhubung dengan cara yang rumit dan bagaimana sebuah pilihan dalam satu realitas dapat mempengaruhi realitas lainnya. Dalam banyak kepercayaan Asia, konsep dunia paralel lebih dari sekadar fiksi. Dalam tradisi Buddha dan Jain, semua fenomena muncul karena karma dan reinkarnasi, dengan tindakan di satu alam yang mungkin berdampak pada alam lain. Salah satu artefak yang menggambarkan alam semesta paralel adalah Alam semesta dalam bentuk manusia, sebuah objek budaya yang berasal dari abad ke18. 


Lukisan kosmologi dari agama Jain ini menggambarkan alam semesta dalam bentuk manusia. Raga dibagi menjadi tiga, merujuk pada tiga dunia tempat jiwa-jiwa berada. Penganut Jain percaya bahwa jiwa-jiwa bergerak di antara tiga dunia melalui siklus kelahiran kembali, yang hanya berakhir ketika kondisi spiritual yang sempurna telah tercapai.


Dalam Kata dan Dunia, seniman asal Mumbai, Shilpa Gupta, mempersembahkan karya berjudul Untitled (Heat Book). Karya ini menantang persepsi kita tentang buku sebagai pembawa pengetahuan yang sederhana. Apa yang terlihat seperti buku sehari-hari dipanaskan dari bawah, menjadi sangat panas untuk disentuh. Karya ini bertindak sebagai metafora, yang memperlihatkan potensi bahaya yang dapat tersembunyi dalam benda-benda yang tampaknya tidak berbahaya. Karya ini mengisyaratkan dampak inflamasi dari teks-teks suci dalam konteks budaya yang berbeda. Karya seni ini menjembatani narasi spiritual Timur dan sistem pengetahuan Barat, mengilustrasikan bagaimana tradisi yang berbeda ini dapat hidup berdampingan, terkadang dengan tidak nyaman, dalam satu objek.


Bab III: Alam Baru


Film dan novel fiksi ilmiah telah menjadi pusat dalam membentuk pemahaman kita tentang bagaimana alam dapat berevolusi. Dari visi pasca-apokaliptik tentang bencana ekologi, hingga pandangan yang lebih utopis tentang dunia di mana manusia dan alam hidup berdampingan secara harmonis, nasib alam sering menjadi tema utama dalam fiksi ilmiah.


Dua galeri di New Nature mengeksplorasi potensi alam untuk bertransformasi dan berkembang melawan segala rintangan. Galeri ini menampilkan film dan karya seni yang membayangkan ekosistem baru, hubungan baru antara manusia dan makhluk hidup lainnya, dan bagaimana kehidupan dapat dipertahankan di masa depan. Beberapa proposisi artistik dan kutipan sinematik berspekulasi tentang masa depan ekologi yang penuh harapan dan lebih tangguh, sementara yang lain bertindak sebagai peringatan keras tentang lintasan yang mungkin terjadi pada planet kita, menyerukan kesadaran ekologis, dan meminta kita semua untuk mempertimbangkan kembali hubungan kita dengan planet ini. Di galeri pertama, spiritualitas Hindu berpadu dengan fiksi ilmiah untuk mengeksplorasi asal-usul kehidupan. 


Dipersembahkan oleh ArtScience Museum, Galactica V.2 Dharma Garden merupakan instalasi media campuran oleh The House of Natural Fiber - sebuah kolektif multidisiplin yang terdiri atas seniman, pencinta lingkungan, ilmuwan, dan desainer yang berbasis di Indonesia yang mengeksplorasi interaksi antara kehidupan, seni, ilmu pengetahuan, dan teknologi untuk menjawab berbagai isu sosial yang kritis. Dipamerkan untuk pertama kalinya di Singapura, karya seni ini mengimajinasikan dewi Hindu Lakshmi - yang diasosiasikan secara luas dengan kesuburan, kemakmuran, dan bahkan pertanian - sebagai makhluk dari dunia lain yang turun ke bumi dengan menggunakan pesawat ruang angkasa dalam bentuk roda dharma. 


