Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Tradisi Lahan Tebas Bakar Masyarakat Kabupaten Timor Tengah Utara, Kecamatan Miomaffo Timur-Desa Jak

Penulis: Kornelis Kolo (Mahasiswa PGRI Kanjuruhan Malang |Editor: Fredy Suni


Ilustrasi lahan tebas bakar etnis Dawan | Foto; @TimorLine

Tafenpah.com - Masyarakat tradisional memiliki cara tersendiri untuk membuka kebun baru dan mengolah lahan. Penduduk Kabupaten Timor Tengah Utara pada umumnya memiliki mata pencaharian bertani. 



Masyarakat Desa Jak yang adalah bagian dari Kabupaten Timor Tengah Utara secara turun temurun mewarisi tradisi leluhurnya bercocok tanam. 


Dengan cara ini mereka mendapatkan hasil kebun untuk menghidupi keluarganya dan membiayai pendidikan. Salah satu cara membuka kebun baru yakni lahan tebas bakar. 



Lahan tebas bakar  merupakan tradisi secara turun temurun dilakukan oleh masyarakat suku dawan terkhususnya di Kabupaten Timor Tengah Utara kecamatan Miomaffo Timur Desa Jak. Hal ini dilakukan  juga pada saat mereka membuka lahan baru atau pindah kebun baru. 



Kebiasaan lainnya adalah mereka berpindah-pindah kebun baru walaupun baru satu kali panen hasil dari kebun yang mereka olah.  





Menurut ilmuwan Antropolog asal prancis Melville j. Herskovits dalam soekanto soerdjono dengan judul buku Sosiologi Suatu Pengantar dengan sub tema “cultural determinism” segala sesuatu yang terdapat dalam masyarakat ditentukan adanya oleh kebudayaan yang dimiliki oleh masyarakat itu, maka Tradisi lahan tebas bakar merupakan tradisi turun temurun dari  satu generasi ke genersai lain yang kemudian disebut sebagai (superorganic).




Penduduk di Desa Jak masih mewarisi tradisi lahan tebas bakar sebagai pola bertani untuk membuka lahan baru. Bertani merupakan pekerjaan pokok masyarakatnya dan sangat bergantung pada hasil perkebunan yang dimilikinya. 




Jika berbicara soal bertani berarti berbicara soal lahan, untuk kalangan masyarakat Desa Jak lahan sangat penting demi kelangsungan hidup mereka dan generasi selanjutnya. Hal ini sangat tergantung juga pada kondisi iklim pada umumnya. 




Pulau timor berada di wilayah pemerintahan provinsi Nusa Tenggara Timur yang rata-rata wilayahnya memiliki jumlah curah hujan yang rendah, disisi lain daerahnya kering dan tandus. Dan Masyarakat hanya bisa berkebun menunggu tibanya musim hujan. 





Kebiasaan masyarakat menjelang datangnya musim penghujan adalah menyiapkan kondisi lahan yang bersih agar dapat menanam. Salah satu caranya adalah lahan tebas bakar.




Menurut pandangan mayarakat di Desa Jak proses berkebun seperti ini sangat baik karena mereka beranggapan bahwa sistem tebas bakar merupakan bagian dari budaya pertanian sepanjang sejarah manusia yang merupakan turun - temurun dari nenek moyang sehingga selalu dilakukan setiapa tahunnya disertai dengan berbagai ritual adat. 




Masyarakat desa jak juga percaya bahwa proses pembakaran lahan akan mengusir hama, dan abu yang di tinggalkan dari proses pembakaran akan membuat tanaman semakin subur. 




Meski demikian, nutrisi yang tertinggal dari abu pembakaran hanya akan bertahan selama beberapa tahun, sebelum produktivitas menurun dan para petani harus meinggalkan lahan tersebut dan membuka lahan yang baru. 




Tardisi lahan tebas bakar jika ditinjau dari daerah teritorialnya maka bisa dapat dikatakan masuk akal karena daerahnya merupakan daerah yang kering tandus dan berbatu-batu sehingga prosesnya harus di awali dengan tebas bakar. 





Namun kalau di tinjau dari struktur tanah  maka proses tebas bakar kurang cocok karena jika lahan dibakar maka akan membuat struktur tanahnya menjadi tidak subur dan kurus sehingga lama kelamaan unsur hara dalam tanah akan hilang, tanaman akan mengalami kekurangan unsur hara dan kurus, karena didalam tanah tersebut sudah kehilangan unsur haranya. 



