Memahami Karakter Masyarakat NTT, Khususnya Suku Dawan Timor Barat Indonesia dalam Perspektif Antropolog Edward T Hall

Penulis : Frederikus Suni 

Memahami Karakter Masyarakat NTT, Khususnya Suku Dawan Timor Barat Indonesia dalam Perspektif Antropolog Edward T Hall. Tafenpah.com


TAFENPAH.COM - Memahami karakter dari masyarakat Indonesia yang sangat plural (beragam) ini, tentunya pertama-tama kita harus mengenal Komunikasi.

"Komunikasi adalah budaya. Sebaliknya budaya adalah komunikasi."

Konsep berpikir sederhana dari antropolog Edward T Hall tersebut, sejatinya merupakan jembatan (perantara) pihak komunikator (pemberi pesan) kepada penerima pesan (komunikan).

Artinya; kita tidak mungkin memikirkan komunikasi tanpa memikirkan konteks makna kulturalnya.

Makna kultural mengandaikan diri kita sedang berusaha untuk terlibat dalam penyebarluasan informasi kepada masyarakat.

https://www.youtube.com/@PerspektifTafenpah


Masyarakat Timor Barat Indonesia, khususnya kelompok (etnis) suku Dawan Timor NTT terkenal dengan karakternya yang tegas, keras (bagi mereka yang belum mengenal secara utuh dan otentik), apa adanya, berpikiran terbuka (open minded), jika menyukai atau tidak menyukai sesuatu, mereka secara spontan menyampaikan kepada lawan bicaranya tanpa basa-basi, pekerja keras, tangguh (grit) serta berbagai hal positif lainnya.

Di samping nilai positif tersebut, ada juga kebiasaan - kebiasaan kurang terpuji (dalam bahasa sederhana TAFENPAH adalah frontal/liar), suka minuman keras (miras), pesta pora, agresif, dan sebagainya.

Meskipun demikian, kita tidak langsung menaruh sikap skeptis (ragu), Fomo (fear of missing out) atau perasaan cemas berlebihan kepada keberadaan masyarakat NTT, khususnya suku Dawan Timor Barat Indonesia dalam lingkungan pergaulan dan pertemanan termasuk xenofobia (ketakutan terhadap budaya lain atau orang asing.

Karena bagaimanapun juga, sebagai bangsa Indonesia, kita semua terikat dengan budaya (culture bound).

Beberapa contoh dari culture bound masyarakat Indonesia adalah saling menghargai, menghormati orang yang lebih tua dari kita, termasuk senior di lingkungan pergaulan, kampus hingga pekerjaan.

Dalam konteks ini, saya merasa tertantang untuk mengejawantahkan nilai-nilai universal yang terdapat di dalam diri suku Dawan Timor Barat, khususnya yang berada di wilayah terselatan Indonesia, provinsi Nusa Tenggara Timur (daerah perbatasan Indonesia, Timor Leste dan Australia).

Berada di persimpangan dua negara tetangga dengan kondisi geografis (termasuk iklim tropisnya), karakter masyarakat suku Dawan Timor NTT memang pada dasarnya terbentuk dari daerahnya yang terkenal dengan dataran, pesisir pantai, perbukitan, tanah yang kering dan tandus, memungkinkan pola pikir serta pembawaan diri mereka terbilang cukup keras.

Kerasnya karakter masyarakat NTT, khususnya suku Dawan Timor Barat Indonesia dalam menghadapi badai tropis dan angin kering dari Australia Selatan, secara psikologis juga ikut mempengaruhi pola hidup, mental, karakter hingga pembawaan mereka dalam membangun komunikasi lintas budaya.

Mungkinkah persoalan tersebut berkaitan dengan distorsi Kebudayaan?

Secara de facto, saya tidak akan menepikan pandangan masyarakat dari luar pulau Timor yang secara kasat mata menilai bahwasannya karakter atau pribadi dari kelompok suku - suku di wilayah terselatan Indonesia, khususnya NTT sangat keras dan menakutkan.

Menakutkan mungkin ya. Karakter perawakan atau bentuk tubuh dari masyarakat NTT dari luarnya memang terkesan menakutkan. Apalagi intonasi atau nada bicaranya keras.

Akan tetapi, masyarakat NTT sebenarnya memiliki hati "hello Kitty," alias lembut, penyayang, rendah hati, setia kawan, peduli termasuk hal-hal yang berkaitan dengan selfcare (kepedulian yang lebih kepada orang lain/sesama melebihi cinta terhadap dirinya sendiri).

Untuk mencapai fase atau tahap demikian, memang mau tidak mau masyarakat yang berasal dari luar NTT, terlebih dahulu menaruh perhatian, termasuk menghargai keberadaan mereka.

Tentunya ini berkaitan dengan hukum kausalitas (Sebab - Akibat) dalam filsafat kosmologi Yunani kuno, termasuk nilai-nilai universal yang terdapat dalam kepercayaan lokal masyarakat Nusantara hingga aliran kepercayaan yang diakui pemerintah Indonesia.