Menemaninya adalah terarium berbentuk kapsul yang diisi dengan lumut dan bahan organik lainnya yang mewakili sistem yang mendukung aktivitas biologis, yang mampu meregenerasi alam dan memicu pembentukan terra - proses hipotetis untuk memodifikasi lingkungan sebuah planet agar dapat ditinggali seperti Bumi. 


Delapan layar pesawat ruang angkasa juga memanjang keluar dari kapsul pusat untuk memberikan tampilan grafis dari sistem yang sedang beroperasi. Di galeri kedua, seniman seperti Soe Yu Nwe dan Chok Si Xuan mengeksplorasi metamorfosis dan hibriditas.


latent karya seniman Singapura, Chok Si Xuan, membaurkan batas antara organik dan anorganik, menunjukkan kemungkinan masa depan di mana alam telah digantikan oleh teknologi. Dalam instalasi ini, bunga mekanis dan tanaman merambat berbentuk tabung digantung di udara. Bagian-bagian dari bunga mekanis yang dicetak 3D - yang terhubung ke pompa udara - mengembang dan mengempis, meniru proses bernapas.


Bab IV : Cara Melipat Ruang


Karya seni di bagian pameran ini mengungkapkan keterkaitan antara filsafat Tao Asia dan estetika fiksi ilmiah Barat.


Teleportasi dan melayang adalah tema yang biasa dieksplorasi dalam fiksi ilmiah yang dapat ditelusuri kembali ke kepercayaan kuno alkimia Tao, sebuah tradisi tubuh-jiwa di Asia. Seniman Korea Moon Kyungwon dan Jeon Joonho, memanfaatkan konsep-konsep ini dalam instalasi mereka yang berjudul The Ways of Folding Space and Flying.


Judul karya ini merujuk pada dua kata dalam bahasa Korea, chukjibeop dan bihaengsul, yang berasal dari praktik Taoisme kuno. Chukjibeop secara bebas diterjemahkan sebagai "melipat ruang sebagai metode untuk melakukan perjalanan jarak jauh" dan bihaengsul berarti "terbang melintasi ruang dan waktu". 


Ide-ide ini telah dipelajari oleh para praktisi Taoisme selama ratusan tahun, sebagai metode untuk membebaskan pikiran dan tubuh dari keterbatasan fisik dan kekuatan alam. Melipat ruang dan terbang melintasi waktu juga merupakan tema utama dalam fiksi ilmiah Barat, yang muncul dalam berbagai novel dan film.


Pertama kali dipresentasikan di Paviliun Korea di Venice Biennale pada tahun 2015, instalasi video Moon and Jeon berlatar belakang masa depan yang jauh di mana sebagian besar dunia telah tenggelam dalam air, dan para seniman mempertanyakan masa depan seni dan kreativitas dalam peradaban manusia.


Bab V: Membuat Dunia Baru


Mengambil inspirasi dari warisan budaya dan kerajinan tradisional Asia, galeri ini menjalin narasi dari tradisi spiritual, mitologi, dan fiksi ilmiah Asia untuk mengekspresikan harapan akan masa depan yang lebih inklusif. Kedua seniman yang dihadirkan merefleksikan tradisi budaya mereka dalam semangat dan rupa, yang memperkuat rasa memiliki di dunia yang semakin beragam.


Seniman asal New York yang telah diakui secara kritis, Saya Woolfalk, menggunakan elemenelemen dari fiksi ilmiah, mitologi, antropologi, dan spiritualitas Timur untuk membayangkan sebuah dunia utopia yang dibangun di atas empati. Dalam Cloudscape, ia memperkenalkan 'Empathics', sebuah ras wanita futuristik dengan kemampuan menjelajah waktu dan berbagi materi genetik dengan tanaman. 


Woolfalk mendapatkan inspirasi dari warisan multi-ras dan memadukannya dengan fiksi spekulatif untuk menciptakan dunia cerita yang kaya di sekitar Empathics. Dengan demikian, Woolfalk mengadvokasi dunia yang majemuk yang menghargai keanekaragaman budaya. 


