Melihat Kebudayaan Etnis Gayo Lebih Dekat
Ilustrasi foto oleh Intan Nazila |
Oleh: Intan Nazila (Mahasiswa Ilmu Komunikasi) Universitas Dian Nusantara, Jakarta
Tafenpah.com - Sesuai dengan judulnya, saya ingin berbagi pengalaman saya, ketika menelusuri beberapa wilayah yang ada di Indonesia bagian Barat, terutama dalam memperkaya pengetahuan seputar karakteristik budaya dan juga keanekaragamannya.
Sebelum melakukan kegiatan penelusuran ke wilayah pedalaman, saya mendapatkan tugas dari kampus yaitu; pengamatan terhadap budaya yang kita jalani secara langsung melalui komunikasi lintas budaya.
Apa itu komunikasi lintas budaya? Komunikasi lintas budaya berarti kita berusaha untuk menjalin interaksi dengan budaya yang berbeda dari kehidupan kita.
Tujuan dari komunikasi lintas budaya adalah menghindari gegar budaya (cultur shock), meminimalisir kesalahpahaman, memperkaya pemahaman, menambah relasi dan membangkitkan sense of being (keberadaan) kita sebagai makhluk yang berbudaya.
Siapa saja yang menjadi narasumber dari kegiatan tersebut? Narasumber yang menjadi objek/sasaran dari kegiatan yang saya jalani adalah anggota suku Gayo.
Di manakah letak anggota suku Gayo? Dilansir dari Liputan6.com, suku Gayo merupakan salah satu etnis yang mendiami dataran tinggi Gayo, tepatnya berada di wilayah tengah Provinsi Aceh. Suku Gayo sendiri termasuk Proto Melayu (Melayu Tua) yang merupakan ras India dan mereka datang ke Indonesia sejak 2.000 tahun sebelum masehi.”
Mengapa saya berani melakukan kegiatan tersebut? Tujuan saya melakukan kegiatan tersebut adalah memperkaya wawasanku, selain menjalankan tugas dari dosen. Lalu, hal apa saja yang perlu saya siapkan? Sebelum melakukan kegiatan tersebut, saya membuat schedule atau rencana.
Manajemen diri ini sangat perlu sebelum take action di lapangan. Maka, saya mulai membuat sebuah catatan yang akan menjadi kompas, arah, pijakan, pegangan bagi saya selama masa perjalanan. Tak ketinggalan pula, persiapan kebutuhan pribadi pun saya sudah mengaturnya.
Karena ini menyangkut tugas kuliah, saya melakukannya tidak sendirian. Melainkan saya bersama teman-teman se-Fakultas. Kami membuat grup untuk pembagian tugas. Tujuannya agar semua yang sudah disusun sesuai dengan rencana yang sudah diatur oleh kami.
Rute kelompok saya adalah destinasi Indonesia bagian Barat dan juga Tengah, sebenarnya saya ingin sekali juga menelusuri Timur Indonesia, hanya saja budget yang kita kumpulkan tidak sampai target yang kita harapkan jadi hanya wilayah daerah seperti Aceh, Bukit Tinggi Sumatra Barat, Suku Baduy Banten, Pontianak Kalimantan, dan destinasi terakhir kita adalah Bali.
Dari hasil pengamatan dan juga analisis, kami membutuhkan waktu sekitar sebulan untuk menyelesaikan misi tersebut. Mengingat waktunya pas dengan liburan semester, sehingga kami mempunyai waktu luang untuk berlibur dan juga menjelajah pesona wilayah Aceh dan wilayah yang kami kunjungi.
Dari perjalanan itu, kami mendapatkan pengetahuan baru. Lalu, kami mengabadikannya momentum tersebut dalam swafoto, Vlog, Video maupun jepretan keabadian. Selain menuliskan. Contohnya seperti yang sekarang saya lakukan ini, saya berbagi pengalaman.
Namun, saya hanya menceritakan pengalaman saya berkunjung di Aceh terlebih dahulu. Selanjutnya, saya akan menceritakan keberagaman budaya di wilayah wilayah yang sudah saya sebutkan. Oke langsung saja kita memulai perjalanannya.
Pesona Aceh dan Nilai Pengetahuan Baru Seputar Budaya
Suku Gayo. Ilustrasi gambar dari Tribunnewswiki.com |
Aceh, merupakan sebuah kota yang merupakan ujung barat Indonesia. Di sini saya bersama rekan kelompok saya. Ketika tiba di Bandara Sultan Iskandar Muda, kami tidak langsung beristirahat, melainkan kami berkeliling seluruh Bandara karena kita ingin melihat situasi dan juga kondisinya.
Dari Bandara ini kami melihat banyak sekali pemandangannya, entah ada pegunungan yang terlihat dari penglihatan pantauan kami, atau suasana yang sangat sejuk sekali sehingga kami memahami bahwa Kota Aceh masih sangat terasa sekali iklim Tropisnya.
Lalu sehabis berkeliling, kami menyewa sebuah mobil bak yang terbuka. langsung saja kami menaiki mobil tersebut untuk menuju sebuah desa yang akan menjadi tempat kunjungan kami dan juga bertemu dengan penduduknya. Desa yang kami kunjungi adalah bukan sebuah desa biasa, melaikan kami mengunjungi sebuah pedalaman yang begitu jauh dan juga pastinya sangat terkenal di Aceh.
So, kami menelusuri Suku Gayo yang merupakan termasuk icon dari Kota Aceh ini. Suku Gayo adalah suku yang mayoritas penduduknya beragama islam, dan juga suku Gayo ini terdapat pengaruh Melayu sehingga dalam Bahasa kesehariannya masih ada yang menggunakan Bahasa melayu. Di sini kami ditemani oleh Mas Ryan. Mas Ryan ini adalah partner/rekan kami selama berada di Pedalaman Suku Gayo.
