Ketika Pandemi Dijadikan Alasan Penguasa Kampus

Ilustrasi dari Bantenexpres.com

Mentari pagi tengah menyapa kampusku, sinar paginya membelai daun-daun hijau. Tampak masih tersisa tetesan embun semalam, bersiap jatuh membasahi tanah. Di sampingnya berdiri gagah Bendera Merah Putih berkibar di langit biru, begitu perkasa dan mempesona. Kulirik jam tangan hitamku kenangan kala ikut kursus di Jogja, sudah setengah sembilan lewat, kataku dalam hati. 


Apa boleh buat, terpaksa saya harus menunggu kedatangan dosen yang ingin saya temui. Mungkinkah saya yang salah karena terlalu datang pagi, kucoba bertanya pada seekor burung gereja yang tengah sibuk membuat sarang di pohon dekat pagar kampus. Sekilas ia menatapku tajam, seakan menghardik keraguan saya, sembari berkata: bukankah ini masih pandemi, jadi mereka bebas berbuat semaunya?


Bulu kudukku berdiri seketika, merinding dan seakan tak percaya pada apa yang sedang terjadi. Kuingat percakapan temanku kemarin, ah, kampus kita ini tidak fair, banyak kejanggalan di dalamnya dan mahasiswa seakan dibungkam dan tak diberikan ruang bicara. 


Pagi ini, kutemukan hal baru, para dosen tak tepat waktu, walau menerima honor setiap bulan. Anehnya honor mereka tak mengalami perubahan walau tengah pandemi, tapi kinerja dan kedisiplinan merosot, karena pandemi. Demikian jawaban singkat yang pernah kudengar. 


“INI TIDAK BERMORAL, SANGAT MEMALUKAN.” Di saat masyarakat biasa tengah berjuang dua kali lipat di tengah pandemi dan hanya mendapatkan upah untuk beli makanan selama satu hari saja, di saat bersamaan pula, para intelektual, kaum cendekiawan yang berprofesi sebagai dosen malah dengan lenggangnya menjadikan pandemi untuk waktu malas-malasan, kerja santuy dan hanya bermodalkan beri tugas kepada mahasiswa. 


Kauingat pesan Presiden Indonesia, Joko Widodo saat memberikan arahan kepada para menterinya “sekarang ini kita harus kerja ekstra, jangan datar-datar saja, ini kondisi krisis, jangan anggap aman-aman saja.”

 

 Mungkin saja, dengan memberikan paket sembako kepada orang miskin saat media banyak mempublikasikan gerakan serupa, dianggap cukup dan sudah sangat berperan. Kukatakan itu belum cukup!


Mahasiswa yang terdampak pandemi, tidak mendapat perhatian sama sekali dari pihak kampus. Paket Belajar yang dari Pemerintah hanya tinggal janji ditangan operator Kampus yang menjawab sabar saja ketika ditanya kapan kami mendapat paket belajar. 


Pak, saya juga bisa sabar, tapi ingat dosen yang menunggu tugas-tugas kami tidak mengenal kata itu, belum lagi orang tua yang mulai bosan membeli paket tiap bulannya kepada kami. Jadi, sudah terlalu banyak kenangan pahit dan situasi tak bermoral melanda selama pandemi ini, virus covid-19 bila terpapar masih dapat disembuhkan, tetapi virus kemalasan dan tidak bertanggung jawab vaksin yang ampuh untuk itu belum ditemukan.


Catatan dari saya selaku pengelola blog ini: tulisan ini tidak bermaksud untuk menyudutkan bahkan menyalahkan para dosen. Tapi, tulisan ini merupakan bagian dari perasaan mahasiswa akan ketidakadilan dalam mendapatkan kuota internet.  Selain itu, tulisan ini juga untuk menanggapi regulasi atau aturan terkait dengan kecenderungan PNS bolos saat jam kerja yang dikeluarkan oleh pemerintah pusat melaui Kemendikbud-Ristek. 

Sekian dan terima kasih dari saya.


Penulis Tafenpah: Ignasius Harefa
Mahasiswa STP Dian Mandala Gunungsitoli


Frederikus Suni Redaksi Tafenpah
Frederikus Suni Redaksi Tafenpah Salam kenal! Saya Frederikus Suni, Mahasiswa Ilmu Komunikasi Universitas Siber Asia || Menekuni bidang Jurnalistik sejak 10 tahun lalu. || Saya pernah menjadi Jurnalis/Wartawan di Metasatu dan NTTPedia. Selain itu, saya juga berkolaborasi dengan salah satu Dosen dari Binus university dan Atma Jaya, terutama Proyek dari Kementerian Komunikasi dan Informatika RI, dalam pendistribusian berita ke Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Timur. Saya juga pernah menjadi bagian dari Public Relation/PR sekaligus Copywriter dari Universitas Dian Nusantara (Undira) Tanjung Duren Jakarta Barat. Saat ini fokus mengembangkan portal pribadi saya TAFENPAH.COM dan juga menjadi kontributor di beberapa website tanah air, Kompasiana, Terbitkanbukugratis, Eskaber, PepNews, Lombokainsider. Tulisan saya juga beberapa kali dipublikasikan ulang di Kompas.com Saya juga menerima jasa pembuatan Website || Media sosial: YouTube: TAFENPAH GROUP || TikTok: TAFENPAH.COM || Instagram: @suni_fredy || Terkait Kerjasama dapat menghubungi saya melalui kontak ������ || WhatsApp: 082140319973 || Email: tafenpahtimor@gmail.com

3 komentar untuk "Ketika Pandemi Dijadikan Alasan Penguasa Kampus"

Comment Author Avatar
Terima kasih, Pak Fredy untuk tulisan yang keren ini.

Ijin bertanya: tafenpah itu artinya apa n bahasa apa itu? Thanks!
Comment Author Avatar
Selamat siang Pak. Terima kasih sudah berkenan mampir di rumah literasi Tafenpah. Tafenpah berasal dari bahasa Timor (Dawan)- NTT yang terdiri dari dua suku kata yakni; Tafen berarti membangun dan Pah yang berarti bang. Jadi, secara umum, Tafenpah artinya membangun bangsa. Dalam konteks ini, saya membangun dengan gerakan literasi dari daerah pinggiran.

Sekian dan terima kasih

Berkomentarlah dengan baik dan sopan ya! | Terima kasih


Diperbolehkan mengutip tulisan dari Tafenpah tidak lebih dari 30%, dengan syarat menyertakan sumber | Mari, kita belajar untuk menghargai karya orang lain | Salam hangat