Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Merindukan Majalah Dinding (Mading) Sekolah

Penulis: Fredy Suni

Ilustrasi gambar Mading Sekolah dari @Pinterest


Tafenpah.com - Salam jumpa lagi sobat Tafenpahners, apakah sobat masih ingat, salah satu karya sederhana yang pernah berhasil terpajang di MAJALAH SEKOLAH (MADING)?




Yuk, silakan sobat membuka berkas album sewaktu masih di sekolah ya, hehe......




Setelah menemukan karya sederhana tersebut, apa yang sobat rasakan?


Tentunya sobat pasti senang kan? Tentu saja dong.





Penulis juga ikut senang. Karena Penulis juga masih ingat jelas, perihal euforia pertama kali karya sederhana penulis terpajang mesra dan romantis di depan Mading Seminari.




Menjelajahi Kreativitas Peserta Didik dengan Mading


Keberadaan mading sekolah memang sangat membantu peserta didik dalam mengeksplor kreativitasnya.



Kreativitas peserta didik itu ibarat nelayan yang sedang berusaha untuk menjaring ikan di samudera lautan lepas.



Mengapa Penulis berani mengatakan hal demikian?


Karena setelah dipikir-pikir, alis menjelajahi kembali kamus pikiran Penulis, ternyata ada sejumlah manfaat, bila lingkungan pendidikan tetap melestarikan keberadaan mading.




Pertama: Kreativitas peserta didik mulai terasa
Kedua: Peserta didik tertantang untuk mengeksplor kemampuannya
Ketiga: Adanya hasrat kompetitif dalam diri siswa
Keempat; Cara sederhana menemukan passion siswa




Mari, kita mulai melihat lebih jauh seputar 4 manfaat di atas ya



* Kreativitas peserta didik mulai terasa

"Cara terbaik untuk menciptakan masa depan adalah menciptakannya" - Abraham Lincoln


Pepatah klasik dari mantan Presiden negeri Paman Sam, Amerika Serikat ini memang benar adanya.



Lalu, apa sih korelasi/hubungan dengan kreativitas peserta didik?


Hubungan mesra dari kedua entitas di atas adalah, pintu awal peserta didik mulai menemukan cahayanya, alias masa depannya, bila lingkungan sekolah, dalam hal ini tenaga pengajar memanfaatkan keberadaan mading sekolah untuk mengeksplor bakat siswa.



Setelah tenaga pengajar mempublikasikan hasil karyanya, entah dalam bentuk apa saja, lalu dinikmatin khayalak umum, dalam hal ini bukan hanya peserta didik, tetapi seluruh stakeholder internal maupun eksternal sekolah, peserta didik pun juga mulai memikirkan langkah apa saja yang akan mereka kerjakan untuk mempublikasikan karyanya.



Dari sini, peserta didik secara tak kelihatan mulai menumbuhkan hasratnya dalam berkarya.


Maka, terciptakan masa depannya, senada dengan filosofi Abraham Lincoln.




Peserta didik tertantang untuk mengeksplor kemampuannya


Entah sadar atau pun tidak, bila salah satu siswa didik berhasil mempublikasikan karya sederhanaya di mading, peserta didik yang lain pun berlomba-lomba untuk mengikuti jejak temannya.


Sebagai contoh, sewaktu Penulis masih berada di lingkungan Seminaris, budaya kompetitif ini memang sangat kerasa loh sobat tafenpahners.


Di mana, pagi itu tepatnya, hujan rindu di akhir bulan Juni 2014, sewaktu Penulis pergi ke Kapel (Gereja Mini) di lingkungan Biara Katolik, Penulis melihat salah satu karya teman seperjuangan terpajang mesra di mading.



Sejenak, Penulis mengamati, lalu dalam waktu yang bersisian, ada hasrat untuk mengikuti jejak teman yang tadi.



Sehabis berdoa, Penulis mulai masuk kamar dan menulis.



Meskipun tulisan Penulis tidak sehebat teman Seminaris, namun ada kebanggan tersendiri (self reward), kala karya sederdana Penulis terpampang indah di Mading Seminari.



