Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Bagaimana Menjadi Manusia Baik di Zaman Modern?

Penulis: Fr Ari Tefa | Editor: Fredy Suni


Bagaimana Menjadi Manusia Baik di Zaman Modern? | Tafenpah.com


Tafenpah.comZaman modern adalah zaman di mana orang mulai menggantikan kepercayaan pada hal-hal fundamenetal, yang awalnya menjadi rujukan pertimbangan dan putusan moral dalam hidup manusia. 

Humanisme memasuki dan menjalar dalam hidup manusia, yang membuat manusia mulai menentukan hidupnya sendiri menggunakan akal budinya. 

Kepercayaan akan autoritas agama, kekuasaan raja, atau pun orang bijak serta tradisi yaitu  budaya, ikatan kekerabatan dan ikatan politis, mulai ditinggalkan dan digantikan dengan rasio manusia, yang dipercaya memiliki kekuatan dan dasar yang lebih memungkinkan. 

Etika yang pada  zaman-zaman sebelumnya  berpedoman dan berpatokan pada hal-hal fundamental, misalnya seperti keutamaan ( etika zaman klasik ) dan Tuhan ( etika abad pertengahan ) digantikan oleh antropomorfisme ( etika modern ). 

Manusia menjadi parameter utama dalam etika, di mana rasionalitas yang menjadi standar dalam menentukan suatu tindakan itu bermoral atau tidak.

Semangat dasar zaman modern ini dimulai dengan semboyang Imanuel Kant yang dikutip dari Horatius  sepere aude ( beranilah berpikir sendiri ) yang cukup berkembang pada jaman pencerahan, mendorong manusia sebagai  ens rationale  dan otonom untuk berpikir sendiri dan menentukan tindakannya sendiri. 

Manusia menjadi patokan dan parameter dalam bertindak dan menilai suatu tindakan moral. Subjektifitas dan relativisme dalam masyarakat begitu kental dan transparan, yang menuntun pada “emotivisme”, yang menimbulkan fenomena umum yaitu ketidak sepakatan moral, di mana masing-masing individu mempunyai standar dan parameter untuk menilai suatu tindakan bermoral atau tidak. Seperti aborsi, kelompok pro akan berpendapat bahwa itu adalah k

eputusan bebas yang merupakan haknya. Namun kelompok kontra akan berargumen bahwa itu adalah suatu tindakan yang melanggar perintah Tuhan, di mana manusia mengambil nyawa manusia yang tidak menjadi haknya. 

Etika tidak lagi menjadi dasar dalam pertimbangan baik buruk yang menuntun orang pada kehidupan dan tindakan bermoral, namun etika menjadi sarana instrumental dalam mengadu argumen, untuk mempertahankan argemen.

Di sinilah tampil seorang filsuf kontemporer  kelahiran Scot-Landia, yang lahir di Glassgow 12 Januari 1929, lewat karyanya  After Virtue, mengatakan bahwa etika modern telah gagal. Untuk itu ia  mengajak untuk kembali ke etika abad klasik, yaitu etika keutamaan. 

Menurutnya etika modern gagal dalam merumuskan bagaimana menjadi manusia baik, yang mana etika modern  justru membuang apa yang menjadi dasar rasionalitas seperti ajaran moral, yaitu tujuan (telos) manusia. Dengan membuang (telos) buat apa lagi manusia harus mengikuti norma-norma yang ada?

Sehingga tidaklah mengherankan jika masi ada perang, aborsi dan pembunuhan, karena setiap oraang memiliki parameter masing-masing tentang yang baik. 

Tidak ada suatu nilai universal yang dipegang, yang menjadi pedoman dan parameter umum. Untuk mengatasi masalah itu, MacIntyre mengajak untuk kembali pada etika Aristoteles yaitu etika keutamaan.

[1]Etika keutamaan  adalah teori etika yang berpendapat bahwa filsafat moral tidak pertama-tama berurusan dengan benar atau salahnya tindakan manusia menurut norma-norma atau prinsip-prinsip moral tertentu, melainkan dengan baik burukya kelakuan atau watak manusia. Pertanyaan dasariah etika dalam etika keutamaan bukan pertama-tama tindakan mana seharusnya dilakukan, melainkan bagaimana manusia sebagai manusia hidup.

Etika keutamaan lebih mengutamakan menjadi manusia yang baik, sebab dengan menjadi manusia baik maka akan menentuakan tindakan yang baik sehingga orang tau apa yang harus dilakukan. 

