Mengapa Mahasiswa Lulusan Kupang Minder Ketika Memasuki Dunia Kerja? Refleksi dan Kritik Pendidikan Ernesto Aldo

Penulis : Frederikus Suni 

Mengapa Mahasiswa Lulusan Kupang Minder Ketika Memasuki Dunia Kerja? Refleksi dan Kritik Pendidikan Ernesto Aldo. Sumber foto Instagram @ernestoaldojr/TAFENPAH.COM


TAFENPAH.COM - Salam jumpa sobat Tafenpahners (Pembaca setia TAFENPAH), admin berharap kamu dan sekeluarga selalu dalam lindungan Tuhan Yang Maha Esa.

Ernesto Aldo Yunior Maia menyelesaikan S1 Prodi Ilmu Hukum, Konsentrasi Hukum Tata Negara, Fakultas Hukum, Universitas Nusa Cendana (Undana) Kupang 2023, lalu dirinya melanjutkan S2 di Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta dengan konsentrasi bidang yang sama, menawarkan atau memberikan refleksi mendalam tentang bagaimana pengaruh mental kolonialisme (penjajahan), khususnya bangsa Belanda dan Jepang yang lama berkuasa di kota Karang, Kupang (Ibukota) provinsi Nusa Tenggara Timur terhadap keadaan batin (disposisi atau psikologis) mahasiswa lulusan di berbagai universitas di NTT.

Di mana, ketika mahasiswa lulusan universitas NTT memasuki dunia kerja, mereka selalu minder dengan lulusan dari universitas yang berada di daratan pulau Jawa.

Mengapa Mahasiswa Lulusan Universitas NTT minder ketika memasuki dunia kerja?

Seperti yang admin TAFENPAH sampaikan di awal tulisan ini, bahwasannya salah satu dampak dari rasa minder mahasiswa lulusan universitas NTT ketika memasuki dunia kerja adalah persoalan mental kolonialisme.





Selain itu, tentunya ada berbagai faktor yang melatarbelakangi rasa minder mahasiswa lulusan universitas NTT.

Namun, yang menjadi perhatian serius dari admin TAFENPAH adalah Perspektif atau pandangan dari Ernesto Aldo Yunior Maia.

Ernesto Aldo melalui laman Instagram pribadinya @ersnestoaldojr mengatakan bahwasanya 'sonde semua kampus di Jawa itu bagus. Ada yang kualitasnya rendah, bahkan kalah dari kampus swasta di Kupang. Tapi karena mental kolonial masih kuat, semua yang dari Jawa dianggap bergengsi. Bahkan ada yang pulang hanya bawa ijazah, bukan wawasan," tulis Ernesto Aldo Yunior Maia.

Mari, kita membedah pandangan (point of view) dari kakak Ernesto Aldo Yunior Maia.

Berdasarkan perspektif atau sudut pandang satiris tapi penuh daya gerak motivasi dari kakak Ernesto Aldo, admin TAFENPAH pertama-tama mengapresiasi.

Apresiasi TAFENPAH bukan tanpa alasan, bukan pula pledoi (semacam pembelaan). Namun, persoalan terbesar ini menyangkut hal dasar yang mungkin saja selama ini kita (masyarakat NTT), khususnya generasi muda yang sudah bekerja, sedang berkuliah bahkan yang akan memasuki dunia kampus maupun lingkungan kerja dengan berbagai intriknya, tapi kita melupakannya.

Untuk itu, meskipun apresiasi dari TAFENPAH akan berbeda dari sudut pandang pembaca (audiens), akan tetapi hal tersebut sama sekali tidak mempengaruhi apresiasi TAFENPAH terhadap logika berpikir dari kakak Ernesto Aldo Yunior Maia.

Karena di balik pandangan sekaligus kritik sosial kakak Ernesto Aldo Yunior Maia, terselip nalar kontemplatif dan reflektif yang berangkat dari keresahan hidupnya, entah pandangan itu datang, hadir bahkan mengalir melalui ekosistem persahabatannya di dunia kerja, lingkungan pertemanan, kampus serta pengalaman hidup sehari -  hari.

Di sini, kakak Ernesto Aldo Yunior Maia secara tak sadar, ingin mengajak masyarakat NTT, khususnya mahasiswa agar lebih percaya diri pada kemampuan masing-masing.