Selama perjalanan bersejarah itu, mas Ryan menceritakan apasaja kharakteristik dan keanekaragaman dari Suku Gayo, dan ternyata Suku Gayo masih bercocok tanam dalam hal kegiatan pertaniannya, seperti yang sekarang ini, ternyata Suku Gayo merupakan penghasil Biji Kopi yang terenak di Indonesia dan juga beberapa negara lain pun mengakuinya.
Wow, benar-benar sebuah warisan yang tersembunyi yang tidak kita ketahui selama ini. Banggakah kalian dengan Indonesia kita? Tentu, Indonesia memiliki tingkat kesuburan tanah yang sangat tinggi sehingga banyak sekali di wilayah desa memanfaatkan sumber dayanya sebagai penghasil kebutuhan dan juga melakukan kegiatan ekspor - impor.
Selain itu juga, Suku gayo juga membuat kerajinan tangan seperti membuat keramik dan juga anyaman, hanya saja kerajinannya tersebut hampir punah sehingga kebijakan pemerintah Aceh sepakat bahwa kerajinan tangan yang di buat oleh Suku Gayo menjadi objek Wisata yang ada di daerahnya.
Sesampainya kami di sebuah tempat pemberhentian karena mobil tidak bisa masuk ke wilayah tersebut, kami berinisiatif berjalan kaki menuju tempat pedalaman Suku Gayo. Kita melewati hutan dengan jarak yang mungkin memakan waktu 1 jam lebih untuk sampai, tapi kami tidak merasa letih. Karena letih kami terbayarkan dengan suasana yang masih sangat asri di sebuah wilayah yang benar-benar kami baru mengunjunginya. Seperti Surga yang tersembunyi, banyak sekali jenis pepohonan yang kami lewati dan kami bertemu banyak hewan yang berlalu lalang di hutan.
Saya kira di dalam hutan yang kami lewati ada binatang buas. Namun, mas Ryan berkata bahwa tidak ada binatang buas! Karena di sini hanya ada Monyet dan juga Teringgiling saja dan tidak membahayakan, hanya kita harus berhati-hati ketika dekat tanaman karena suka muncul ulat bulu sehingga membuat kulit kita terasa panas dan gatal. Syukurnya selama melewati hutan saya dan teman-teman saya baik-baik saja tanpa ada gangguan.
Langsung saja, ketika kami melihat pemandangan ladang yang besar dan juga sangat luas, mata kami berbinar seduh, perasaan sedih senang kami tercampur. Karena secara langsung kami menatap sebuah kekayaan alam yang dimiliki Suku Gayo yaitu ada perkebunan, dan juga pertanian yang sangat luas. Sangat beda sekali suasananya dengan suasana kota yang selalu membuat kami merasa bosan dan juga jenuh akan polusi yang membuat kami merasa tidak nyaman. Kami berjalan pelan-pelan sambil menikmati keindahan di sekeliling kami, tidak lupa kami juga mengabadikan sebuah foto pemandangan yang benar benar nyata tanpa editan sebagai moment pengalaman kami akan menjadi terasa hidup jika kami mengenangnya.
Kita di sambut oleh anak perempuan yang sedang berlatih menari saman. Tari saman juga sebagai salah satu warisan yang ada Indonesia loh, karena Tari Saman ini merupakan tarian adat aceh yang memiliki makna Religius dan juga kedisplinan.
Tidak lupa, kami selalu menyapa semua orang yang berada di sekitar kami. Mereka menunjukkan ekspresi yang begitu senang kepada kami. Suku Gayo ini sangat menjiwai sekali sifat ketertiban, gotong royong dan juga nilai budaya nya masih terjaga sehingga keanekanragaman, entah di aspek Kesenian, Kebudayaan dan adat istiadatnya disegani banyak pengunjung yang datang.
Kami beribadah di sebuah Masjid yang ada di pedalaman suku Gayo, kita tidak boleh bersikap tidak menghargai penduduk setempat. Teman rekan kampus kami menjalankan ibadah dengan tenang dan begitu khusyuk. Kami berdoa agar selama perjalanan kami lancar dan juga di terima baik oleh orang-orang yang berada di sekitar.
Suku Gayo ini banyak sekali wanitanya. Mereka memakai kerudung atau hijab dan juga ada yang menutupinya dengan Pasminah. Karena menurut Suku Gayo, Wanita yang menutupi auratnya akan menghindari fitnah dan juga zinah mata yang menimbulkan sebuah dosa bagi umat muslim. Sangat mendalami sekali Ajaran agama Islam di daerah ini, sebab kata kepala keluarga yang merupakan penduduk asli dari suku Gayo, daerah ini merupakan sebuah peninggalan Kesultanan Raja Linge yang merupakan tokoh penyebaran Islam di wilayah masyarakat suku Gayo.
Sekian potretan pengalaman lintas budaya saya dan rekan-rekan sekampus.
Karya: Intan Nazila, rekan (Mahasiswa Ilmu Komunikasi) Universitas Dian Nusantara (Undira) Jakarta
10 komentar untuk "Melihat Kebudayaan Etnis Gayo Lebih Dekat"
Semoga diberi kesempatan juga bisa ke Tanah gayo
Berkomentarlah dengan baik dan sopan ya! | Terima kasih
Diperbolehkan mengutip tulisan dari Tafenpah tidak lebih dari 30%, dengan syarat menyertakan sumber | Mari, kita belajar untuk menghargai karya orang lain | Salam hangat