Menyibak Makna Adu Dalam Budaya Nias

Penulis Tafenpah.com: Ignasius Harefa mahasiswa asal Nias

Tafenpah.com - Berbicara tentang pesona wisata Nias memang tak ada habisnya. Selain pesona budaya yang telah terkenal kancah nasional maupun mancanegara seperti tari Maena dan Tari Perang/Fataele , ada juga pesona religi atau kepercayaan masyarakat kuno orang Nias yang dikenal dengan nama adu (patung). 


Tuhoni Telaumbanua, Ephorus BNKP (Banua Niha Keriso Protestan) dalam bukunya yang berjudul ‘Salib dan Adu’ menuliskan bahwa: ketika para misionaris tiba di Nias dan Pulau-pulau Batu, mereka menemukan adu  ada di dalam setiap rumah; mereka menyaksikan upacara yang dipimpin oleh imam (ere) di mana adu berperan sebagai alat penyembahan. 


Sesungguhnya, dalam kajian yang lebih dalam, bagi Ono Niha (Orang Nias) sebuah adu  adalah perantara, yang membuat mereka bisa berhubungan dengan para ilah, roh-roh para leluhur. Sangat perlu ditekankan bahwa “orang Nias tidak berdoa kepada adu, tetapi melalui adu kepada ilah atau roh-roh leluhur. Adu dianggap sebagai manifestasi dari kehadiran para ilah dan roh. Mereka hadir untuk mendengar permohonan keturunannya. Hal ini membuktikan pandangan yang keliru tentang adu bila orang mengatakan bahwa Ono Niha menyembah adu.


Salah satu adu yang penting bagi Ono Niha ialah Adu Zatua. Adu Zatua adalah ‘citra/patung leluhur’. Di keempat hari pertama sesudah seorang ayah meninggal, keluarga yang kaya akan mengukir patung ayah itu dari sepotong kayu dan menyebutnya adu zatua. 


Pembuatan adu dipesankan oleh leluhur Ono Niha kepada satu generasi agar dilanjutkan turun-temurun. Dengan demikian adalah tugas mulia dan sakral untuk membuat adu demi menghormati dan mengenang selalu mereka yang telah berpisah dan pindah ke dunia yang lain. Ono niha percaya bahwa dengan kehadiran adu zatua roh-roh leluhur akan senantiasa bersama mereka. 


Adalah makna yang sangat dalam bahwa Ono Niha ialah pribadi yang selalu dekat dengan roh-roh para leluhur. Relasi dan hubungan ini tetap dipelihara dan dijaga serta diyakini akan mendatangkan berkat dan juga pengingat atau alarm bagi diri sendiri untuk selalu hidup benar bila tidak ingin mendapatkan hukuman atau kutuk dari para leluhur. 


Menjalankan wasiat orang tua adalah harga mati yang harus dilaksanakan, sebagai ungkapan cinta dan hormat kepada orang tua, maupun sebagai wujud dari kesatuan Ono Niha dengan komunitas adat dimana dia berada.


Penulis Tafenpah Ignasius Harefa

Mahasiswa STP Dian Mandala Gunungsitoli


TAFENPAH.COM
TAFENPAH.COM Salam Literasi. Perkenalkan saya Frederikus Suni. Saya pernah bekerja sebagai Public Relation/PR sekaligus Copywriter di Universitas Dian Nusantara (Undira), Tanjung Duren, Jakarta Barat. Saya juga pernah terlibat dalam proyek pendistribusian berita dari Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi) ke provinsi Nusa Tenggara Timur bersama salah satu Dosen dari Universitas Bina Nusantara/Binus dan Universitas Atma Jaya. Tulisan saya juga sering dipublikasikan ulang di Kompas.com. Saat ini berprofesi sebagai Mahasiswa Ilmu Komunikasi di Universitas Siber Asia (Unsia), selain sebagai Karyawan Swasta di salah satu Sekolah Luar Biasa Jakarta Barat. Untuk kerja sama bisa menghubungi saya melalui Media sosial:YouTube: Perspektif Tafenpah||TikTok: TAFENPAH.COM ||Instagram: @suni_fredy || ������ ||Email: tafenpahtimor@gmail.com

4 komentar untuk "Menyibak Makna Adu Dalam Budaya Nias"

Comment Author Avatar
Comment Author Avatar
Terima kasih ya sudah menyempatkan diri untuk membaca di rumah tafenpah.com
Comment Author Avatar
Mantap...... Mari trus kt gali pengetahuan adat budaya Nias
Comment Author Avatar
Siap terima kasih ya sudah berkunjung

Diperbolehkan untuk mengutip sebagian materi dari TAFENPAH tidak lebih dari 30%. Terima kasih