Dalam dunia pertanian, ketersediaan unsur hara dalam tanah menjadi hal yang sangat penting. Kesuburan tanah sangat ditentukan oleh keberadaan unsur hara dalam tanah, baik unsur hara makro, maupun unsur hara sekunder serta unsur hara mikro. 




Unsur hara makro meliputi nitrogen (N), pospor (P), kalium (K), dan C,H,O. Sedang unsur hara sekunder meliputi calcium (Ca), magnesium (Mg), dan sulfur (S). dan unsur hara mikro antara lain : Besi (Fe), Mangan (Mn), Seng (Zn), Tembaga (Cu), Boran (B), Molibdenium (Mo) dan Chlor (Cl). 



Untuk meningkatkan kadar unsur hara makro dalam tanah sudah tidak asing lagi bagi petani karena saat melakukan pemupukan, petani hampir selalu menambahkan unsur hara NPK. Unsur hara di dalam tanah harus dalam jumlah cukup dan komposisi yang seimbang. 



Sebab bila salah satu unsur berkurang maka dapat mengakibatkan pertumbuhan tanaman menjadi tidak wajar. 




Tiap unsur hara mempunyai tugas tertentu dan tidak satu unsur harapun yang dapat menggantikannya secara sempurna. Unsur mikro ialah unsur yang diperlukan dalam jumlah sedikit dan dapat merusak bila dijumpai dalam jumlah banyak. 



Secara umum fungsi unsur hara mikro adalah : 1) Sebagai penyusun jaringan tanaman. 2) Sebagai katalisator (stimulant). 3) Mempengaruhi proses oksidasi dan reduksi tanaman. 4) Membantu mengatur kadar asam. 5) Mempengaruhi nilai osmotic tanaman. 6) Mempengaruhi pemasukan unsur hara. 7) Membantu pertumbuhan tanaman.




Menurut penulis, sistem tebas bakar bukan hanya merusak hutan dan unsur hara dalam tanah tetapi juga mengancam kesehatan manusia karena polusi udara yang berasal dari asap hasil pembakaran lahan, oleh karena itu sistem berkebun dengan cara lama harus mulai ditinggalkan. 




Untuk memberikan pemahaman yang benar kepada para petani maka pemerintah melalaui Dinas Pertanian dan para Penyuluh Pertanian memberikan sosialisasi dampak buruk dari lahan tebas bakar. Dan sedapat mungkin dibuat peraturan atau kesepakatan bersama jika hendak membuka lahan untuk bercocok tanam. 




Pemerintah juga harus membuat penyuluhan terkait proses berkebun yang baik dan benar, sehingga  proses seperti yang dilakukan oleh nenek moyang kita sebelumnya  harus sudah di tinggalkan karena jaman sudah semakin berubah dan seharusnya petani sudah  semakin modern karena dengan adanya  teknologi yang canggih. 



Pemerintah harus memberikan kepada mereka pelatihan tentang metode ramah lingkungan dan hutan, sehingga melalui pelatihan-pelatihan   mereka tahu cara membuat pupuk kompos yang berharga. 




Melalui latihan juga bisa membantu masyarakat tidak mengeluarkan uang untuk membeli pupuk, sehingga uang yang dimiliki bisa dimanfaatkan ke hal lain yang tak kalah penting, karena menurut saya hanya inilah satu-satunya cara untuk mengembalikan ladang  gersang menjadi subur lagi. 




Dan masyarakat tidak lagi melakukan proses tebas bakar hutan atau kebun tetapi diganti dengan pola pertanian yang modern dan ramah hutan serta lingkungan.




Kornelis Kolo adalah Mahasiswa Program Studi Pendidikan Pencasila dan Kewarganegaraan
Universitas PGRI Kanjuruhan Malang
Frederikus Suni Admin Tafenpah Group
Frederikus Suni Admin Tafenpah Group Frederikus Suni (Fredy Suni) Mahasiswa Program Studi Ilmu Komunikasi Universitas Siber Asia (Asia Cyber University) | Frederikus Suni pernah DO dari Sekolah Tinggi Filsafat dan Teologi Widya Sasana Malang dan Fakultas Ilmu Komunikasi Universitas Dian Nusantara (Undira) Jakarta || Terkait kerja sama dan informasi iklan bisa melalui email tafenpahtimor@gmail.com || || Instagram: @suni_fredy || @tafenpahcom || @pahtimorcom || Youtube: @Tafenpah Group

Posting Komentar untuk "Tradisi Lahan Tebas Bakar Masyarakat Kabupaten Timor Tengah Utara, Kecamatan Miomaffo Timur-Desa Jak "