Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Bagaimana dengan Masa Depan Pers dan Kreator Konten dengan Pasal 263 Ayat 1 RKUHP?

Penulis: Fredy Suni

Bagaimana dengan masa depan Pers dan Kreator Konten? | Foto: Ikatan Penerbit Indonesia (IKAPI) Jakarta


Tafenpah.com - DPR RI dan Pemerintah telah mengesahkan Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) pada Selasa, 6/12/2022 di Kompleks Parlemen.


Ada pun poin kelima, yakni "BERITA BOHONG." Pasal ini ditujukan kepada pekerja Pers, Kreator Konten.


Kehadiran pasal ini, jujur menggemparkan jagad media.



Karena ini menyangkut dengan kevalidan berita. Mengingat, perkembangan media baru telah mewarnai keseharian manusia dengan ragam instrumental yang berbau aliran, ideologi, dan kepentingan apa pun, tanpa mengedepan sisi kemanusiaan.



Terlebih, jelang Pilpres 2024, berita bohong sudah pasti bertebaran di mana-mana.



Sebagai Pekerja Pers dan Kreator Konten, saya sih oke-oke saja.



Karena tak bisa dipungkiri, bahwasannya ada banyak logical fallacy (cacat pikiran) dari pihak oposisi dan koalisi.



Disclaimer: Oposisi dan Koalisi tidak hanya berlaku di dalam partai politik. Melainkan, banalitas harian terkadang membawa kita pada cacat logika.



Motif dari ini pun sangat beragam. Termasuk lingkungan di mana kita tempati.




Sebelum melanjutkan pandangan ini, sejenak kita melihat Pasal 5 RKUHP, sebagaimana yang Penulis lansir dari laman @CNNIndonesia;



Pasal 263 Ayat 1 menjelaskan bahwa seseorang yang menyiarkan atau menyebarluaskan berita atau pemberitahuan padahal diketahui pemberitaan itu bohong, yang menyebabkab kerusuhan dapat dipenjara paling lama 6 tahun atau didenda Rp 500 juta.





Menakar pasal ini dari sudut Pers, saya menyetujuinya.




Karena ketika kita melihat kembali kiprah politik era 21, itu pun disesaki dengan instrumen-instrumen politik identitas.



Tujuan dari ini adalah untuk memuluskan salah satu kandidat dalam lingkungan apa pun.



Padahal, sudah jelas dalam Etika itu dikatakan bahwa "tidak dibenarkan seseorang yang menghalalkan segala cara untuk meraih sesuatu" (Sumber bahan kuliah Etika, sewaktu Penulis masih berstatus sebagai Mahasiswa di Sekolah Tinggi Filsafat dan Teologi Widya Sasana Malang).





Inti dari pasal ini, sebenarnya mengembalikan identitas Pers ke arahnya.



Mengingat, Pers Dewasa ini, terutama para pelakunya terkadang memainkan logical Fallacy dalam berargumen.




Lantas, bagaimana dengan eksistensi Kreator Konten?



Sejatinya, permasalahan banyak itu datang dari berita-berita di media sosial.



Terlebih, mereka yang tidak terikat dengan salah satu Media resmi tanah air.




Untuk itu, terima kasih DPR RI dan Pemerintah, karena sudah membantu Pers untuk memberitakan informasi yang valid, verifikasi, dan tidak menyerang siapa pun.



Bagi sobat Kreator Konten, berkarya lah sesuatu dengan kapasitas.



Karena masa depan kita dipertaruhkan.




Terakhir, pandangan ini bersumber dari pengalaman Penulis yang merupakan bagian dari Pekerja Pers.



Salam hangat
Frederikus Suni Admin Tafenpah Group
Frederikus Suni Admin Tafenpah Group Frederikus Suni (Fredy Suni) Mahasiswa Program Studi Ilmu Komunikasi Universitas Siber Asia (Asia Cyber University) | Frederikus Suni pernah DO dari Sekolah Tinggi Filsafat dan Teologi Widya Sasana Malang dan Fakultas Ilmu Komunikasi Universitas Dian Nusantara (Undira) Jakarta || Terkait kerja sama dan informasi iklan bisa melalui email tafenpahtimor@gmail.com || || Instagram: @suni_fredy || @tafenpahcom || @pahtimorcom || Youtube: @Tafenpah Group

Posting Komentar untuk "Bagaimana dengan Masa Depan Pers dan Kreator Konten dengan Pasal 263 Ayat 1 RKUHP?"