Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Maria, Lucy dan Lelakinya

Ilustrasi kebahagiaan di tengah keluarga. Sumber gambar: Detikcom

Penulis: Mutia AH | Editor: Fredy Suni

Tafenpah.com - Setiap hari Maria bercakap-cakap sendiri di depan foto pengantinnya yang terpajang anggun di ruang tamu. Namun, kali ini wanita cantik itu melakukan hal yang berbeda dari biasanya. Bukan hanya mengajak bicara, ia juga menciumi wajah suaminya. 


"Aku pikir, kau bisa mencintaiku setelah menikah, ternyata aku salah," ucapnya sembari membelai pipi Erik dalam foto.


Setelah puas, Maria kemudian menurunkan dan melemparkan foto pengantinnya ke tong sampah di pojok ruangan. Kemudian tertawa terbahak-bahak tetapi air matanya menetes. 


"Aku kalah, aku menyerah sekarang," ucap Maria sambil menatap wajah Erik dalam foto. Setelah itu Maria bertolak menuju kamar Erik di lantai atas.


Sumber gambar: Klikdokter

Tanpa suara Maria membuka pintu kamar berwarna putih. Ia melangkah masuk dan langsung berjalan melewati Erik yang duduk di atas kursi roda menghadap jendela. Kemudian Maria berbalik dan berdiri di depan jendela menutupi penglihatan Erik untuk bisa melihat ke arah luar. Namun lelaki itu sama sekali tak terusik dengan kehadiran Maria. Membuat wanita bergaun serba hitam itu meradang sekaligus tak berdaya. Meskipun hal itu sudah berjalan hampir lima tahun tetapi Maria masih belum bisa menerima sikap Erik. Kesal, Maria berbalik ke arah jendela dan kedua tangannya mencengkeram teralis besi dengan kuat. Ia menahan marah. Perlahan deru napas Maria mulai stabil, seiring suasana hati yang berangsur membaik. 


Setelah tenang, Maria mundur ke belakang dan duduk di kursi. Ia menghadap suaminya yang masih asyik dengan dunianya sendiri. Tak sedikit pun lelaki itu terpengaruh dengan kehadiran Maria, yang sedari tadi memperhatikan segala gerak-geriknya. 


"Aku merasa semakin mirip denganmu." Maria membuka suara, kemudian terdiam menunggu respon Erix yang tengah tersenyum dengan kucing di pangkuannya.


"Aku bicara denganmu dan kamu bicara dengan Lucy, tetapi sebenarnya kita bicara sendiri-sendiri," lanjut Maria, tetapi Erik masih tak peduli.


"Apa bedanya dulu dengan sekarang?" Pertanyaan Maria yang lebih seperti keluhan, ia jawab sendiri. "Tak ada sama sekali."


Maria mengubah posisi duduk, menyandarkan tubuh di badan kursi, meluruskan kaki sambil menatap langit-langit kamar berwarna putih.


Sumber gambar: Pixabay

"Dulu, kau hanya hidup dengan Lucy, sekarang pun sama. Bedanya dulu di luar rumah, sekarang di dalam kepalamu. Namun di mana pun duniamu, tidak ada aku di sana. Ada Lucy atau tidak, aku tetap tak memilikimu."


Maria kemudian bangkit dan berjalan mendekati Erix. Ikut mengelus bulu-bulu Lucy. 


"Kita dua orang menyedihkan."


Erik tertawa dan mencium Lucy. Membuat Maria menoleh dan terdiam sejenak.


"Aku pikir setelah Lucy tiada, kau melihatku," ucap Maria sembari mengingat bagaimana ia dulu merasa bahagia mendengar berita kecelakaan yang dialami Lucy.


"Ternyata aku salah," lanjut Maria, menyadari kenyataan setelah kematian Lucy. Maria bukan hanya kehilangan seorang rival tetapi kehilangan jiwa suaminya. Lumpuh secara fisik dan mental membuat Erik hidup dalam kenangan.


"Apakah jika Lucy yang ini tiada, akan ada Lucy selanjutnya?" tanya Maria putus asa. "Kurasa tidak ada bedanya."


Maria menatap Erix, tetapi lelaki itu tetap tak merespons seperti biasanya. Erix tetap tersenyum dengan tatapan kosong. Sedetik kemudian, Ia seolah-olah mengajak Lucy tertawa tanpa memedulikan Maria sama sekali.


 "Apa yang akan terjadi jika Lucy yang ini juga mati. Aku ingin tahu?" tanya Maria, kemudian wanita bergaun hitam itu bangkit sambil mencengkeram punggung Lucy. 


Maria kemudian mengambil makanan kucing di atas meja dan meletakkan di tangan Erix.


"Selamat tinggal sayang, hiduplah selamanya dengan Lucy-mu. Seharusnya aku melakukan ini dari dulu!"


Maria mencium kening Erix, kemudian melangkah keluar kamar. Meninggalkan Erix yang masih sibuk dengan dunianya. Mengelus bulu-bulu Lucy dan menciuminya berulang-ulang.


"Kita akan selalu bersama, Lucy," ucap Erik setelah terdengar pintu ditutup. Lelaki itu kemudian membuka tangan kirinya dan membiarkan separuh makanan kucing itu dimakan Lucy dan separuhnya ia masukkan ke dalam mulut sendiri.


Dengan langkah pasti, Maria melangkah meninggalkan rumah dengan menyeret koper besar di tangan kanannya. Ia tak peduli suara minta tolong, Pak Sodri dari dalam rumah.


"Aku ingin bebas!" 

Tanpa menoleh lagi, Maria masuk ke dalam mobil dan melaju di jalanan dengan tersenyum puas.


Mutia AH

Ruji, Seni 27 Juni 2022


Frederikus Suni Admin Tafenpah Group
Frederikus Suni Admin Tafenpah Group Frederikus Suni (Fredy Suni) Mahasiswa Program Studi Ilmu Komunikasi Universitas Siber Asia (Asia Cyber University) | Frederikus Suni pernah DO dari Sekolah Tinggi Filsafat dan Teologi Widya Sasana Malang dan Fakultas Ilmu Komunikasi Universitas Dian Nusantara (Undira) Jakarta || Terkait kerja sama dan informasi iklan bisa melalui email tafenpahtimor@gmail.com || || Instagram: @suni_fredy || @tafenpahcom || @pahtimorcom || Youtube: @Tafenpah Group

Posting Komentar untuk "Maria, Lucy dan Lelakinya"