Pertanyaan tentang apa yang harus saya buat dengan sendirinya akan muncul jika orang tau bahwa ia adalah manusia seperti apa. Sebagai contoh misalnya ia adalah seorang pelajar, maka ia tahu bahwa yang harus ia lakukan adalah belajar.

Disni muncul pertanyaan, bagaiman menjadi manusia baik? Alasdair MacIntyre lewat karyanya  after virtue  memberikan tiga jalan untuk menjadi manusia baik, yaitu kegiatan bermakna ( practise ), tataran naratif (narrative), dan tradisi moral ( moral tradition).

Pertama, kegiatan bermakna ( Practise )

Mengikuti Aristoteles, MacIntyre pun mengatakan bahwa keutamaan merupakan sesuatu yang tidak langsung terbentuk. 

Namun leawat latihan terus-menerus. Kegiatan yang dilakukan secara terus-menerus akan menjadi kegiatan yang bermakna jika telah menjadi seuatu yang membawa faedah. 

Misalnya dengan latihan secara terus-menerus, maka nilai-nilai akan dengan sendirinya terinternalisasi dalam diri seriap orang, sehingga menjadi bagian dan membentuk pribadi seseorang. Misalnya dengan bermain catur. 

Awalnya sesorang mungkin tertarik bermain catur karena suruhan orang tuanya. Namun karena dilakukakn secara terus-menerus, maka permainan catur bukan hanya dilakukan karena suruhan orang tua, melainkan suda menjadi hobi. Dan bisa berkembang menjadi bakat, yang bisa menghantar orang pada tingkat yang lebih tinggi, yaitu mengikuti lomba dan mendapat penghargaan serta uang.

Kedua, tataran naratif ( Narrative )

Menurut MacIntyre, untuk menjadi manusia baik, bukanlah suatu pencarian akan tujuan ( telos ) hingga akhir hayat. Kesatuan naratif membantu orang untuk mengerti, bahwa jika dirinya berlatih untuk menjadi seorang pemain bola kaki dan ia tidak pernah bisa mencapai telosnya,  maka itu bukanlah final dari pencariannya hidupnya. 

Maka ia perlu menyadari diri dan mulai mengambangkan diri dalam bidang lain, dalam hal ini ia mulai mencari telos baru yang lebih tepat dan bisa dicapai. Upaya menemukan telos dalam pemikiran MacInyre disebut sebagai kesatuan naratif dalam hidup manusia

Dalam hal ini, bagi seorang manusia, kehidupan yang baik merupakan cerita atau narasi untuk mencapai apa yang berarti dan menjadi tujuan hidup. Sebagai telah dijelaskan di atas, tujuan final itu hanya bisa dicapai setelah kita melewati berbagai hambatan dan tantangan.

Ketiga, Tradisi moral ( Moral Tradition )

Kegiatan yang bermakna adalah sebuah tradisi (partikular) yang merupakan bagian dari tradisi yang lebih luas. Tradisi inilah yang memberi kerangka bagi tatanan naratif kehidupan seseorang. Tentunya tradisi yang dimaksudkan oleh MacIntyre adalah suatu tradisi yang terus dipertentangkan dengan perkembangan zaman dan terus dihidupi

Dalam tradisi yang masih hidup terdapat suatu peredebatan yang terus berlangsung dalam lintasan sejarah sebuah komunitas, melalui banyak generasi, tentang apa yang baik dan buruk, apa yang wajib dan yang tidak, serta bagaimana manusia sebaiknya hidup. 

Hanya dalam kerangka sebuah tradisi yang terus menerus diperbarui melalui penengokan kembali narasi sejarahnya, manusia dapat menemukan makna kegiatan dan kehidupannya.

 



[1] Iffan Ahmad Gufron, “ MENJADI MANUSIA BAIK DALAM PERSPEKTIF ETIKA KEUTAMAAN”, YAQZHAN Volume 2, Nomor 1, Juni 2016, hal.105

 


Frederikus Suni Admin Tafenpah Group
Frederikus Suni Admin Tafenpah Group Frederikus Suni (Fredy Suni) Mahasiswa Program Studi Ilmu Komunikasi Universitas Siber Asia (Asia Cyber University) | Frederikus Suni pernah DO dari Sekolah Tinggi Filsafat dan Teologi Widya Sasana Malang dan Fakultas Ilmu Komunikasi Universitas Dian Nusantara (Undira) Jakarta || Terkait kerja sama dan informasi iklan bisa melalui email tafenpahtimor@gmail.com || || Instagram: @suni_fredy || @tafenpahcom || @pahtimorcom || Youtube: @Tafenpah Group

Posting Komentar untuk "Bagaimana Menjadi Manusia Baik di Zaman Modern?"