Saya rasa hal tersebut juga menjadi semangat hidup dari setiap kebudayaan yang ada di dunia ini, termasuk kearifan lokal budaya Nusantara dari zaman dahulu, kini, dan nanti.

Waktu terus berganti, kita pun berupaya untuk merajut semangat, persatuan, dan  kebersamaan dalam bingkai Bhineka Tunggal Ika.

Bertepatan dengan Peringatan Hari Ulang Tahun Indonesia ke-80 tahun 2025, lebih keren atau afdalnya terajut dalam tema HUT RI "Bersatu Berdaulat, Rakyat Sejahtera Indonesia Maju."

Tema HUT RI tersebut merepresentasikan bagaimana kita sebagai warga Indonesia yang memiliki jutaan perbedaan karakter, cara berpikir, tingkat pendidikan, ekonomi, sosial, budaya, politik, agama, ras, bahasa bahu membahu bekerja sama (berkolaborasi) menuju Indonesia Emas.

Wacana Indonesia Emas bukan sebatas slogan yang sehabis HUT RI ke-80 menjadi sesuatu yang usang, lenyap, hilang bahkan tak tersisa dalam tindakan dan perbuatan kita setiap hari, terutama ketika kita berada di tengah perbedaan.

Perbedaan bagaikan racikan bumbu dapur yang biasanya pekerja restoran, rumah makan sederhana hingga ibu tercinta kita meraciknya, kemudian menyajikan cita rasa makanan yang lezat di bibir dan perut kita.

Lebih jauhnya adalah perbedaan mencerminkan bagaimana kedewasaan kita dalam mencerna informasi, memilah mana yang boleh dan tidak boleh kita lakukan ketika bersama orang yang secara emosional, budaya dan lainnya berbeda dari kelompok kita.

Sama halnya, memahami karakter masyarakat NTT, khususnya suku Dawan Timor Barat Indonesia tidak hanya melalui satu sudut pandang atau perspektif.

Namun, kita pun berupaya untuk memahami keberadaan masyarakat NTT, termasuk pribadi - pribadi yang kita temui di lingkungan perguruan tinggi, bisnis, komunitas, pekerjaan, pergaulan serta aspek penting kehidupan lainnya dari ragam pandangan.

Karena dengan memahami masyarakat dari berbagai sudut pandang, kita pun akan lebih mudah untuk membangun tingkat kepercayaan, komunikasi hingga meraih kepuasan batin di lingkungan kerja dll.

Demikian potretan singkat dari saya Frederikus Suni (Admin TAFENPAH) pada edisi kali ini.

Selamat mempersiapkan diri untuk merayakan Hari Ulang Tahun Negara Republik Indonesia ke-80.


Sumber referensi; Buku Komunikasi Lintas Kebudayaan karya Prof Deddy Mulyana.


Agar relasi kita tetap terjaga, silakan dukung kami dengan cara follow, subscribe & share channel Youtube Perspektif Tafenpah 👇 👇 👇

https://www.youtube.com/@PerspektifTafenpah






Tiktok; @tafenpah.com

Instagram; @suni_fredy dan @tafenpahtimor

Halaman Facebook; Fredy Suni III

Terima kasih dan salam kebudayaan 


TAFENPAH.COM
TAFENPAH.COM Salam kenal! Saya Frederikus Suni, Mahasiswa Ilmu Komunikasi Universitas Siber Asia ||Menekuni bidang Jurnalistik sejak 10 tahun lalu. ||Saya pernah menjadi Jurnalis/Wartawan di Metasatu dan NTTPedia.Selain itu, saya juga berkolaborasi dengan salah satu Dosen dari Binus university dan Atma Jaya, terutama Proyek dari Kementerian Komunikasi dan Informatika RI, dalam pendistribusian berita ke Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Timur.Saya juga pernah menjadi bagian dari Public Relation/PR sekaligus Copywriter dari Universitas Dian Nusantara (Undira) Tanjung Duren Jakarta Barat.Saat ini fokus mengembangkan portal pribadi saya TAFENPAH.COM dan juga menjadi kontributor di beberapa website tanah air, Kompasiana, Terbitkanbukugratis, Eskaber, PepNews, Lombokainsider.Tulisan saya juga beberapa kali dipublikasikan ulang di Kompas.comSaya juga menerima jasa pembuatan Website ||Media sosial:YouTube: Perspektif Tafenpah||TikTok: TAFENPAH.COM ||Instagram: @suni_fredy ||Terkait Kerjasama dapat menghubungi saya melalui kontak ������ ||WhatsApp: 082140319973 ||Email: tafenpahtimor@gmail.com

Posting Komentar untuk "Memahami Karakter Masyarakat NTT, Khususnya Suku Dawan Timor Barat Indonesia dalam Perspektif Antropolog Edward T Hall"