Bab VI: Feminin


Film fiksi ilmiah terdahulu memadukan unsur horor dengan sains, memanfaatkan ketakutan kolektif manusia akan hal yang tidak diketahui. Dalam film-film ini, perempuan hampir selalu digambarkan sebagai korban. Ahli studi film yang berpengaruh, Barbara Creed, menciptakan istilah "the Monstrous Feminine" untuk mengkritik penggambaran perempuan dalam film bergenre ini, menantang representasi perempuan yang patriarkis dan satu dimensi. Sebaliknya, dalam mitos dan cerita rakyat Asia yang populer, yang mengerikan sering kali diwakili oleh tokohtokoh perempuan. Perempuan yang kuat, atau mereka yang terpinggirkan, sering kali ditampilkan sebagai karakter yang bertransformasi menjadi makhluk menakutkan yang kemudian membalas dendam.


Bagian pameran ini membalikkan narasi tersebut, dengan memposisikan karakter feminin yang aneh sebagai sosok yang kuat dan berdaya. Para seniman yang dipamerkan bertujuan untuk menginspirasi pergeseran perspektif, membuka jalan bagi penggambaran wanita yang lebih otentik, memungkinkan mereka untuk mendapatkan kembali kisah mereka dan menciptakan simbol kekuatan baru yang dapat beresonansi lintas waktu dan budaya.


Club Ate menggunakan fiksi ilmiah untuk membentuk kembali mitos tradisional Filipina menjadi apa yang mereka sebut sebagai Cerita Rakyat Masa Depan. Serial Ex Nilalang mereka menafsirkan ulang identitas diaspora Filipina melalui perpaduan mitos dan fiksi spekulatif. Istilah 'Nilalang' merangkum dua makna, yaitu 'menciptakan' dan 'makhluk'. Club Ate menggunakan kata ini untuk menekankan bahwa mereka mengubah mitologi yang ada dan membayangkan suatu bentuk futurisme Filipina. 


Ex Nilalang: Balud berpusat pada "manananggal", makhluk mitos dari Filipina yang sering digambarkan sebagai makhluk nokturnal seperti vampir dengan kemampuan untuk memotong tubuh bagian atasnya dan terbang menggunakan sayap seperti kelelawar. Makhluk ini dikatakan memangsa wanita hamil. 


Dalam cerita rakyat tradisional, manananggal berfungsi sebagai kisah peringatan, tetapi Club Ate menggambarkannya kembali sebagai tokoh fiksi ilmiah avant-garde, penuh dengan kulit berkilau dan ditembakkan dengan kepedihan yang sensual. Dia menyanyikan lagu waray lokal, 'Balud', meratapi kehilangan sebagian tubuhnya untuk menyampaikan kesedihan dan perlawanan.


Sementara itu, dalam cerita rakyat Jepang, Namahage adalah iblis seperti raksasa yang mengancam penduduk desa. Di Timur Laut Jepang, para pria berdandan seperti iblis ini sebagai bagian dari ritual akhir tahun mereka, berkeliling menakut-nakuti anak-anak yang malas dan berperilaku buruk untuk menanamkan rasa kesadaran dan tanggung jawab bersama pada anakanak. Seniman media Etsuko Ichihara, menceritakan kisah menarik tentang bagaimana Namahage dapat hidup di ibu kota Jepang yang modern melalui Namahage di Tokyo. Alih-alih menjadi raksasa, Namahage kini menjadi makhluk futuristik yang membawa kedamaian dengan menegakkan pengawasan atas kota, mengunjungi orang dewasa yang berperilaku buruk di media sosial dan menghukum mereka dengan meretas pikiran mereka.


Bab VII: Mitos-mitos Baru


Mitos adalah cerita tradisional yang menjelaskan kepercayaan atau adat istiadat suatu budaya. Fiksi ilmiah sering kali menggunakan mitos, menciptakan hubungan antara kisah-kisah kuno dan ide-ide futuristik. Para seniman di galeri ini membawa kehidupan baru ke dalam mitos dengan menggunakan ilmu pengetahuan dan teknologi. 


Ditampilkan di bagian pameran ini adalah instalasi dramatis karya Sputniko! berdasarkan mitos "Benang merah takdir", sebuah kepercayaan Asia Timur yang berasal dari mitologi Tiongkok, yang membayangkan benang merah tak kasatmata yang melingkari jari-jari mereka yang ditakdirkan untuk satu sama lain. Sputniko! mewujudkan mitos ini dalam bentuk fisik, dengan benang merah pada instalasinya yang terbuat dari ulat sutera yang telah dimutasi secara genetik untuk menghasilkan sutera yang mengandung oksitosin, hormon cinta. 