Karena kepercayaan diri yang tinggi juga merepresentasikan bagaimana mahasiswa NTT memiliki kerangka dasar berpikir (metodologis) yang terjawantahkan dalam nilai - nilai kearifan lokal budaya setempat.

Semakna dengan pendapat dari seorang Ilmuwan, tokoh intelektual, pemikir ulung dari suku Betawi yakni; Bagus Muljadi.

Bagus Muljadi saat ini mengemban tugas sebagai Asisten Profesor di University of Nottingham Inggris.

Ketika menjadi pembicara (narasumber) dalam diskusi yang bertemakan "Kuliah, Kerja, dan Kenyataan" yang dipandu oleh Najwa Shihab, Bagus Muljadi mengatakan secara intelektual (entah cara berpikir, logika, dan ilmu) mahasiswa dari Indonesia tidak kalah dari mahasiswa di berbagai negara. Tetapi, yang menjadi persoalan terbesarnya adalah mahasiswa dari Indonesia ketika bertemu dengan mahasiswa dari luar negeri dalam situasi apa pun, rasa minder (ketidakpercayaan diri) mahasiswa Indonesia ikut mematikan, melenyapkan semangat kerja dan kompetensinya di berbagai bidang.

Pendapat Bagus Muljadi setali, searah, sejalur, semakna dengan pemikiran kakak Ernesto Aldo Yunior Maia.

Relevansi Pemikiran Bagus Muljadi dan Ernesto Aldo Yunior Maia terhadap Mahasiswa NTT

Kedua pemikiran besar di atas, tentunya admin TAFENPAH menilai dari sudut pandang refleksi yang mendalam.

Karena dari refleksi mendalam tersebut, lahirlah ide atau gagasan konstruktif sosial yang berdampak terhadap kehidupan psikologis mahasiswa lulusan universitas NTT.

Okeylah, admin TAFENPAH dan juga pembaca mungkin memberikan penilaian dari kedua persepsi di atas tanpa menghilangkan kecurigaan atau subjektivitas.

Penilaian subjektif (pandangan pribadi) maupun objektif (realita yang terjadi di lapangan) tidak pernah salah. Karena dalam ilmu pengetahuan apa pun, kecurigaan, subjektif dan objektif menjadi fondasi utama terbentuk atau lahirnya ide/gagasan besar bangsa.

Untuk itu, admin TAFENPAH tidak berlebihan mengatakan antara persepsi Ernesto Aldo Yunior Maia dan Bagus Muljadi merupakan jembatan logika untuk kita melihat keadaan mahasiswa NTT secara terang benderang dalam kehidupan sehari-hari.

Terkait relevansi pemikiran Bagus Muljadi dan Ernesto Aldo Yunior Maia, tentunya akan tetap hidup, mengalir, membentuk, menginspirasi bahkan tetap tinggal diam dan menyejarah bersama proses pembentukan karakter generasi muda NTT dari masa lalu (past tense), saat ini (present tense), dan masa depan (future).

Ijazah Tanda Seseorang Pernah Sekolah, Bukan Tanda Dia Pernah Berpikir - Rocky Gerung 


Rocky Gerung dalam setiap kesempatan diskusi kenegaraan, kuliah, pelatihan hard skill dan soft skill selalu mengatakan kalimat satiris tersebut, tapi penuh daya motivasi.

Rocky Gerung pendiri Tumbuh Institut (wadah pelatihan berpikir kritis terhadap pembentukan karakter generasi muda Indonesia) sangat berkesinambungan atau berkorelasi dengan pemikiran dari Bagus Muljadi dan Ernesto Aldo Yunior Maia.

Elaborasi pemikiran tersebut, melahirkan logika berpikir kritis, khususnya bagi masyarakat NTT (generasi muda), agar sejak berada di bangku perkuliahan perlu melatih kemampuan berpikir kritis, problem solving (kemampuan memecahkan masalah) serta mahasiswa juga perlu membekali diri mereka dengan berbagai disiplin ilmu pengetahuan.

Karena kemampuan - kemampuan tersebut akan berguna bagi mahasiswa NTT ketika memasuki dunia kerja, bisnis, ekosistem persahabatan dan lainnya.