Cara praktis ini terus menemani hari-hari Penulis untuk menjelajahi jalan pikiran Penulis dalam mengeksplor apa yang tersembunyi dari dalam diri Penulis.


*Adanya hasrat kompetitif dalam diri siswa


Setelah karya Penulis dikonsumsi teman seperjuangan dan para Formator (Pembimbing Seminaris), hasrat kompetitif terus mengejar rutinitas harianku.


Mentalitas ini juga pasti pernah dialami sobat Tafenpahners kan?



Namun, untuk berada pada siklus tersebut, memang tidak lah muda.



Sebab ada teman seperjalanan kita, alias rasa malas dalam diri kita yang terkadang melemahkan semangat kita.



Namun, bila kita sudah mendirikan hasrat kompetitif dalam diri, niscaya kehidupan harian kita akan semakin berwarna.



Senada dengan pengalaman harian peserta didik di lingkungan sekolah.



Di mana, mereka akan selalu memiliki hasrat ingin tahu yang lebih dalam hal apa pun.


Foto mading |karya Isabella Jaimes dari @Pinterest




Hasrat positif ini pun harus dilihat tenaga pendidik sebagai budaya universal siswa.


Artinya, setiap orang memiliki rasa ingin tahu, namun bila orang-orang terdekatnya tidak mensuport (mendukung), tentunya semangat kompetitif siswa tidak akan berkembang.


Untuk itu, tugas ini bukan hanya dibebankan hanya kepada tenaga pengajar di sekolah. Melainkan, andil karyawan-karyawati, dan orang tua harus terus mendukung apa pun yang dikerjakan peserta didik.



Cara sederhana menemukan passion siswa

Eksistensi atau keberadaan mading selalu bernilai positif bagi siapa pun.



Peserta didik akan memantapkan passion mereka dalam bidang apa saja, bila ketiga aspek di atas, sejak di lingkungan pendidik terus dikembangkan oleh praktisi pendidikan yang bersangkutan.



Namun, apa itu passion? Inilah pertanyaan yang masih berserakan di dalam diri pembaca budiman kan?



Baiklah! Passion sederhananya adalah apa yang kita sukai.


Artinya, bila peserta didik atau pun siapa saja melakukan sesuatu secara kontinyu (terus-menerus) tanpa adanya rasa bosan, berarti itulah passion.




Hipotesa:

Kesimpulan sementara dari coretan Penulis ini adalah bukan mengajarkan ya sobat.


Melainkan dari hati yang terdalam, Penulis hanya mencoba untuk mengelaborasikan pengalaman praktis Penulis yang dikemas dengan sentuhan filosofi dalam membuka epistemologi (kerangka berpikir) metodologis dari siapa saja untuk berani menciptakan dan memanfaatkan mading sekolah dalam merangkai masa depannya.



Masa depan siswa dan kita semua akan bersinar, bila ada kerendahan hati untuk melestarikan keempat poin di atas dalam berkarya, entah di bidang apa saja.



Khususnya, bagi peserta didik teruslah berkreativitas dan jangan insecure untuk publikasikan karya terbaik di mading sekolah ya.



Karena mading sekokah adalah diary terbaik sobat, heheh....



Sekian dari coretan Penulis ya sobatku yang tercinta.



Jangan lupa ikutin fanpage facebook Tafenpah (@Info Seputar Tafenpah.com) | Instagram: @Literasi_Tafenpah







Frederikus Suni Admin Tafenpah Group
Frederikus Suni Admin Tafenpah Group Frederikus Suni (Fredy Suni) Mahasiswa Program Studi Ilmu Komunikasi Universitas Siber Asia (Asia Cyber University) | Frederikus Suni pernah DO dari Sekolah Tinggi Filsafat dan Teologi Widya Sasana Malang dan Fakultas Ilmu Komunikasi Universitas Dian Nusantara (Undira) Jakarta || Terkait kerja sama dan informasi iklan bisa melalui email tafenpahtimor@gmail.com || || Instagram: @suni_fredy || @tafenpahcom || @pahtimorcom || Youtube: @Tafenpah Group

Posting Komentar untuk "Merindukan Majalah Dinding (Mading) Sekolah "