Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Catatan Bife Kuan - Tafenpah

Penulis: Fredy Suni

Catan Bife Kuan. Sumber foto; Instagram @Malakamanise


Tafenpah.com - Pagi itu, Bife Kuan sedang menyiapkan sarapan pagi untuk keluarganya.


Tanpa sengaja, Bife Kuan melihat sepucut surat peninggalan almarhum orang tuanya di depan patung Bunda Maria.


Rasa penasaran untuk membuka amplop yang sudah berwarna kecoklat - coklatan itu bertabrakan dengan anggota keluarganya yang lain.


Maklum saja, di rumah peninggalan orang tuanya itu, biasanya ramai.


Jadi, ia memutuskan untuk menunda keinginannya.


Setelah sarapan pagi, Bifen Kuan itu kembali mengumpulkan niat untuk membuka amplop tersebut.


Sayangnya, amplop itu sudah tidak ada di depan Patung Bunda Maria.


Entah, siapa yang sudah berhasil membawa amplop keramat itu.


Sedih dan bercampur penyesalan itu tampak dari wajah Bife Kuan.


Karena bagaimana pun juga, amplop yang berisikan surat wasit dari almarhum orang tuanya adalah satu-satunya harta kekayaan berharga bagi Bife Kuan.

Catatan Bife Kuan. BantenPRMN


Kini, yang tersisa adalah rasa penyesalan dari Bife Kuan.


Hari pun berganti, Bife Kuan memutuskan untuk pergi dari kampung halamannya.


Karena desanya terletak di pelosok nusantara. Tepatnya di Desa Haumeni, Kecamatan Bikomi Utara, Kabupaten Timor Tengah Utara (TTU), Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT).



Merantau Bukanlah Pilihan Yang Tepat

Catatan Bife kuan. Grid

Bife Kuan pun berkunjung ke sanak keluarganya untuk mendapatkan restu, karena dalam beberapa hari lagi, ia akan pergi merantau.


Merantau bukanlah pilihan yang tepat bagi Bife Kuan.


Namun, semua itu demi kesejahteraan dan masa depan pendikan adik-adiknya.


Jadi, apa pun ia bisa melakukannya. Yang terpenting dirinya tidak mengambil jalan pintas, alias menjual dirinya.


Itulah prinsip dari Bife Kuan.


Tiket pesawat pun sudah disiapkan oleh calo atau pencari kerja.


Namun, pagi itu, tepatnya bulan Juli 2019, entah mujizat atau secara kebetulan, Bife Kuan pun kembali menemukan amplop yang berisikan surat wasiat di depan Patung Bunda Maria.


Bife Kuan semakin heran dengan kejadian tersebut. Lalu, ia pun mulai curiga dengan kedua adiknya yang masih kecil.


Jangan-jangan mereka berdua yang menyembunyikan amplop tersebut. Karena adik-adiknya tidak setuju, jika kakak mereka harus pergi meninggalkan kampung Haumeni.


"Ade, sini kau! Dengan nada tegas, Bife Kuan memanggil kedua adiknya.


"Ada apa ya kak?" Tanya Jefry yang merupakan adik tertuanya. Karena Jeny adalah adik bungsunya.


"Kakak curiga pasti kamu atau Jeny yang menyembunyikan amplop peninggal dari bapak dan mama toh?" Pertanyaan sekaligus interogasi dari Bife Kuan.


"Sembarangan saja kak!" tegas Jefry. Sementara, Jeny si bungsu terus menangis.


Bife Kuan kini mengalihkan kecurigaannya kepada si bungsu.


Namun, Bife Kuan tidak berani menginterogasi adik bungsunya.


Karena selain mereka ditinggal pergi oleh orangnya, Jeny juga masih membutuhkan kasih sayang yang kini dibebankan kepada Bife Kuan.



Memang tidak muda bagi Bife Kuan. Karena sejak meninggalnya almarhum orang tua mereka, peran orang tua dialihtugaskan kepada Bife Kuan.


Bifen Kuan mengalami dilema. Karena bagaimana pun juga, ia juga memiliki cita-cita untuk meneruskan pendidikan diplomanya yang tertunda.


Selain, ia harus menerima kenyataan pahit. Lantaran, pohon keluarganya kini tinggal puing-puing reruntuhan.


Sedih bercampur haru atas nasib keluarga Bife Kuan.


Akhirnya, Bife Kuan memutuskan untuk membatalkan tiket keberangkatan menuju salah satu kota metropolitan di tanah air.


Persoalan baru pun muncul, yakni Bife Kuan harus mengembalikan dana pembatalan keberangkatan tersebut kepada calo.


Bife Kuan pun tidak ada uang dalam jumlah jutaan. Makan saja kadang hanya membutuhkan belas kasihan dari sanak keluarga dan tetangganya.


Apalagi dalam hitungan jam, ia harus mengembalikan uang tersebut.


Calo pun marah-marah, dan bahkan mengancam Bife Kuan untuk melaporkannya kepada ketua RT.


Namun, Bife Kuan tidak mau persoalan itu harus diselesaikan di lingkungan RT.


Akhirnya, Bife Kuan dan Calo tersebut, membuat kesepakatan, yakni menggadaikan sebindang tanah yang berada di pinggir jalan.


Calo ini pun sangat bahagia. Lantaran, lokasi tanah tersebut sangat startegis untuk membuka ladang bisnis.


Lantas, seperti apakah kisah selanjutnya dari Bife Kuan, sobat Tafenpah jangan lupa untuk terus ikutin cerita bersambung dari Bife Kuan ya.


Catatan Penting; Bife Kuan adalah sebutan khas untuk perempuan Timor



Instagram; @Literasi_Tafenpah dan @Suni_Frederikus

Frederikus Suni Admin Tafenpah Group
Frederikus Suni Admin Tafenpah Group Frederikus Suni (Fredy Suni) Mahasiswa Program Studi Ilmu Komunikasi Universitas Siber Asia (Asia Cyber University) | Frederikus Suni pernah DO dari Sekolah Tinggi Filsafat dan Teologi Widya Sasana Malang dan Fakultas Ilmu Komunikasi Universitas Dian Nusantara (Undira) Jakarta || Terkait kerja sama dan informasi iklan bisa melalui email tafenpahtimor@gmail.com || || Instagram: @suni_fredy || @tafenpahcom || @pahtimorcom || Youtube: @Tafenpah Group

Posting Komentar untuk "Catatan Bife Kuan - Tafenpah"