Dari sudut pandang Rocky Gerung tersebut, mari kita melihat lagi pernyataan dari Ernesto Aldo Yunior Maia terkait lahirnya tokoh hebat yang terus berkontribusi terhadap dirinya, lingkungannya, sesamanya serta Alam Ciptaan (Tuhan), meskipun tokoh - tokoh tersebut lahir, bertumbuh dan berproses dari rumah sederhana yang mungkin saja beratapkan alang - alang dan berdinding bebak/bambu di daratan NTT.

"Kadang di rumah - rumah sederhana itu. Sering lahir manusia dengan karakter yang kuat dan hati paling berpendidikan yang sonde bisa didapatkan di sekolah formal bertahun - tahun," tegas Ernesto Aldo Yunior Maia.

Memang sering kali kita lihat, dengar, saksikan bahkan hidup berdampingan dengan berbagai jenis karakter manusia dalam perjalanan hidup kita.

Dari sekian banyaknya karakter manusia tersebut, ada yang berpendidikan tinggi bahkan meraih berbagai gelar akademis, tapi etika dan moralnya bertentangan dari mereka yang lahir dari rumah - rumah sederhana (kaum marginal) yang dari sejak kecil, mereka sudah mendapatkan pendidikan baik dari segi etika dan moralitas.

Sebaliknya, ada manusia yang lahir dari rumah - rumah berdinding bebak/bambu dan keadaan ekonomi keluarga yang jauh dari kata cukup, tapi karakter mereka juga liar, suka bertingkah arogan, tidak menghargai sesama serta bertindak semena-mena terhadap sesamanya.

Semua karakteristik manusia tersebut, tidak ada yang benar-benar murni dan tulus. Untuk itu, hal yang mungkin saja menjadi kekuatan terbesar bagi kita semua adalah tetap percaya pada diri sendiri. Di samping kita pun melestarikan sekaligus menghidupi etika dan moral yang terjawantahkan dalam kearifan lokal budaya dari mana kita lahir, bertumbuh, dan berproses.

Untuk mencapai orientasi tersebut, olah rasa, olah pikir serta olahraga perlu kita hidupi, refleksikan dan kontemplasikan dalam setiap perjalanan hidup kita.

Karena mungkin dengan cara tersebut, kita pun mendapat sparkle -up (sinar harapan) untuk tetap bersinar dalam ilmu pengetahuan, etika, moral serta kita pun selalu berempati sosial di mana kita kuliah, kerja, dan berjejaring lintas kebudayaan.

Demikian ulasan dari admin TAFENPAH pada kesempatan ini. Terkait kritik, sanggahan, dan masukan yang membangun, silakan teman - teman sampaikan melalui kolom komentar dan juga berbagai media sosial TAFENPAH 👇 👇 👇 

YouTube Perspektif Tafenpah 

Instagram @tafenpahtimor dan @suni_fredy

Tiktok; @tafenpah.com

Halaman Facebook; Tafenpah Timor


Sumber tulisan; Instagram @ernestoaldojr








TAFENPAH.COM
TAFENPAH.COM Salam Literasi. Perkenalkan saya Frederikus Suni. Saya pernah bekerja sebagai Public Relation/PR sekaligus Copywriter di Universitas Dian Nusantara (Undira), Tanjung Duren, Jakarta Barat. Saya juga pernah terlibat dalam proyek pendistribusian berita dari Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi) ke provinsi Nusa Tenggara Timur bersama salah satu Dosen dari Universitas Bina Nusantara/Binus dan Universitas Atma Jaya. Tulisan saya juga sering dipublikasikan ulang di Kompas.com. Saat ini berprofesi sebagai Mahasiswa Ilmu Komunikasi di Universitas Siber Asia (Unsia), selain sebagai Karyawan Swasta di salah satu Sekolah Luar Biasa Jakarta Barat. Untuk kerja sama bisa menghubungi saya melalui Media sosial:YouTube: Perspektif Tafenpah||TikTok: TAFENPAH.COM ||Instagram: @suni_fredy || ������ ||Email: tafenpahtimor@gmail.com

Posting Komentar untuk "Mengapa Mahasiswa Lulusan Kupang Minder Ketika Memasuki Dunia Kerja? Refleksi dan Kritik Pendidikan Ernesto Aldo "