Sutra tenunan tangan ini disajikan dalam bentuk instalasi yang meniru kuil Shinto Jepang. Sepasang lensa khusus juga dapat digunakan untuk melihat sutra yang bersinar dengan pola bordir dan warna yang melambangkan Cereus yang mekar di malam hari - bunga yang mekar sesaat di bawah sinar bulan. Video fiksi ilmiah yang disertakan mengajak kita untuk membayangkan masa depan di mana manusia dapat segera menciptakan makhluk hidup yang sebelumnya hanya ada dalam mitos.


Ruang pemutaran film yang menampilkan Re-fabricated Realities - kompilasi film karya seniman dari Asia yang karyanya memadukan mitologi Asia dengan fiksi ilmiah. Dikuratori oleh Gridthiya Gaweewong, beberapa film eksperimental, seni video, dan karya animasi yang dipamerkan menggambarkan dunia alternatif dan lanskap futuristik, sementara karya lainnya memanfaatkan mitologi dan memori untuk mengkritisi masa kini.


Bab VIII: Dalam Cahaya Baru

Dalam film dan sastra, jelaslah bahwa Asia kini membentuk fiksi ilmiah dengan caranya sendiri. Namun, fiksi ilmiah Barat secara historis telah terpinggirkan atau salah menggambarkan budaya Asia, dengan menggunakan stereotip dan perampasan. Para seniman di bagian akhir pameran ini mengundang refleksi kritis atas dampak dari klise budaya yang sudah ketinggalan zaman tersebut, dan mengusulkan representasi alternatif yang lebih otentik dari suara-suara Asia.


Karya seni video ikonik Mariko Mori mengacu pada mistisisme Timur dan fiksi ilmiah Barat untuk menciptakan estetika yang sama sekali baru. Karya Astria Suparak secara eksplisit mengkritik representasi budaya Asia dalam film fiksi ilmiah, sementara Cao Fei menciptakan dunia fiksi ilmiah sinematiknya sendiri. 


Gadis-gadis muda dalam Liu Xiao Fang mendiami lanskap luar biasa yang membaurkan batas antara mimpi dan kenyataan, sementara Lee Bul menyajikan visual mencolok dari tubuh cyborg wanita yang meledak dan melebar yang menunjukkan ketertarikannya pada ruang di mana fantasi bertemu dengan evolusi bioteknologi. 

Bersama-sama, karya-karya ini menunjukkan bagaimana para seniman di Asia merebut kembali agensi, mendorong kita untuk mempertimbangkan seperti apa masa depan yang lebih inklusif.


Miko No Inori - diterjemahkan dari bahasa Jepang menjadi 'Doa Pendeta' - adalah karya penting dari seniman multidisiplin yang diakui secara internasional, Mariko Mori, yang memadukan spiritualitas Timur dan fiksi ilmiah ke dalam sebuah estetika yang sama sekali baru. 


Dalam karya ini, Mori mengadopsi sosok pendeta wanita anggun yang berada di Bandara Internasional Kansai - yang pada masanya sangat dihormati karena arsitekturnya yang futuristik. Dengan melakukan ritual yang mengundang pengunjung untuk melakukan perjalanan antar dunia, ia menyanyikan lirik "kata-kata melebur dan menjadi satu". Melalui penggambaran ini, Mori menjadi penghubung antara keberadaan duniawi dan kosmos spiritual, memadukan unsur teknologi kontemporer dan praktik transendental kuno dengan mulus.

Seniman yang berbasis di Seoul, Lee Bul, telah mendapatkan pengakuan internasional atas
pertunjukan dan instalasi pahatannya yang tidak konvensional. Memiliki ketertarikan sejak lama
pada motif dan kritik sosial fiksi ilmiah, karyanya menjelajahi kemungkinan utopis dan distopia
yang muncul dari budaya yang semakin dipenuhi teknologi. 

Dalam karyanya yang berjudul Untitled, ia mengambil pengaruh dari bentuk wanita yang diidealkan dalam seni klasik Barat kuno serta manga Jepang terdahulu, menumbangkan gagasan tentang tubuh yang sempurna dan menganggap cyborg sebagai simbol ketidaksempurnaan manusia. Inti dari instalasi ini adalah tubuh wanita yang terdiri dari beberapa bagian, yang tampak organik dan teknologi. Meledak ke luar, fragmen-fragmen bentuk yang sudah dikenal namun bisa dibilang aneh, yang diambil dari alam, menunjukkan bahwa semuanya merupakan bagian dari satu entitas.

Daftar lengkap seniman yang ditampilkan dalam pameran ini adalah: Morehshin Allahyari (Iran), Cao Fei (Cina), Patty Chang (AS), Kara Chin (Singapura), Chok Si Xuan (Singapura), Club Ate (Australia), Debbie Ding (Singapura), Fei Yi Ning (Cina), Shilpa Gupta (India), Etsuko Ichihara (Jepang), Lee Bul (Korea Selatan), Liu Xiao Fang (Tiongkok), Xin Liu (Tiongkok), Mariko Mori (Jepang), Moon dan Jeon (Korea Selatan), Nguyen Trinh Thi (Vietnam), PACK (Korea Selatan), Anne Samat (Malaysia), Soe Yu Nwe (Myanmar), Sputniko! (Jepang), Astria Suparak (Amerika Serikat), The House of Natural Fiber (Indonesia), dan Saya Woolfalk (Jepang).


Tentang Marina Bay Sands Pte Ltd

Marina Bay Sands merupakan destinasi bisnis, rekreasi, dan hiburan terkemuka di Asia. Resor terpadu ini memiliki hotel terbesar di Singapura dengan lebih dari 2.200 kamar dan suite mewah, yang dilengkapi dengan Sands SkyPark yang spektakuler dan kolam renang infinity yang unik. Arsitekturnya yang memukau dan programnya yang memikat, termasuk fasilitas konvensi dan pameran mutakhir, pusat perbelanjaan mewah terbaik di Asia, bersantap dan hiburan berkelas dunia, serta pameran mutakhir di ArtScience Museum, telah mengubah cakrawala dan lanskap pariwisata negeri ini sejak dibuka pada 2010.


Marina Bay Sands berdedikasi untuk menjadi warga korporat yang baik dalam melayani masyarakat, komunitas, dan lingkungannya. Sebagai salah satu pemain terbesar di bidang perhotelan, Marina Bay Sands mempekerjakan lebih dari 11.000 Anggota Tim di seluruh properti. MBS mendorong dampak sosial melalui program keterlibatan masyarakat, Sands Cares, dan memimpin pengelolaan lingkungan melalui program keberlanjutan globalnya, Sands ECO360. 

Tentang ArtScience Museum

ArtScience Museum merupakan institusi budaya utama di Singapura yang mengeksplorasi perpaduan antara seni, ilmu pengetahuan, teknologi, dan budaya. Museum ini merupakan komponen budaya Marina Bay Sands. Sejak dibuka pada Februari 2011, ArtScience Museum telah menyelenggarakan pameran berskala besar dari beberapa seniman besar dunia, termasuk Leonardo da Vinci, M.C. Escher, Salvador Dali, Andy Warhol, dan Vincent Van Gogh, serta pameran yang mengeksplorasi aspek ilmu pengetahuan dan teknologi, termasuk fisika partikel, big data, robotika, palaentologi, biologi kelautan, dan ilmu pengetahuan luar angkasa.

Sumber: Mayang Nabila Ikhsan Senior Client Executive • Zeno Group
Frederikus Suni Admin Tafenpah Group
Frederikus Suni Admin Tafenpah Group Frederikus Suni (Fredy Suni) Mahasiswa Program Studi Ilmu Komunikasi Universitas Siber Asia (Asia Cyber University) | Frederikus Suni pernah DO dari Sekolah Tinggi Filsafat dan Teologi Widya Sasana Malang dan Fakultas Ilmu Komunikasi Universitas Dian Nusantara (Undira) Jakarta || Terkait kerja sama dan informasi iklan bisa melalui email tafenpahtimor@gmail.com || || Instagram: @suni_fredy || @tafenpahcom || @pahtimorcom || Youtube: @Tafenpah Group

Posting Komentar untuk "ArtScience Museum Membuka Portal ke Bunia Baru yang Luar Biasa"